Hari Minggu Biasa XVIII (31 Juli 2022)
Pkh. 1:2; 2:21-23; Mzm. 90:3-4,5-6,12-13,14,17; Kol. 3:1-5.9-11; Luk. 12:13-21.
DITERBITKAN OLEH TIM KERJA KITAB SUCI – DPP. SANTO YOSEP PURWOKERTO
“Tetapi firman Allah kepadanya: Hai engkau orang bodoh, pada malam ini juga jiwamu akan diambil dari padamu, dan apa yang telah kausediakan, untuk siapakah itu nanti? Demikianlah jadinya dengan orang yang mengumpulkan harta bagi dirinya sendiri, jikalau ia tidak kaya di hadapan Allah.” (Luk 12:20-21)
Bapak-Ibu, Saudara saudari yang terkasih dalam Kristus.

Bacaan Injil yang kita dengar minggu ini bercerita tentang orang kaya yang bodoh. Bacaan mengisahkan tentang seseorang yang menyela Yesus saat mengajar tentang hal permintaan untuk menyelesaikan pembagian warisan. “Seseorang dari orang banyak itu berkata kepada Yesus. “ Guru, katakanlah kepada saudaraku supaya ia berbagi warisan dengan aku.” (Luk 12:13) Permintaan ini mengisyaratkan akan tindakan yang sebenarnya menjadi teguran Yesus terhadap sikap ketamakan, karena mendorong orang merasa bahwa harta adalah segalanya.
Yesus menjadikan kesempatan ini untuk menceritakan kepada kita perumpamaan kelekatan harta atau kekayaan. Yesus mau mengajarkan pada kita bahwa hidup jauh lebih berarti daripada segala harta dan kekayaan yang kita dimiliki. Manusia tidak bisa hanya menggantungkan pada harta, melainkan hanya pada Allah. Orang yang menggantungkan hidupnya pada hartanya adalah orang bodoh, karena di tengah bergelimpangan hartanya , ia justru kehilangan kepekaan hidupnya pada orang-orang disekitarnya.
Orang yang dengan banyak harta mengira bahwa ia bisa mengendalikan hidupnya, bahkan menimbun begitu banyak hanya untuk memuaskan diri sendiri sampai tidak cukup ruangan untuk menimbunnya. “Ia bertanya dalam hatinya : apakah yang harus aku perbuat, sebab aku tidak mempunyai tempat di mana aku dapat menyimpan hasil tanahku.” (Luk 12:17) Tindakan ini justru menampakkan betapa miskinnya ia di hadapan Allah. Tidak ada ruang dalam hati dan pikirannya untuk berbagi kepada orang lain atas banyaknya harta yang ia punyai.
Bapak-Ibu, Saudara saudari yang terkasih dalam Kristus
Pesan penting dari bacaan ini adalah orang harus kaya di hadapan Allah, caranya adalah dengan tidak menganggap bahwa harta bukan segala-galanya. Kita diajak untuk beralih dari mengejar berkat menjadi berfokus pada sumber berkat itu sendiri. Mengandalkan pada sumber berkat jauh lebih berarti karena kita bisa merasakan syukur dan menyalurkan berkat buat orang-orang di sekitar kita karena saluran berkat dari si sumber berkat, yaitu Allah sendiri. Harta bisa lenyap sekejap, tetapi sikap hidup yang mengandalkan pada sumber berkat yaitu Allah sendiri akan tetap abadi dan menjadi berkat untuk kita sendiri dan berkat buat orang lain. Dan Harta surgawi ini tak akan lenyap dari kita.
Mengandalkan hidup dan berpaut pada Sang Sumber Berkat akan memampukan setiap kita untuk selalu memperbaharui hidup kita menjadi yang lebih utama yaitu mengarahkan hidup kita pada-NYA, supaya menjadi berkat dan terberkati.
Berkah dalem Gusti.
Chatarina Endang Muriatin
Lingk. St. Lusia
Kategori:RENUNGAN, Renungan Minggu