Hari Minggu Biasa VI (14 Pebruari 2021)
Im. 13:1-2,44-46; Mzm. 32:1-2,5,11; 1Kor. 10:31-11:1; Mrk. 1:40-45
DITERBITKAN OLEH TIM KERJA KITAB SUCI – DPP. SANTO YOSEP PURWOKERTO
“Aku mau, jadilah engkau tahir” (Mrk 1:41)
Bapak/Ibu, Saudara/i sahabat Yesus terkasih.
Di dalam Kitab Imamat (Bab 13-14) tertulis tentang penerapan hukum bagi orang yang berpenyakit kusta. Di zaman itu, si kusta dianggap sebagai orang najis. Mereka dilarang memasuki Bait Allah. Mereka ditolak oleh masyarakat, dan diasingkan disuatu tempat khusus bagi orang-orang sakit kusta. Hal ini dilakukan oleh masyarakat, karena takut penyakit kusta itu dapat menularkan ke orang lain. Selain ditolak, mereka juga diwajibkan merubah penampilannya; mengenakan pakaian compang-camping, rambut kepala harus dipanjangkan, dibiarkan terurai menutupi wajahnya. Kaki mereka dikenakan lonceng kecil, agar terdengar suaranya oleh orang sekitar, agar orang lain tidak mendekat dengan si kusta.
Hukum yang diterapkan bagi orang kusta itu, terkesan sangat tidak manusiawi. Apakah Tuhan Allah hanya mengasihi orang yang sehat saja? Sementara orang yang sakit ditolak-Nya? Tentu tidak demikian, karena Allah adalah Kasih. Allah menerapkan hukum itu untuk membawa umat-Nya ke dalam hidup kesucian, ke dalam hidup yang baru. Si kusta adalah orang “berdosa”. Oleh karena itu, si kusta dianggap orang tak pantas berdekatan dengan yang kudus. Karena dosa telah memutus relasinya dengan Allah. Maka sebelum dia ditahirkan, dia tidak boleh memasuki tempat kudus (Bait Allah). Mereka juga dilarang berbaur bersama orang-orang lain. Disamping itu, penyakit kusta juga membawa rasa takut bagi orang lain.

Kisah Injil Markus hari ini, berbicara tentang seorang yang sakit kusta disembuhkan oleh Yesus. Didalam peraturan hukum, orang kusta dilarang mendekati orang sehat. Dengan menemui Yesus, si kusta telah melawan hukum. Tetapi ia tidak gubris lagi dengan segala peraturan hukum. Karena ia yakin dan percaya bahwa Yesus dapat menyembuhkan penyakit kusta yang dideritannya. Maka, si kusta memberanikan diri, dengan rendah hati dan penuh iman berlutut dan memohon di hadapan Yesus, “Tuhan, kalau Engkau mau, Engkau dapat mentahirkan aku” Ketika Yesus melihat iman si kusta itu, hati-Nya tergerak oleh belas kasihan. Yesus mengulurkan tangan-Nya menyentuh si kusta: “Aku mau, jadilah engkau tahir.” Si kusta pun sembuh. Berkat imannya, ia menyerahkan dirinya kepada Tuhan untuk ditahirkan dan dibentuk menjadi manusia baru. Berkat imannya, ia telah berjumpa dengan Tuhan secara pribadi. Berkat imannya pula, ia telah dilepaskan dari segala kelemahan dan dosa yang mengikat hidupnya. Ia sangat gembira setelah disembuhkan oleh Yesus. Ia pun pergi menyebarkan kabar sukacita itu kepada orang-orang yang ia jumpai. Ia lupa dengan pesan Tuhan, bahwa tidak boleh menyebarkan berita itu.
Sahabat Yesus yang terkasih.
“Penyakit Kusta” yang tertulis dalam Kitab Suci adalah gambaran penderitaan manusia di dunia. Saat ini, manusia hidup dalam ketakutan karena covid 19. Covid 19 bagai “penyakit kusta” menyerang manusia tidak pandang usia tua atau mudah, si kaya atau si miskin, tidak pandang orang berpangkat atau orang biasa, apabila tidak mawas diri, maka akan menjadi korban, dan nyawa menjadi taruhannya. Akibat dari wabah penyakit ini, banyak perusahaan-perusahaan yang memberi pekerjaan untuk orang-orang kecil harus ditutup. Para pekerja terpaksa di-putus hubungan kerja. Banyak orang-orang kecil harus rela kehilangan pekerjaan, kehilangan mata pencarian dan penghasilan. Karena takut dengan virus corona yang kasat mata. Orang-orang kecil yang miskin semakin menjadi miskin.
Sementara itu, manusia yang paling menderita adalah mereka yang terjangkit virus corona. Mereka diperlakukan sama seperti orang yang sakit kusta, dikarantina, putus hubungan dari dunia luar. Dan masih banyak lagi penderitaan yang dialami manusia; mereka yang “sakit” jasmani dan “sakit” rohani. Mereka ini juga orang-orang yang pantas mendapat perhatian dari Gereja. Dari kita semua sebagai murid-murid Yesus, yang dipanggil dan diutus, untuk berbagi kasih kepada Saudara-saudara kita yang malang itu.
“Penyakit kusta” bisa menyerang siapa saja. Apakah kita sudah bebas dari “panyakit kusta”….? Atau justru kita yang menyebabkan orang lain menjadi penderita kusta? Sebagai murid Yesus, apakah hati kita pernah tergerak untuk menolong “si Kusta” yang kita jumpai, di rumah, di jalan, dan didalam komunitas…? Atau kita malah menolak mereka, menghindar dari mereka, karena takut direpotkan? Sebagai manusia, saya dan Anda tidak luput dari kelemahan, kesalahan, dan dosa. Beberapa hari lagi, kita akan menerima abu sebagai lambang kerapuhan kita, dan sebagai pernyataan bahwa kita mau bertobat. Dan kita akan dibawa memasuki masa prapaskah, masa retret agung. Selama retret agung, kita diajak untuk belajar menjadi manusia rendah hati, mau melihat kelemahan dan kekurangan diri kita sendiri. Dimasa retret agung itu. kita mau datang mencari Yesus dengan rendah hati memohon kepada-Nya, “Tuhan, kalau Engkau mau, Engkau dapat mentahirkan aku”.
Tuhan menyertai dan memberkati kita. Berkah Dalem
DY. Chandra Heng
Lingk. St. Mikael
Kategori:RENUNGAN, Renungan Minggu