Hari Minggu Biasa XXI (22 Agustus 2021)
Yos. 24:1-2a,15-17,18b; Mzm. 34:2-3,16-17,18-19,20-21,22-23; Ef. 5:21-32; Yoh. 6:60-69
DITERBITKAN OLEH TIM KERJA KITAB SUCI – DPP. SANTO YOSEP PURWOKERTO
“Tuhan, kepada siapakah kami akan pergi? Perkataan-Mu adalah perkataan hidup yang kekal; dan kami telah percaya dan tahu, bahwa Engkau adalah Yang Kudus dari Allah.” (Yoh 6:68-69)
Bapak/Ibu, Saudara/I terkasih.

Akhir-akhir ini hati dan pikiran kita sering dibuat gelisah, was-was bahkan cemas. Pandemi corona yang beberapa bulan yang lalu sudah melandai, kini naik lagi. Bahkan penyebarannya dan juga korbannya melebihi awal pandemi tahun lalu. Virus Covid-19 telah bermutasi ke varian yang baru, yakni jenis Delta. Dan varian ini lebih mudah menyebar dan tidak sedikit yang terpapar akhirnya harus berguguran atau meninggal. Pada saat situasi normal dalam sehari belum tentu kita mendengar bunyi sirene ambulan yang lewat di jalan raya, sekarang bisa sepuluh kali atau bahkan lebih dalam sehari kita mendengarnya. Mobil ambulan ini membawa mereka yang terpapar maupun yang meninggal karena Covid-19. Belum kita juga harus merasakan dampak pandemi yang terjadi dalam kehidupan kita sehari-hari. Untuk mengatasi penyebaran virus Covid-19 pemerintah menerapkan PPKM, sehingga pergerakan masyarakat menjadi sangat terbatas dan tentu saja membawa dampak pada perputaran perekonomian. Bahkan tidak sedikit yang harus kehilangan pekerjaannya atau usahanya terpaksa harus gulung tikar karena sepi.
Situasi yang sulit dan tidak menentu ini mengingatkan kita akan pengajaran Yesus. Kalau dulu Yesus menanyakan kepada murid-murid-Nya, “Adakah perkataan itu menggoncangkan imanmu? (Yoh 6:61) Sekarang kitapun seperti ditanya oleh Yesus, “Adakah kejadian itu menggoncangkan imanmu? Bukan hanya dalam masa pandemi virus corona saat ini, namun pertanyaan itu bisa juga kita tanyakan dalam kehidupan sehari-hari khususnya ketika kita berada dalam situasi atau keadaan yang sulit, terpuruk, kesedihan yang berkepanjangan atau roda kehidupan kita sedang berputar di bawah sehingga kita merasakan pahitnya kehidupan. Dan pertanyaan berikutnya untuk kita, mengalami kejadian yang sulit tersebut apakah kemudian kita menjadi murid-murid-Nya yang mengundurkan diri dan tidak lagi mengikut Dia?
Bapak/Ibu, Saudara/I terkasih.
Iman kita kepada Yesus Kristus haruslah kita sadari sebagai sebuah rahmatterbesar yang kita terima dalam kehidupan kita. Kita tidak akan datang kepada Yesus dan menjadi anak-anak-Nya dengan sendirinya. Yang pertama-tama adalah karena Bapa telah memilih kita. Dalam Injil dituliskan (Yoh 6:65) Lalu Ia berkata: “Sebab itu telah Kukatakan kepadamu: Tidak ada seorangpun dapat datang kepada-Ku, kalau Bapa tidak mengaruniakannya kepadanya.” Kita sudah dipilih sendiri oleh Bapa untuk menjadi pengikut Yesus Kristus dan menjadi penerus ajaran-Nya dalam hidup kita sehari-hari. Dan Yesus sendiri telah memberikan teladan yang nyata semasa hidup-Nya di dunia ini. Salah satu teladan itu adalah pada saat menjelang akhir hidup Yesus. Ketika Ia berada dalam situasi sedih dan gentar, Yesus berdoa di taman Getsemani. Dalam kesedihan dan ketakutan Yesus berdoa sampai peluh-Nya menjadi seperti titik-titik darah yang bertetesan ke tanah. Hingga Seorang malaikat datang dari surga untuk menguatkan-Nya dan memampukan Yesus untuk meminum cawan atau menghadapi penderitaan yang akan terjadi pada diri-Nya seturut kehendak Bapa-Nya. Yesus telah mengajarkan kepada kita, ketika kita berada dalam penderitaan ataupun kesulitan untuk membawa semua itu kedalam doa dan menyerahkannya dalam kehendak Bapa. Sehingga kitapun akan dimampukan seperti Yesus untuk mengutamakan kehendak Bapa. Bukan dengan penderitaan itu harus dihilangkan tetapi kita dimampukan untuk menghadapi dan melewati penderitaan itu untuk mendapatkan keselamatan yang kekal dan bukannya kita malahan lari mencari jalan lain dengan mengundurkan diri dan tidak lagi mengikuti Dia.
Tentu saja sebagai manusia biasa kita harus menyadari sepenuhnya bahwa kita mempunyai pribadi yang lemah dan sering melawan kehendak-Nya. Kesadaran yang kita miliki merupakan awal perbaikan agar kita bisa semakin taat kepada-Nya. Karena dengan kesadaran ini, kita diajak untuk tidak mengandalkan segala sesuatunya dengan kemampuan kita sendiri, melainkan kita diajak untuk melibatkan Dia yang berkarya melalui roh didalam diri kita. Dimana roh ini bisa kita temukan? Selain melalui doa sebagai sarana kita berkomunikasi dengan Tuhan, kita juga bisa menemukannya didalam kitab suci. Sebap kitab suci mencatat apa yang telah Yesus katakan dan ajarkan kepada murid-murid-Nya. Kalau didalam doa kita yang berkata-kata, menyampaikan ucapan syukur dan permohon kita kepada -Nya, didalam kitab sucilah Yesus yang berkata kepada kita, menyampaiakan pengajaran-Nya yang akan tetap relevan dan hidup dari dulu, sekarang sampai akhir zaman.
Bapak/Ibu, Saudara/I terkasih.
Kita tidak tahu kapan pandemi corona ini akan berakhir. Kita juga tidak tahu kedepan akan menghadapi kesulitan-kesulitan yang seperti apa lagi. Tentu itu bukan menjadi harapan kita, namun ketika situasi sulit tersebut harus kita hadapi dan Yesus seakan bertanya kepada kita, apakah kita mau pergi seperti murid-murid yang dahulu meninggalkan-Nya, semoga kita tetap madep mamteb nderek Gusti Yesus dan dimampukan untuk menjawab pertanyaan tersebut seperti jawaban Simon Petrus kepada Yesus “Tuhan, kepada siapakah kami akan pergi? Perkataan-Mu adalah perkataan hidup yang kekal; dan kami telah percaya dan tahu, bahwa Engkau adalah Yang Kudus dari Allah.” (Yoh 6:68-69).
Berkah Dalem
Marcellinus Beni Santoso
Lingk. St. Yoh-Paulus II
Kategori:RENUNGAN, Renungan Minggu