Kisah Inspiratif

Kisah Di Balik Penggantian Papan Nama Gereja Stasi Sokaraja

Suatu malam, awal Mei di perempatan masjid kompleks tempat tinggal saya, seorang ibu berdiri seakan sedang ada yang ditunggu. Saat itu saya baru pulang dari doa rosario lingkungan dan ibu ini tadi juga ada di sana. Begitu sudah dekat saya menyapa, saya tanyakan ibu sedang menunggu siapa. Dan sebuah jawaban di luar perkiraan ternyata ibu tersebut sedang menunggu saya. Dia meminta waktu sebentar untuk menyampaikan sesuatu. Saya menyanggupi dan dalam perjalanan yang tinggal 50 meter sampai ke rumahnya, saya mencoba menebak-nebak ada apakah gerangan? Sebagai ketua lingkungan yang masih baru dan muda terkadang membuat saya jadi “parno” curiga atau takut yang berlebihan.

Kondisi papan nama Gereja Stasi sebelum diganti.jpeg

Kondisi papan nama Gereja Stasi sebelum diganti

Setelah mempersilakan saya duduk, ibu tadi menyalakan kipas angin karena memang udara saat itu sangat gerah. Ibu ini mengambil duduk di depan saya, ia membuka pembicaraan dengan berbasa-basi sebentar, kemudian menyampaikan keprihatinannya melihat papan nama gereja stasi Sokaraja yang sudah rusak dan tidak layak lagi untuk dipajang. Sang ibu mengutarakan niatnya untuk membantu mengganti papan nama tersebut. Wow, sekali lagi ini di luar perkiraan saya yang sok kepo. Siap Bu, malam ini juga saya akan melaporkannya ke rumah ketua dewan stasi. Takut niat baik kalau ditunda-tunda nanti “menguap” alias berhenti sampai di niat.

Dengan berbekal mandat dari ketua dewan untuk menindak lanjuti niat mulia ibu tadi, saya segera melakukan survei di tiga advertising pembuat papan nama atau huruf timbul. Ketiganya dapat saya pastikan sudah profesional di bidangnya. Saya minta untuk dibuatkan penawaran harga dengan bahan dari stainless, aklirik dan galvalum. Di salah satu tempat saya mendapatkan harga yang cukup “miring”, karena advertising ini memang memberikan harga khusus untuk pembuatan tulisan tempat ibadah. Bahkan untuk gereja sekalipun, meskipun notabene berbeda keyakinan dengan mereka. “Mencari berkah dan saudara mas…”. Luar biasa semoga ini menjadi alasan yang tulus dari dalam hati bukan sekedar lips service seorang marketing. Mendengarnya saja seperti mendapatkan oase di tengah kehidupan berbangsa yang saat ini sarat dengan politik identitas.

Minggu 12 Mei 2019 diputuskan dalam rapat dewan stasi untuk tulisan nama gereja menggunakan bahan dari galvalum. Dengan pertimbangan kalau bahan dari stainless selain mahal juga kurang kontrasnya dengan batu alam yang menjadi dasarnya, sehingga ditakutkan menjadi tidak jelas. Sedangkan bahan dari aklirik dengan diberi lampu kesannya menjadi terlalu meriah seperti sebuah nama toko modern.

Dengan bahan galvalum dan huruf polos tegak, mengambarkan rasional, sederhana dan tegas. Selain tentu saja mudah dibaca sebagai sebuah identitas nama suatu tempat.

Proses pembuatan papan nama Gereja Stasi Sokaraja

Tahap pembuatan papan nama: survei, desain, fabrikasi, painting, assembling, finishing.

Hal ini kemudian saya komunikasikan dengan ibu yang akan memberikan donasi. Walaupun sudah mendapat harga khusus namun nominalnya lumayan juga. Dan ternyata beliau ini siap mengganti semua biayanya. Alhamdulillah wasyukurillah.

Pengerjaan pun dimulai. Perkembangannya diinfokan ke saya secara rutin. Dan di kesempatan lain saya sempatkan menengok di bengkel kerja mereka. Pada tanggal 2 Juni saya dikabari bahwa proses pembuatan huruf sudah selesai. Rencananya besok siang mereka mulai memasang di gereja. Posisi saya sendiri sudah mudik di Klaten. Namun hal ini tidak menjadi hambatan karena koordinasi tetap bisa berjalan dengan baik menggunakan whatsapp.

Senin, 3 Juni 2019 sekitar pukul 14.00 WIB dimulailah proses pemasangan. Saat setting posisi tulisan saya dikirim fotonya. Saya hanya meminta jarak barisnya sedikit dilebarkan lagi agar tidak terkesan “mengumpul” atau “sumpek”. Setelah ok, mereka mulai memasang huruf demi huruf. Saya terus memantau dari jauh, saya menekankan untuk menjaga kualitas, huruf harus tegak lurus dan rapi. Ini penting supaya kerja mereka tidak sia-sia karena harus diulang lagi.

Menjelang malam beberapa pengurus stasi datang ke gereja. Bapak Legiman datang dengan membawa nasi goreng, kopi dan rokok. Kemudian Bp. Pomo dan Bp. Dwi Pindarto menemani dan ikut mengawasi sampai selesai. Wibisono koster stasi pun terlihat ikut serta membantu. Kehadiran dan perhatian yang membawa semangat dalam kebersamaan. Sepi ing pamrih rame ing gawe. Tidak mengharapkan imbalan atau pujian namun mau terlibat.

Kondisi sebelum dan sesudah pemasangan nama gereja

Kondisi papan nama sebelum dan sesudah diganti

Tepat pukul 23.58 WIB atau tinggal dua menit lagi tengah malam, pak Dwi menginformasikan di grup WA pengurus DPS bahwa pemasangan tulisan nama gereja sudah selesai. Beberapa saat kemudian, saya juga mendapatkan laporan yang sama dari teman-teman yang memasang lengkap disertai dengan foto-foto nya.

Kisah di balik tulisan baru ini menjadi istimewa bagi saya. Ketika ada seorang ibu yang memperhatikan kondisi gereja dan tergerak untuk membantu, ada “saudara lain” yang memberikan keringanan biaya dan ada pengurus gereja yang “menemani” meskipun sebenarnya pekerjaan tersebut sudah diborongkan. Di sini terlihat sebuah bingkai kehidupan yang indah. Dibutuhkan hati yang penuh kepedulian dan keiklasan untuk mengerakkannya. Semoga semakin banyak di antara kita yang tergerak, untuk menjadikan kehidupan ini semakin indah dan bermakna. Berkah Dalem.

Penulis:

Marcellinus Beny Santoso

Marcellinus Beny Santoso, Ketua Ling. St. Yohanes Paulus II

 

2 replies »

  1. Puji Tuhan dan selamat kepada DPS Sokaraja dan segenap umatnya atas pemasangan papan nama yang baru…semoga semakin menambah semangat keguyuban dalam persekutuan dan pelayanan

    Disukai oleh 1 orang

Tinggalkan komentar

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.