Kisah Inspiratif

Kematian Yang Sangat Indah

(Mengenang Seorang Teman Seperjalanan)

“Tuhan, aku mau mati seperti  ini. Sebuah kematian yang sangat indah”, sepenggal doaku dalam hati beberapa saat setelah membaca pesan via WA selesai persiapan Ekaristi Hari Raya Hati Yesus Yang Mahakudus : “Telah meninggal dunia Ibu Mistem, pada hari ini Jumat 3 Juni 2016, pukul 15.10 WIB ……”. Ada rasa sedih saat membaca berita ini, telah pergi salah seorang teman seperjalananku dalam peziarahan di dunia ini. Tetapi kemudian membuncah rasa bahagia dan bersyukur di dalam hati. Bagi seorang devosan Hati Yesus Yang Mahakudus, kematian ini adalah kematian yang sangat indah, akupun mendambakannya.

Seorang Katolik yang  sederhana dan setia

“Mbake..Mbake…”..saya cari di mana arah suara itu, di tengah keramaian pagi pasar Sokaraja, saya merasa ada yang memanggil-mangil. Beberapa meter dari tempatku belanja nampak seorang ibu sudah sepuh, melambaikan tangan ke arahku sambil memanggil-manggil, sementara tangan satunya menenteng termos. ”Aduh, siapa ya ?” gumamku lirih. Ibu itu segera menghampiriku dan memeluk erat, tapi ada seorang bakul yang menariknya sambil berkata, ”Kuwe sapa, rika kenal apa ?” (Kamu siapa, kamu kenal ? -red). Dalam kebingungan spontan saya berkata,”Ya saya kenal Ibu ini”. Seketika itu juga saya langsung teringat, ya saya sering ketemu Ibu ini di gereja. Saya “pangling” karena memang penampilannya berbeda. Saat ke gereja ibu ini selalu berpakaian rapi dan pantas, walaupun sederhana busananya, mengenakan kain panjang dan kebaya, rambutnya digelung kecil, rapi. Pagi ini, maaf pakaian yang dikenakanya lusuh, sekenanya. Tetapi ada satu yang selalu kuingat, sorot ramah di matanya. Kami kemudian berbincang-bincang sesaat. Sejak itu kami selalu ngobrol sambil belanja kalau bertemu di pasar Sokaraja.

Bu Mistem atau Bu Kawruh

Bu Mistem atau Bu Kawruh

Bu Mistem atau Bu Kawruh, begitu beliau dikenal umat, orangnya sederhana, cukup aktif mengikuti kegiatan di gereja ataupun lingkungan. Setiap hari Minggu pagi, dia selalu ke gereja. Hadir dalam doa lingkungan dan pendalaman iman, kecuali sedang sakit. Walaupun untuk menuju tempat kegiatan ditempuh dengan jalan kaki atau kadang naik becak, kalau tidak ada tumpangan. Beliau satu-satunya yang Katolik di keluarganya sesudah pak Kawruh suaminya meninggal. Semua anaknya meninggalkan Gereja karena pernikahan, walaupun semua anaknya baptis Katolik. Dalam kesendiriannya di tengah keluarga non Katolik, Bu Mistem dengan gigih mempertahankan imannya kepada Kristus, walaupun kadang dibujuk untuk berpaling dari Kristus. “Pokoknya aku mau mengikuti Yesus sampai mati”, katanya saat kutanyakan hal itu.

Yang unik, Bu Kawruh ini selalu membayar uang parkir, Rp. 5.000,- setiap pulang gereja, walaupun ke gereja jalan kaki. Itu adalah sejumlah uang yang cukup besar baginya, yang sehari-hari menjual minuman teh, melayani para bakul di pasar Sokaraja untuk menyambung hidupnya. Walaupun sudah diberitahu tidak usah bayar parkir, dengan senyum ikhlas beliau berkata, ”Nggak apa-apa, untuk kegiatan Mas e”,  sambil menunjuk ke arah OMK yang mencari dana untuk kegiatan mereka dengan jaga parkir di gereja stasi. Dalam keterbatasannya Bu Mistem masih bisa berbagi, padahal rata – rata umat membayar parkir Rp.1.000,-

“Mbake, saya minta maaf ya”, kata Bu Mistem saat bertemu di pasar  pagi itu. “Ada apa Bu ?”, tanyaku. “Kemarin  hari Minggu, saya tidak bisa ke gereja. Saya sudah siap, tinggal panggil tukang becak, tapi tiba-tiba perut sakit, saya mangsur-mangsur (mencret -red), lebih dari tiga kali, mbok nanti keluar pas doa (misa) jadi saya tidak berani pergi ke gereja”. “Oalah, ya tidak apa- apa Bu, itu kan karena sakit”, jawabku menenangkannya. “Tapi saya tetap berdoa Mbak di rumah, mulai jam 7 persis, terus pakai buku Puji Syukur, sama seperti di gereja juga membaca dari Kitab Suci”, lanjutnya. Rupa-rupanya Bu Mistem ini misa imajiner di rumahnya, kalau tidak bisa ke gereja pada hari Minggu, karena sakit atau halangan lainnya dan waktunya sama mulai jam 7 pagi. Begitu besar kerinduannya untuk Ekaristi. Dan selalu minta maaf kepada saya, kalau tidak bisa ke gereja pada hari Minggu., entah mengapa,  seakan-akan saya pemilik gereja… he.he..he…

Percaya janji Hati Kudus

“Saya bingung Mbak..”, keluh Bu Mistem pagi itu saat saya belanja. “Pasar Sokaraja akan dibongkar. Saya bingung nanti saya jualan di mana…., saya tidak punya lapak lagi. Saya pusing sekali dan bingung”, katanya sambil memukul-mukul kepala. “Saya berdoa novena, novena Hati Kudus Yesus, minta tolong Tyas Dalem”, lanjutnya. Kemudian saya ajak ngobrol, menenangkan hatinya. “Percaya pada Tuhan ya Bu, pasti akan menolong”, kataku meneguhkan sesaat sebelum pulang. “Ya Mbake, aku akan berdoa terus “, jawabnya.

12 Janji Hati Kudus Yesus

12 Janji Hati Kudus Yesus

Bu Mistem yang dibaptis dengan nama Lusia ini adalah salah seorang umat yang selalu hadir dalam misa hari Jumat Pertama di gereja stasi, kecuali sedang sakit. Beliau adalah devosan Hati Kudus Yesus, mungkin beliau tidak paham apa itu devosan, tetapi Bu Mistem percaya bahwa siapa yang selalu hadir dengan sepenuh hati dalam misa Jumat pertama dalam bulan dan menerima komuni, 9 kali berturut-turut , akan mendapatkan rahmat Tuhan.

“Mbake…! Puji Tuhan, aku sudah dapat lapak untuk jualan, Tuhan mendengarkan doaku”, teriak Bu Mistem lari menghampiriku waktu saya masuk ke pasar Sokaraja. Tampak sinar kebahagiaan di wajahnya. “Bapake yang membagi pasar (lapak), memberi aku tempat di pasar belakang”.  “Syukurlah Bu, ikut bahagia”, kataku terharu sambil memeluknya. “Ayo mbake, lihat lapakku”, diajaknya aku ke pasar belakang.

Dalam kesederhanaan Bu Mistem, saya banyak belajar, tentang iman pada Kristus, berbagi untuk sesama, kerinduannya pada Ekaristi dan kepasrahannya kepada Tuhan.

Tiga tahun yang lalu, Bu Mistem menjumpai kekasih jiwanya, menyelesaikan peziarahannya di dunia, dengan sangat baik. Meninggal pada Hari Raya Hati Yesus Yang Mahakudus, sesuai janji-Nya : “Hati-Ku akan menjadi tempat perlindungan yang aman pada saat kematian mereka“, pada jam 15.10 WIB. Itu adalah waktunya berdoa koronka. Dan sebelumnya sudah menerima sakramen perminyakan. Sungguh, sebuah kematian yang sangat indah. Kepercayaannya yang begitu besar kepada Tuhan menghantarnya mendapatkan rahmat. Cerita teman-teman yang merawat jenazah, begitu lancar dan mudahnya perawatan jenazahnya dan baunya wangi, wajahnya tampak begitu cantik. Dan satu lagi, sebelum pemakaman, Bu Mistem 2 kali didoakan dalam Ekaristi. Yang pertama saat Ekaristi Hari Raya Hati Yesus Yang Mahakudus di gereja, walaupun tidak ada intensi khusus dari keluarganya, tetapi Romo mendoakannya dalam Doa Syukur Agung, setelah umat cerita bahwa Bu Mistem meninggal sore itu. Dan yang kedua, saat misa requiem untuk Bu Mistem. Sungguh rahmat yang luar biasa, mengingat biasanya hanya satu kali misa untuk jenazah, yaitu misa requiem. Yang mendapatkan misa lebih dari satu kali sebelum pemakaman biasanya kalau yang meninggal itu adalah tokoh penting atau keluarga yang mempunyai  anak seorang  imam.

Bu Lusia Mistem, doakanlah kami yang masih berziarah di dunia ini.

Hari Raya Tubuh dan Darah Kristus, 23062019

Penulis:

Margaretha Tri Rahayu

Margaretha Tri Rahayu, Lingk. St Antonius Padua

1 reply »

Tinggalkan Balasan

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Gambar Twitter

You are commenting using your Twitter account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.