RENUNGAN

Persiapan Batin Menyambut Kehidupan Kekal

Hari Minggu Biasa XXVI (25 September 2022)

Am 6:1a,4-7; Mzm. 146:7,8-9a,9bc-10; 1Tim. 6:11-16; Luk. 16:19-31.

DITERBITKAN OLEH TIM KERJA KITAB SUCI – DPP. SANTO YOSEP PURWOKERTO

“Jika mereka tidak mendengarkan kesaksian Musa dan para nabi, mereka tidak juga akan mau diyakinkan, sekalipun oleh seorang yang bangkit dari antara orang mati.“ (Luk 16:31)

Bapak-Ibu, Saudara saudari yang terkasih dalam Tuhan Yesus.

Bacaan Injil hari ini berkisah tentang Seorang Kaya dan Lazarus yang Miskin. Sebuah yang mengajarkan kita semua bahwa mempersiapkan diri untuk menghadapi kematian adalah pada waktu masih ada kesempatan diberi hidup, bukan sesudah kematian itu datang. Dikisahkan bahwa semasa hidupnya, Orang Kaya dalam kisah tersebut, hidup dalam kemewahan dan kesenangan, sedangkan Lazarus hidup dalam kemiskinan dan penderitaan. Dua fenomena nyata yang dapat kita saksikan dalam keseharian hidup di tengah masyarakat. Sebuah kenyataan hidup yang dapat kita temui di dunia bahwa ada orang yang diberkati dengan kekayaannya dan ada orang yang diijinkan hidup dalam kemiskinan. Orang kaya hidup dalam kemewahan, sedangkan orang miskin hidup dalam penderitaan. Digambarkan bagaimana gaya hidup orang kaya tersebut dengan berpakaian jubah ungu dan kain halus, dan setiap harinya hidup bersukaria dalam kemewahannya (ayat 19). Artinya dia memiliki cara hidupnya sendiri, yang dikuasai oleh keegoisan, tidak mau peduli pada orang-orang miskin yang ada di sekitarnya. Keangkuhan telah menjadikannya gaya hidup, sehingga sifat-sifat yang dia punyai, menutupi perasaannya kepada orang-orang yang hidup dalam kesusahan. Dia tidak melakukan kesempatan untuk memberikan makanan dan minuman bagi yang membutuhkannya, seperti yang sedang dialami oleh Lazarus yang miskin, penuh borok dan lapar itu (ayat 20-21).

Bapak-Ibu, saudara-saudari terkasih.

Kemewahan sering kali mematikan rasa kepedulian seseorang. Pada akhirnya, ketika kematian menjemput, terjadi hal yang sebaliknya, ketika orang kaya dalam kisah tersebut meninggalkan dunia, dia mendapatkan bagian dalam kesengsaraan dan penderitaan selamanya (ayat 24). Pada dasarnya, orang kaya itu menderita sengsara di alam maut bukan karena ia kaya semasa hidupnya. Tetapi lebih kepada bagaimana orang kaya ini mempersiapkan sikap batin dalam hidup kesehariannya. Apakah orang kaya tersebut sering mendengar perintah Allah dan menjadi pelaku firmanNya? Ataukah lebih mementingkan egonya sendiri dalam menikmati kekayaannya, sehingga dibutakan mata batinnya untuk tidak mau berbagi berkat. Ada beberapa contoh tokoh dalam kitab suci, bagaimana seorang kaya itu menyikapi berkat yang dia terima melebihi yang orang lain terima. Abraham adalah salah satu orang yang kaya semasa hidupnya di dunia, tetapi Abraham hidup penuh sukacita di alam baka. Begitu juga dengan Ayub dan Daud. Tokoh – tokoh kitab suci yang semasa hidupnya tetap mempunyai kerendahan hati, sekalipun berlimpah berkat. Bahkan ketika mengalami penderitaan pun, mereka tetap menyembah kepada Tuhan, karena menyadari bahwa harta bukan satu-satunya sumber kebahagiaan. Sebaliknya, pada saat meninggal, Lazarus hidup penuh sukacita dalam memasuki kehidupan kekalnya, bukan pula karena kemiskinannya.

Ada peristiwa yang dapat saya petik dalam kisah di atas, bahwa inti permasalahannya adalah bagaimana orang kaya tersebut tidak mempersiapkan diri menghadapi hari esoknya dalam memasuki kehidupan kekal, sedangkan Lazarus mempersiapkan dirinya  dengan olah bathin dan mensyukuri apapun yang dialaminya. Sekalipun miskin dan menderita, Lazarus tetap mempunyai kepercayaan penuh dan menjalani kehidupan yang  berkenan kepada Allah.

Pertanyaan besar dan menjadi permenungan bagi saya pribadi, seberapa besar hati saya tersentuh dan mata saya terbuka setelah membaca kisah di atas? Belajar menyadari bahwa Tuhan menempatkan saya di dalam dunia ini dengan tujuan untuk mengambil bagian dalam pelayanan kasih kepada orang-orang yang lemah dan berkekurangan serta yang membutuhkan. Ada banyak orang di sekeliling saya yang membutuhkan uluran tangan kasihNya melalui saya, supaya mereka juga diberkati dan mengalami sukacita Tuhan. Kisah ini mengajarkan saya untuk selalu melakukan kebaikan kepada sesama untuk memuliakan Tuhan, pada saat saya masih hidup, bukan sesudah mati. Jangan sampai saya terlambat dan menyesal seperti cerita orang kaya tersebut. Dia memiliki harta yang melimpah untuk dipakai memuliakan nama Tuhan, tetapi diabaikannya. Dia punya kesempatan untuk menolong orang yang lemah, miskin dan berkekurangan, tetapi dia tidak menggunakan kesempatan itu.  Hatinya tidak tergerak untuk berbuat kebajikan hingga waktu ajalnya telah tiba, tidak ada kesempatan lagi baginya. Waktunya sudah terlambat.

Menjadi inspirasi bagi saya bahwa mempersiapkan diri untuk menyongsong hari esok di kehidupan kekal, waktunya adalah sekarang, bukan nanti. Kisah orang kaya dan Lazarus ini mengajarkan saya tiga hal penting sebagai bekal langkah saya didunia. Pertama, persiapan bathin untuk menyongsong kematian adalah semasa hidup dan bukan menjelang kematian itu datang. Kedua, melakukan kebaikan kepada sesama, mengambil bagian dalam pelayanan dengan ketulusan dan keiklasan untuk memuliakan Tuhan dengan segala apa yang saya punya, adalah sekarang waktunya bukan nanti, apalagi menjelang kematian. Ketiga, memberitakan kabar sukacita Injil dan percaya pada Injil adalah pada waktu hidup, selagi masih diberi kesempatan.

Sungguh saya selalu bersyukur atas kebaikan Tuhan dalam hidup saya, karena menganugrahkan Roh Kudus untuk berdiam di hati saya, sehingga saya dimampukanNya untuk dapat membagikan berkat yang saya terima kepada orang-orang yang memerlukannya, tanpa mengeluh dan bersungut-sungut. Saya percaya bahwa Tuhan sudah menyiapkan berkat yang berlimpah bagi saya, dan saya tidak akan pernah berkekurangan ketika saya memberi dengan sukacita dan syukur. Inilah iman yang saya hidupi. Saya bukan orang yang berlebih, namun Tuhan memberikan saya kesempatan untuk bisa selalu berbagi berkatNya. Ada dorongan yang kuat dan kepekaan terhadap orang yang membutuhkan pertolongan. Bagi saya berkat tidak hanya secara materi. Namun dengan hal-hal sederhana yang dapat saya lalukan untuk bisa membantu sesama, ini juga wujud berbagi. Setiap hari saya memohon hikmat Tuhan supaya  selalu diberikan kerendahan hati dalam berbagi, sehingga saya dapat memuliakan nama Tuhan dalam kehidupan saya. Diberkati untuk menjadi berkat. Belajar olah batin dalam menyongsong kehidupan kekal yang penuh sukacita bersama Tuhan. Ketika berlimpah, ingat untuk selalu berbagi dengan yang membutuhkan, kita menjadi alat sebagai penyalur berkat-Nya, ketika Tuhan ijinkan berkekurangan, tetaplah bersyukur dan tidak putus pengharapan akan pertolonganNya, karena Tuhan tidak akan pernah membiarkan anak-Nya jatuh tergeletak, Dia akan menopang dan membawanya dalam kemuliaanNya. Bersyukur masih diberi nafas dan waktu, diberi kesempatan untuk meneladani Yesus dalam kerendahan hati, sehingga bisa berbuat kebaikan kepada sesama setiap saat.

Berkah Dalem.

Veronika Yusia Sulistyaningsih

Lingk. St. Markus

Tinggalkan Balasan

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Gambar Twitter

You are commenting using your Twitter account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.