AKTUALIA

Seputar Pemeran Rasul Dalam Misa Kamis Putih (2)

Pada bagian akhir tulisan terdahulu, diajukan pertanyaan: “”Apakah kebijakan pastoral di Paroki St. Yosep tentang pemeran rasul dalam pembasuhan kaki di Misa Kamis Putih dapat dipahami dan diterima umat?””

Tulisan ini menjadi jawaban atas pertanyaan tersebut. Jawaban atas pertanyaan itu dibagi dalam 3 bagian dari tulisan ini.

pembasuhan kaki di Misa Kamis Putih 2017

Pembasuhan kaki di misa Kamis Putih 2017

Perbedaan pendapat umat tentang pemeran rasul

Di tahun 2019 ini muncul suatu fakta menarik terjadinya diskusi seputar pemeran rasul. dalam misa Kamis Putih yang akan dirayakan dalam Pekan Suci 2019. Kali ini baru terungkap dengan jelas adanya berbagai pandangan yang berbeda dalam umat Paroki St. Yosep tentang pemeran rasul.

Hal tersebut nampak dalam diskusi di salah satu grup whatsapp “Info Staling & Kategorial” di paroki St Yosep dan hasil dari kuesioner para calon pemeran rasul. Perbedaan pendapat yang menimbulkan diskusi terbuka di  grup WA itu menarik untuk disimak. Setelah beberapa hari berlangsung proses penjaringan calon pemeran rasul di grup WA itu, akhirnya pada hari Selasa 9 April 2019 terjadi diskusi hangat tentang perempuan sebagai pemeran rasul dalam pembasuhan kaki di misa Kamis Putih. Singkatnya, pesan yang muncul dalam diskusi itu bisa dipilah menjadi 3 macam pendapat: setuju, tidak setuju, dan netral (tidak menyatakan pendapat setuju / tidak setuju).

Kamis Putih

Pembasuhan kaki dalam Misa Kamis Putih di Gereja St. Yosep Purwokerto 2017

Pendapat yang setuju dilandaskan pada beberapa alasan:

  1. Tindakan Paus Fransiskus yang beberapa kali membasuh kaki perempuan, bahkan non-katolik. Beberapa foto dan artikel di media internet tentang pembasuhan kaki oleh Paus Fransiskus itu dikirim ke wa grup tersebut.
  2. Praktek pembasuhan kaki dalam misa Kamis Putih di Paroki St. Yosep sejak 2016 tidak hanya diperankan oleh laki-laki dewasa, tetapi juga perempuan dewasa dan anak-anak.
  3. Ada pula pendapat yang mengajak untuk melihat secara lebih luas tindakan Yesus membasuh kaki 12 rasul yang semuanya laki-laki itu. “Mari kita lihat yang lebih luas lagi, yaitu spirit moralitas untuk melayani dan kerendahan hati. AKU DATANG UNTUK MELAYANI BUKAN UNTUK DILAYANI tanpa membedakan gender dan status masyarakat.”

kerendahan hati.jpgPendapat yang tidak setuju terhadap pemeran rasulnya perempuan didasari beberapa alasan pula:

  1. Mengacu pada tindakan Yesus yang membasuh kaki para rasul / murid-Nya yang semuanya laki-laki (lih. Yohanes 13: 1-17). Rasanya lebih sreg (nyaman atau enak di hati) bila pembasuhan kaki pada Misa Kamis Putih persis mengikuti tindakan Yesus kepada para muridNya itu.
  2. Tradisi yang telah sekian lama dipraktekkan dalam ritus pembasuhan kaki di litrugi gereja, termasuk di paroki St. Yosep (semua pemeran rasulnya laki-laki) bisa jadi membuat umat belum sepenuhnya dapat menerima perubahan dengan hadirnya perempuan kurang / tidak dapat diterima oleh sebagian umat.
  3. Tidak sembarang orang (misalnya tahanan, perempuan, non-katolik) dapat berlaku sebagai rasul.

Seminar Katolisitas 28 April 2019Kelompok ketiga adalah pendapat yang netral karena tidak menyatakan setuju atau tidak setuju tentang perempuan sebagai pemeran rasul. Pesan yang dikirim di grup WA itu berupa tautan artikel di media online dan informasi keputusan rapat panitia Paskah (yang dihadiri Romo dan beberapa anggota DPP Harian) tentang poin itu. Pesan lain menyatakan keheranan mengapa tahun sebelumnya hal ini tidak dipertanyakan tetapi tahun ini dipertanyakan. Ada pula pesan berupa pendapat tentang diskusi itu sebagai suatu proses pemberdayaan umat. Dan yang terakhir, pendapat yang memberikan solusi untuk mendapatkan pemahaman lebih tepat terkait topik perempuan sebagai pemeran rasul dalam pembasuhan kaki di misa Kamis Putih.

Tentu ada banyak keterbatasan dari diskusi di media whatsapp karena hanya melalui teks, foto atau video dan kurang interaktif (sekalipun dapat dioptimalkan dengan video call simultan / serentak namun pesertanya terbatas). Dapat pula terjadi bias penafsiran dan terbatasnya proses klarifikasi. Diskusi terbatas itu menyingkapkan fakta adanya perbedaan pendapat tentang pemeran rasul pada Misa Kamis Putih. Tentu fakta ini perlu ditanggapi serius sebagai upaya untuk memperdalam pemahaman iman, pengungkapan iman dalam perayaan liturgi serta penghayatannya dalam kehidupan sehari-hari.

Tanggapan serius

Tanggapan serius itu diberikan oleh RD. Valentinus Sumanto Winata (Romo Paroki St. Yosep) dengan mengirimkan pesan di grup WA tersebut:

“Kamis Putih secara khusus mengenang malam perjamuan terakhir Yesus bersama dua belas muridnya. Yang disertai dengan membasuh kaki para murid sebagai simbol pelayanan tulus dari seorang pemimpin.
Tradisi ini terus dipertahankan Gereja katolik dan masih terus ada di setiap perayaan Kamis Putih.

Makna pembasuhan kaki di hari Kamis Putih antara lain untuk menyatakan bahwa kita diajak meneladan Kristus yang melayani sesama dengan rendah hati dan penuh cinta kasih. Semua ini untuk memberikan pelajaran keteladanan mengenai penghormatan.

Makna lain tindakan Yesus membasuh kaki muridNya adalah tindakan simbolis yang menyimbolkan penyerahan diri, pembersihan, pengampunan, pembaharuan, kerendahan hati, dan keinginan untuk menjadi hamba yang mau melayani. Termasuk orang yang hina sekalipun.

Pada hari Kamis Putih 2016 lalu, Paus Fransiskus melakukan ritual mencium dan membasuh kaki para migran Muslim, Hindu, Katolik dan Kristen. Alasan dasarnya sebagai bentuk solidaritas Yesus di tengah sentimen anti-migran untuk meningkatkan tali persaudaraan pasca-serangan bom di Brussel, Belgia.

Untuk Gereja Sanyos tahun ini, kita mau mensyukuri peran Gereja di tengah masyarakat dengan berbagai macam profesi mereka. Terlebih ternyata meski sering dibilang “minoritas” ada bny umat katolik yg punya peran dan bisa menjadi berkat bagi sesama. Secara khusus pemeran para rasul tahun ini kita memilih beberapa umat ( bisa laki laki dan perempuan ) yang berprofesi sbg misalnya: pendidik, tenaga kesehatan, petani, pengusaha dan pelayan masyarakat umum lainnya.
Semangat atau motivasi pemilihan pemeran rasul tahun ini mau kita selaraskan dengan tema besar perayaan pekan suci kita yaitu Gereja menjadi berkat bagi sesama. Dan soal pemilihan pemeran rasul memang tidak ada aturan baku harus laki laki, pemilihan bisa berdasarkan kebijakan pastoral Gereja setempat. Bahkan th 2016 Paus membasuh para tahanan dan tidak semua beragama katolik dengan alasan dasar spt yg di atas sudah dijelaskan.
Demikian sekedar pencerahan semoga ini bisa menjadi bahan pembelajaran bagi kita dalam beriman dan berliturgi. Sehingga kita tidak jatuh pada masalah boleh atau tidak boleh namun kita tahu makna di balik pilihan tindakan kita.
Terima kasih dan maaf kalau tulisannya puaanjaaaang bgt, semoga bisa mencerahkan.”

Screenshot WA Grup.png

Screenshoot grup WA Info Stalingkat

Beberapa pesan dari umat mengapreasiasi penjelasan dari Moman itu dan mengalami dicerahkan. Setelah dicerahkan umat kembali melanjutkan aktivitasnya karena saat itu jam kerja. “… Terima kasih pencerahannya romo. berkah dalem. Lanjut ngopi maning” diikuti gambar segelas kopi hitam. Diskusi  tentang topik tersebut sementara berakhir.

Refleksi

Ada beberapa hal penting yang dapat direfleksikan dari diiskusi di grup WA tersebut:

  1. Umat semakin berani mengungkapkan pendapat dan disertai argumen atau alasan yang mendasarinya. Iklim keterbukaan dan dialog yang mencerahkan mulai terbangun. Sikap apresiatif dan tidak saling menghakimi menjadi iklim yang kondusif pula untuk pertumbuhan iman.
  2. Ada kerinduan umat untuk mendapatkan pemahaman yang lebih mendalam tentang suatu ajaran iman, praktek liturgi, aturan dalam gereja Katolik, dll. Sumber-sumber pemahaman mulai dicari dan digunakan.
  3. Dinamika umat yang berproses untuk semakin dewasa dalam iman makin jelas terlihat.. Menjadi orang Katolik bukan sekedar mengikuti ritual dan ajaran tanpa bersikap kritis. Ada upaya untuk menghidupi ketiga dimensi iman, yakni pemahaman, pengungkapan (dalam perayaan: doa, nyanyian, musik, simbol, gerak, dll) dan penghayatan (perwujudan dalam sikap dan perbuatan sehari-hari)-hari). Ketiganya perlu dikembangkan agar iman kekatolikan dapat dihidupi secara utuh / penuh. Iman menjadi tidak mati,  Umat juga terhindar dari sikap beriman secara buta, beriman setengah-setengah (suam-suam kuku), atau kemungkinan lain menjadi fanatik, radikal dan fundamental dalam arti negatif.
  4. Penyebab utama perbedaan pendapat tentang pemeran rasul dalam misa Kamis Putih adalah kurang memadainya penjelasan tentang kebijakan tersebut kepada umat dan mereka yang dipilih untuk menjadi pemeran rasul / murid dalam misa Kamis Putih.
  5. Tetap ada kesetiaan dan ketaatan pada hirarki gereja sebagai otoritas yang mendapat kuasa dari Allah berkat rahmat tahbisan. Kuasa itu untuk menjalankan tugas sebagai imam (menguduskan), nabi (mewartakan / mengajar) dan raja (memimpin, menggembalakan) gereja, umat Allah. Otoritas itu digunakan untuk menetapkan suatu kebijakan pastoral yang matang sesuai pedoman yang berlaku dalam gereja. Kebijakan pastoral yang disesuaikan dengan kondisi hic et nunc (di sini dan kini)  dapat memberi jawaban bagi kebutuhan dan harapan umat.

Selain di grup WA, tanggapan serius juga dilakukan oleh Ketua Bidang Liturgi DPP Sanyos dengan membuat kuesioner bagi para calon pemeran rasul. Apa hasilnya? Temukan dalam artikel selanjutnya.

bersambung …..

 

Tinggalkan Balasan

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.