Hari Prapaskah V (26 Maret 2023)
Yeh. 37:12-14; Mzm. 130:1-2,3-4b,4c-6,7-8; Rm. 8:8-11; Yoh. 11:1-45 (panjang) atau Yoh. 11:3-7,17,20-27,33b-45 (singkat).
DITERBITKAN OLEH TIM KERJA KITAB SUCI – DPP. SANTO YOSEP PURWOKERTO
Dalam kelemahan manusia, kemuliaan Allah nyata terasa
“Penyakit itu tidak akan membawa kematian, tetapi akan menyatakan kemuliaan Allah, sebab oleh penyakit itu Anak Allah akan dimuliakan.” (Yoh 11:4)
Bapak-Ibu, Saudara-saudari sahabat Yesus terkasih.

Mengalami/mendapatkan peristiwa atau kejadian yang kurang enak tentu akan menimbulkan perasaan khawatir, cemas dan lain sebagainya. Masih ingat pada saat kita mengikuti kemah Pramuka, pada saat sekolah dulu? Bagi yang pernah mengalami tentu tidak asing dengan kegiatan jerit malam. Dalam kegiatan ini peserta dibentuk dalam beberapa kelompok. Semua kelompok akan mengikuti di jalur tertentu. Yang menjadikan tidak nyaman dalam kegiatan ini adalah mata semua anggota kelompok ditutup dengan kain. Hanya satu pemandu yang matanya tidak ditutup dan tetap terbuka. Setiap kelompok semua anggota salin bergandengan atau di suruh pegang tongkat antar anggota. Satu pemandu yang terbuka matanya yang membimbing melewati jalur/jalan yang sudah ditentukan tersebut. Bisa kita bayangkan perasaan yang dialami oleh anggota kelompok yang matanya tertutup. Rasa cemas, khawatir, was-was, takut, dll., namun dituntut harus percaya pada satu orang yang membimbing semua anggota itu.
Sahabat Yesus yg terkasih.
Peristiwa semacam itu juga terjadi pada iman sebuah keluarga pada 2000 tahun yang lalu yaitu keluarga Lazarus, di mana Lazarus awalnya sakit sampai akhirnya mati. Kesedihan atas sakit dan meninggalnya Lazarus dialami oleh kedua saudarinya yaitu Maria dan Marta (ayat 1).
Dari peristiwa pada perikop Injil hari ini, ada beberapa point’ penting yang dapat saya renungkan dan refleksikan hikmahnya :
Pertama, kejadian yang tidak mengenakkan membuat hati khawatir, kecewa, sedih, dll. Namun apakah kita mesti hanyut bergelut dengan perasaan-perasaan itu. Buah dari pertobatan Maria, membuat Maria dan keluarganya dekat dengan Yesus dan sangat dikasihi Yesus (ayat 3). Keluarga ini berkirim kabar pada Yesus. Relevansinya apa pada diri kita sekarang ini?
Manusia penuh dengan kelemahan. Dalam kondisi kita sedang kalut, cemas, khawatir ingatlah pada Tuhan. Berdoalah, datanglah, berkomunikasilah dengan Tuhan. Melalui doa, ceritakan semua itu pada Tuhan. Tuhan pasti berikan jawaban melalui kasih-Nya.
Kedua, kadang dalam doa-doa yang kita panjatkan, jawaban Tuhan tidak langsung terjadi. Kita manusia dipersilakan untuk bergelut dan merenungi serta berharap penuh kepada Tuhan. Bukan Tuhan membiarkan kita menanggung semua itu sendiri. Namun kita manusia diminta Tuhan untuk taat, setia dan selalu penuh harap pada Tuhan (ayat 4-7,15,21-25). Bahkan dalam ayat 25 itulah jawaban Tuhan “Akulah kebangkitan dan hidup, barangsiapa percaya jepadaKu, ia akan hidup walau sudah mati “.
Sahabat Yesus yang terkasih, point kedua ini mengharap kita untuk selalu percaya dan berharap pada Tuhan. Waktu Tuhan berbeda dengan waktu kita, Dia menyiapkan hati kita untuk melihat kemuliaan-Nya.
Ketiga, bahwa lewat peristiwa yang kurang baik yang kita alami dan melalui pertobatan, maka peristiwa itu juga membuat orang lain melihat dan juga merasakan. Kita berikan buah-buah pertobatan itu bagi sesama di dalam keluarga, lingkup kerja, lingkungan dan di manapun juga. Karena melalui peristiwa yang awalnya menyakitkan, menyedihkan, belas kasih-Nya ditunjukkan dan kita dapat melihat Kemuliaan Tuhan (ayat 34-45).
Keempat, peristiwa Lazarus dibangkitkan pada hari keempat, juga dialami oleh Yesus lewat kemuliaanNya yang bangkit pada hari ketiga. Artinya Yesus mau memperlihatkan bahwa sebagai manusia juga mengalami penderitaan, wafat serta bangkit. Maka dalam kehidupan kita dalam kondisi apapun yang kita alami, seberat apapun yang kita pikul, itu semua untuk membuktikan bahwa “KEMULIAN TUHAN NYATA dan TERASA”.
Pertanyaannya sekarang adalah “Apakah kita mau dan datang kepada Tuhan dengan membawa kepedihan? Dan bersama Tuhan kita akan membuka, ‘ngonceki’, ‘ngudari’ masalah itu dengan cara Tuhan.
Sahabat Yesus yang terkasih.
Dalam refleksi saya ini, saya jadi teringat peristiwa yang saya alami beberapa hari yang lalu. Saya berangkat bersepeda pagi jam 05.30. Saya siap kan semua itu, namun saya lupa tidak bawa kunci rumah dan istri saya sedang ke pasar. Jam 07.30 saya pulang, karena saya tidak bawa kunci otomatis saya tidak bisa masuk rumah. Padahal saya mau melakukan kegiatan lain. Akhirnya saya tanya pada tetangga apakah dititipi kunci rumah? Ternyata tidak. Maka saya mesti menunggu satu jam lebih. Peristiwa ini membuat hati saya “mati”. Saya jauh dari kasih, yang saya alami adalah jengkel, marah, dan pada saat istri pulang yang ada … (bisa ditebak ?). Ya betul, saya marah pada istri saya, jengkel, yang keluar dari mulut ini adalah kata-kata yang tidak layak dan tak pantas. Dalam keadaan seperti ini, apakah saya merasakan kemuliaan Tuhan? Tidak. Bahkan saya jauh dari Tuhan. Peristiwa itu terjadi selama 2 jam. Akhirnya saya menyadari bahwa saya telah menyakitkan Tuhan untuk kedua kali lewat sikap saya yang saya tujukan pada istri.
Saya berdamai dengan istri saya, saya minta maaf dan saya mohon ampun pada Tuhan. Saya telah memasukan dan mengunci rapat Tuhan dalam hati saya pada saat saya sedang mengalami kemarahan. Dan benar sekali lewat kelemahan manusia, Kemuliaan Tuhan akan sangat terasa. Yang paling utama tetap datang pada Tuhan dan berkomunikasi pribadi dengan-Nya .
Semoga belas kasih dan Kemuliaan Tuhan selalu kita rasakan dan juga kita wartakan. Amin
Berkah Dalem
Yoh. Paulus Suwasno
Lingk. St. Agustinus
Kategori:RENUNGAN, Renungan Minggu