AKTUALIA

Dinamika APP Sanyos 2022

Dinamika APP Sanyos Menjadi Titik Kebangkitan Pasca Pandemi Menuju Gereja Yang Sinodal

Dinamika Paska Pandemi

Seiring berjalannya waktu, pandemi corona virus mengalami penurunan baik dalam hal penyebarannya maupun kasus orang yang terjangkit. Hal ini patut kita syukuri bersama, dimana pandemi ini sudah berlangsung selama 2 tahun lebih. Waktu yang cukup panjang. Umat sudah sangat rindu dengan ekaristi dan kegiatan-kegiatan gereja lainnya.

Paroki Sanyos (Santo Yosep Purwokerto) menyambut kerinduan umat ini dengan menambah kuota dalam merayakan ekaristi. Paroki juga menyiapkan berbagai kegiatan APP dan mengawalinya dengan Pembekalan Materi APP baik untuk dewasa, OMK dan PIA-PIR pada bulan Februari tanggal 20 yang lalu. Antusias sangat baik. Hari Selasa dalam setiap minggunya dipilih Paroki Sanyos menjadi hari pendalaman iman atau yang sekarang lebih dikenal dengan istilah Percakapan Rohani.  Kegiatan ini diselenggarakan secara online, baik melalui youtube maupun zoom. Penyelenggara dari Tim Katakese dan Tim Multimedia – Komsos Paroki Santo Yosep Purwokerto. Umat yang terlibat cukup banyak., melalui youtube diikuti 181-430 umat. Sedangkan melalui zoom berkisar 80-150 orang. Selain itu umat juga dengan kreativitasnya, menyelenggarakan percakapan rohani di lingkungan masing-masing baik secara online maupun offline. Sungguh merupakan fenomena yang baik, muncul keberanian dari umat untuk menjawab kerinduan dalam kehidupan menggereja, berkumpul dan sharing bersama dengan tetap memperhatikan protokol kesehatan. Tidak salah kiranya menyebut dinamika APP ini menjadi titik kebangkitan umat Sanyos untuk berjalan bersama dalam menghidupi imannya.

Percakapan Rohani (searah jarum jam) di lingkungan St. Maria, St. Yosep,  St. Paulus, dan St. Immaculata
Percakapan Rohani dengan media zoom yang difasilitasi oleh paroki

Paroki Sanyos sebagai Gereja yang Sinodal

Dalam suatu kesempatan Romo Paroki Santo Yosep Purwokerto menjelaskan apa itu “gereja yang sinodal”. Berdasarkan asal katanya, “sinode” berasal dari 2 kata Yunani syn (=bersama) dan hodos (=berjalan). Maka Sinode berarti “berjalan bersama”.

Sinode menjadi undangan untuk berjalan bersama dengan saling mendengarkan, berdialog, melakukan discermen atau maneges bersama, dll. Dengan cara berjalan bersama ini Gereja akan dapat setia melaksanakan misi yang dipercayakan kepadanya. Maka persekutuan umat beriman diundang untuk berpartisipasi menjalankan misi atau perutusan.

Semua anggota Gereja, baik klerus (tertahbis), anggota hidup bakti (religius dan sekular) maupun awam, yang tersebar dalam berbagai kelompok (lingkungan, wilayah, paroki, dekenat, kelompok persaudaraan dan paguyuban, komunitas hidup bhakti, dll) diundang untuk saling berbagi dan mendengarkan kisah pengalaman iman agar dapat mendengar bisikan Roh Kudus, hingga dapat bersama-sama melaksanakan misi atau perutusan di dunia ini dengan lebih baik.

Sinodalitas Gereja begitu ditekankan karena hal itu merupakan “ modus vivendi (cara hidup) dan modus operandi (cara bertindak)” khusus Gereja .

Dalam dan melalui kebersamaan ini umat Allah mewujudkan diri sebagai persekutuan (communio) yang berjalan bersama, berkumpul, dan mengambil bagian (participatio) secara aktif dalam melaksanakan misi atau perutusan (missio).

Mengintip Sejarah dan Semangat Dasar APP

Program APP dikembangkan sejak tahun 1950-an. APP menjadi kekhasan Gereja Katolik di Indonesia. Sekitar tahun 1969, Vikaris Jenderal Keuskupan Agung Semarang (Vikjen KAS) Romo C. Carri SJ menggulirkan gagasan aksi puasa di KAS. Gagasan ini sebetulnya juga sudah diusulkan oleh Kardinal Justinus Darmojuwono (1914-1994), yang kala itu menjabat sebagai Uskup Agung Semarang sekaligus Ketua PWI Sosial Majelis Waligereja Indonesia (MAWI). PWI Sosial MAWI tersebut sekarang bernama Komisi Pengembangan Sosial Ekonomi Konferensi Waligereja Indonesia (Komisi PSE KWI). (Hidup Katolik.com ~ 23 Nov 2017)

Gayung pun bersambut . Tahun 1970 gagasan yang sudah dilempar oleh Romo Carri ditangkap oleh Romo Gregorius Utomo Pr selaku Delegatus Sosial (Delsos) KAS kala itu. Hal itu menjadi konsen para pelayan pastoral bidang sosial ekonomi, yang pada saat itu sedang hangat membicarakan tentang Ensiklik Populorum Progressio (PP). Ensiklik itu merupakan salah satu warisan Ajaran Sosial Gereja dari Bapa Suci Paulus VI (1963-1978) yang diterbitkan dua tahun sebelumnya, tepatnya pada 26 Maret 1967. Ensiklik itu mengatakan,” Nama baru bagi perdamaian adalah pembangunan.”

Proyek Percontohan APP

Sebenarnya, gagasan Aksi Puasa sudah sempat muncul dua dekade sebelumnya, sekitar tahun 1950. Pada waktu itu, Sekretaris PWI Sosial MAWI, Romo Johanes Baptista Dijkstra SJ (1911-2003) telah menanggapi ASG dalam karya kerasulannya. Dijkstra dengan pelbagai upaya telah berusaha memberi warna tersendiri terhadap gerakan pemberdayaan ekonomi masyarakat Indonesia. Misionaris Jesuit kelahiran Amsterdam, Belanda, 26 Oktober 1911 ini telah berkiprah dengan ikut membidani lahirnya kelompok Pilot Project  Aksi Puasa Pembangunan (APP). Aksi kelompok umat Katolik ini sangat sederhana. Mereka dengan sukarela menyisihkan sebagian uangnya untuk solidaritas bagi sesama yang membutuhkan pada Masa Prapaskah.

Tahun 1954, seusai Kongres Umat Katolik Seluruh Indonesia (KUKSI) dengan bantuan teman-temannya –salah satunya adalah Romo Josephus Gerardus Beek SJ (1917-1983)– Romo Dijkstra membentuk gerakan yang tidak beraviliasi pada Gereja Katolik, tetapi bersifat umum yang dinamakan Gerakan Pancasila. Gerakan Pancasila inilah yang menjadi cikal bakal lahirnya Ikatan Buruh Pancasila (IBP), Ikatan Petani Pancasila (IPP), Ikatan Para Medis Pancasila (IPMPS) dan Ikatan Usahawan Pancasila (IUI). Namun, Pilot Project  APP ternyata masih bergaung dan dikontekstualisasikan secara kreatif oleh Romo Carri bersama Romo Utomo. Menurut pemikiran Romo Carri, umat Katolik perlu menjalankan Aksi Puasa untuk menjembatani jurang antara kaya dan miskin dengan berpedoman pada Ensiklik Populorum Progressio dari Paus Paulus VI.

Kontekstualisasi kegiatan Masa Prapaskah tersebut akhirnya menelorkan Aksi Puasa, yang dimulai pertama kali pada Masa Prapaskah tahun 1970. Aksi Puasa ini ditetap menjadi kegiatan selama Masa Prapaskah dalam Sidang Pleno PWI Sosial MAWI di Purworejo, Jawa Tengah, pada 1970. Dalam Sidang Pleno tersebut, para peserta juga menyusun suatu Pedoman Aksi Puasa, yang kemudian disahkan oleh para Uskup dalam Sidang Tahunan MAWI pada November 1970.

Seiring waktu bergulir, dalam Sidang Pleno PWI Sosial MAWI di Pacet, Jawa Timur pada September 1972, istilah “Aksi Puasa” dibakukan menjadi “Aksi Puasa Pembangunan” (APP), seperti yang kita kenal sekarang. (Hidup Katolik.com ~ 23 Nov 2017)

Terimakasih – Berkah Dalem

Baptista Varani

Tinggalkan Balasan

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.