Hari Minggu Biasa XXVII (2 Oktober 2022)
Hab. 1:2-3; 2:2-4; Mzm. 95:1-2,6-7,8-9; 2Tim. 1:6-8,13-14; Luk. 17:5-10.
DITERBITKAN OLEH TIM KERJA KITAB SUCI – DPP. SANTO YOSEP PURWOKERTO
“Kami adalah hamba-hamba yang tidak berguna; kami hanya melakukan apa yang harus kami lakukan” (Luk 17:10b)
Bapak-Ibu, Saudara saudari yang terkasih dalam Tuhan Yesus.

“Jika dunia bisa melihat keindahan jiwa tanpa dosa, semua orang berdosa dan semua orang yang tidak percaya akan langsung bertobat.” (St. Pio dari Pietrelcina, Ruah Oktober 2022). Iman Katolik yang kita hayati dan sekiranya kita sungguh imani (direnungkan, dilakukan), alangkah indahnya seperti kutipan dari St. Pio dari Pietrelcina di atas. Sekiranya setiap sabda Tuhan yang kita dengarkan, kita jiwai dan maknai dengan sukacita maka dunia ini tentu penuh damai dan keindahan. Pertanyaan bagi kita adalah sudahkah kita beriman demikian? Iman tanpa perbuatan adalah mati (Yak 2:17).
Yesus menasehati murid-murid-Nya: “Tidak mungkin tidak akan ada penyesatan, tetapi celakalah orang yang mengadakannya… menyesatkan salah satu dari orang-orang yang lemah ini. Jagalah dirimu!” (Luk 17:1-3a). Nasehat Yesus ini juga ditujukan bagi kita, yang menyatakan diri sebagai murid-Nya. Kedukaan dan kesulitan adalah realita kehidupan di manapun dan kepada siapapun dan bukan berasal dari Allah. Namun manusia lupa dan menempatkan dirinya sebagai pendikte Tuhan. Karena Tuhan baik dan penuh kerahiman, Dia mengingatkan akan kepenuhan janji-Nya. Orang benar akan hidup berkat imannya (bdk Hab 1:2-3; 2:2-4).
Bapak-Ibu, Saudara-saudari terkasih.
Menjadi panutan iman kadang membuat kita terlena, terhanyut akan kenikmatan pujian. Kita merasa lebih pinter dalam beriman. Kita mengasingkan umat yang tidak aktif menggereja, terlebih dalam kegiatan lingkungan, tanpa malu mengasingkan yang miskin. Kita tanpa sadar telah menjadi batu sandungan pertumbuhan iman mereka dan iman kita juga. Kita menjadi seperti raja, berkuasa dalam pelayanan bahkan mengatur hingga membanding-bandingkan kualitas iman kita dengan orang lain. Kita menjadi sombong rohani.
Yesus berkata : “Celakalah…karena kamu menutup pintu-pintu Kerajaan Surga di depan orang (bdk Mat 23:13 dst). Kecaman keras Yesus ini ditujukan pada kita juga. Dan Tuhan menghendaki kita untuk bersyukur bukan bertegar hati. Bandingkan ayat 9 berikut: “Apakah ia berterima kasih kepada hamba itu, karena hamba itu telah melakukan apa yang ditugaskannya?”. Kita jangan terlalu percaya dan berharap pujian akan jasa-jasa sendiri melainkan menumbuhkan penyerahan yang tanpa syarat kepada-Nya.
Bapak-Ibu, Saudara-saudari terkasih.
Marilah kita mencontoh permintaan para murid Yesus: “Tuhan, tambahkanlah iman kami!”. Kita memohon pada Roh Kudus untuk menambahkan iman kita dan sesama, dengan cara yang sederhana: mendoakan, mengunjungi seraya menunjukkan sikap rendah hati dan dipenuhi sukacita-Nya. “Sekiranya kamu mempunyai iman sekecil biji sesawi saja, kamu dapat berkata kepada pohon ara ini.‘Tercabutlah engkau dan tertanamlah didalam laut ’dan pohon itu akan taat padamu” (Luk17:6).
Cara Tuhan berkarya, cara manusia menanggapi kehendak-Nya seperti Maria telah memberikan teladan ‘aku ini hamba Tuhan terjadilah padaku seturut sabda-Mu’. Bulan Oktober adalah bulan Rosario. Kita mohon bantuan Bunda Maria menjadikan kita hamba yang setia. Serta mohon Roh Kudus menumbuhkan niat berkorban dan bergembira mengobarkan kasih karunia Allah: “Tuhan Yesus, saya ini hamba yang tidak berguna; saya hanya melakukan apa yang harus saya lakukan” (bdk Luk7: 10).
Bukan aku, tapi Dia yang bekerja. I am nothing without Jesus. Betapa indahnya keluar dari zona nyaman kita. Amin.
Yulius Yerry Wenur
Lingk. St Agustinus
Kategori:RENUNGAN, Renungan Minggu