Dari kurang nyaman menjadi mantap
“Sebetulnya, awal saya jadi pemeran rasul karena ditunjuk. Dan saya pikir saya juga belum pantas, karena ada tanggung jawab moral di dalamnya yang harus dilakukan dalam keseharian. Jujur kehidupan rohani saya belum kuat. Juga adanya pendapat bahwa pemeran rasul harus laki-laki membuat saya merasa kurang nyaman saja. Meskipun saya paham bahwa yang dilayani dan dikasihi bukan hanya laki-laki, tapi semua orang.
Benar, pemeran rasul dalam misa hanya visualisasi, tapi saya mulai melihat bahwa itulah contoh yang akan disampaikan Yesus kepada muridNya untuk saling mengasihi dan melayani. Tidak memandang siapa orangnya. Ketika saya tahu dalam rekoleksi itu bahwa tidak ada hukum gereja yang mengatur syarat pemeran rasul harus sudah baptis, katolik, laki-laki, dll., saya koq jadi semakin mantap untuk memerankan rasul.
Rekoleksi ini telah menambah wawasan saya tentang pemeran rasul dan makna visualisasi pembasuhan kaki di Misa Kamis Putih. Lebih dari itu, saya berharap kesempatan ini menjadi berkat buat saya dalam menjalani kehidupan sehari-hari.
Pelayanan sebagai kesaksian
Saya tergerak untuk dapat memberi kesaksian hidup sebagai orang Katolik lewat pelayanan di tengah keluarga, umat dan masyarakat. Terlebih lagi saya selalu berharap untuk bisa menjadi saluran berkat bagi sesama. Saya juga selalu memohon supaya Tuhan berkenan memampukan saya menjadi alat di tangan-Nya untuk membawa orang lain semakin dekat pada Tuhan dan menemukan cinta-Nya.
Terima kasih atas kesempatan untuk menjadi pemeran rasul dan dipersiapkan dengan rekoleksi yang bermanfaat. Selamat merayakan Tri Hari Suci. Berkah Dalem.

Emirita Tri Listyaning, Perawat
Kategori:Kisah Inspiratif