Hari Minggu Prapaskah IV (14 Maret 2021)
Kej. 22:1-2,9a,10-13,15-18; Mzm. 116:10,15,16-17,18-19; Rm. 8:31b-34; Mrk. 9:2-10.
DITERBITKAN OLEH TIM KERJA KITAB SUCI – DPP. SANTO YOSEP PURWOKERTO
“Karena begitu besar kasih Allah akan dunia ini, sehingga Ia telah mengaruniakan Anak-Nya yang tunggal, supaya setiap orang yang percaya kepada-Nya tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal.” (Yoh 3:16)
Bapak/Ibu, Saudara/I Sahabat Yesus terkasih.
Kita yang sudah berkeluarga pada umumnya mengalami masa pacaran. Sesuatu masa yang membutuhkan saling percaya satu sama lain yang luar biasa. Bukan hanya itu kadang juga pengorbanan. Pada waktu pacaran tentu pasangan satu dengan lainnya menginginkan supaya keduanya beroleh kebahagiaan. Untuk membahagiakan pasangannya, banyak hal dilakukan. Ada sebuah lirik lagu “Gunung kan kudaki, lautpun kan kusebrangi. Asal kan engkau kan bahagia”…wow romantis sekali… apakah itu semua hanya rayuan atau benar-benar terjadi? Itu semua cukup hanya untuk meyakinkan bahwa mencintai membutuhkan pengorbanan, pengorbanan yang tujuan akhirnya adalah kebahagiaan.
Bapak/Ibu, Saudara/i terkasih dalam Kristus.

Dari bacaan Yoh 3:14-21, kita juga bisa merefleksikan, merenungkan atau membayangkan, mengambarkan, bahwa hubungan manusia dengan Allah itu ibarat seperti orang yang berpacaran. Tuhan menghendaki agar manusia meninggalkan dosa dan hidup selaras bersama dengan kehendak Tuhan dan menjadi rekan sekerja dalam mewartakan Kabar Gembira, serta semuanya terselamatkan dan beroleh kehidupan yang kekal. “Karena begitu besar kasih Allah akan dunia ini, sehingga Ia telah mengaruniakan Anak-Nya yang tunggal, supaya setiap orang yang percaya kepada-Nya tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal.” (Yoh 3:16). Namun sering kali dalam kita berelasi dengan Allah, masih ada keraguan hingga kita masuk dalam kegelapan (dosa). Dalam kita berelasi pribadi dengan Allah, semestinya kita selalu dekat dan mengikuti semua ajakan-Nya yaitu mengasihi. Perwujudan relasi kita dengan Allah juga dapat kita wujudnyatakan dengan kita berrelasi dengan sesama. Seringkali dalam berrelasi dengan sesama, kita masih sering mengalami sakit hati, jatuh dalam iri, kedengkian, kesombongan, pingin menang sendiri, keegoisan. Hal-hal inilah yang membuat kita masuk dalam kegelapan dosa. Apa yang akan terjadi bila kita jatuh dalam dosa dan masuk dalam kegelapan? Jika kita asyik dalam kegelapan, maka kita malu dan takut untuk kembali menuju terang (Allah), bahkan kadang kita menutupinya supaya kegelapan itu tidak nampak. “Sebab barangsiapa berbuat jahat, membenci terang dan tidak datang kepada terang itu, supaya perbuatan-perbuatannya yang jahat itu tidak nampak” (Yoh 3:20).
Bapak/Ibu, Saudara/I Sahabat Yesus terkasih.
Pada saat kita berpacaran, kita menginginkan yang indah-indah, yang bagus-bagus, yang terang-terang. Begitu juga dengan Allah, sangat mengasihi kita, dan menginginkan kita semua selamat. Maka marilah kita kita dalam berelasi pribadi dengan Allah membangun kehidupan kita menuju kepada terang, dengan melakukan hal-hal yang benar. “tetapi barangsiapa melakukan yang benar, ia datang kepada terang, supaya menjadi nyata, bahwa perbuatan-perbuatannya dilakukan dalam Allah.” (Yoh 3:21). Marilah masa prapaskah ini kita jadikan moment yang indah untuk kembali kepada terang/Allah (metanoia), agar kita semua memperoleh keselamatan kekal.
Menutup renungan ini, saya sharingkan pengalaman iman saya akan terang Kasih Allah kepada saya dan keluarga saya. Pada saat kami memulai aktifitas sehari-hari, yang pertama saya lakukan adalah berdoa dan mengecup kening pasangan saya serta mengatakan “engkau hadiah terindah yang diberikan Tuhan bagi saya”. Hal itu juga saya lakukan kepada putri kami (kalau pas dirumah). Apa yang terjadi? Dalam keseharian itu ada perasaan, suasana yang sangat damai tenang dan mak nyes … tetapi sebaliknya pada saat (tidak sering sih) kami sedang mengalami “perang brontoyudo”, sedang rengang, tradisi kebiasaan dan ritual untuk peluk dan cium tidak ada, apa yang saya peroleh dalam keluarga? Rasa curiga, resah, gelisah, menyalahkan, adanya kegelapan yang menyelimuti. Kalau sudah begini kami kembali ke ayat emas yang kami miliki yaitu “Bapa itu baik maka kita juga harus baik”. Harus ada dorongan untuk kembali kepada terang yang dimulai dari diri kita sendiri dan itu merlukan pengorbanan agar kita selamat dan kembali kepada terang.
Semoga ktia semua dimampukan oleh Roh Kudus untuk selalu mendekat pada Sang Terang dan dapat menjadi terang bagi keluarga kita masing-masing dan masyarakat disekitar kita. Amin.
Berkah Dalem
Yohanes Suwasno
Lingk. St. Agustinus
Kategori:RENUNGAN, Renungan Minggu