Hari Minggu Biasa XXVII (4 Oktober 2020)
Yes. 5:1-7; Mzm. 80:9,12,13-14,15-16,19-20; Flp. 4:6-9; Mat. 21:33-43.
DITERBITKAN OLEH TIM KERJA KITAB SUCI – DPP. SANTO YOSEP PURWOKERTO
“Janganlah kamu kuatir tentang apapun juga, tetapi dalam segala hal nyatakanlah keinginanmu kepada Allah dalam doa dan permohonan dengan ucapan syukur” (Flp 4:6)
Bapak/Ibu dan saudara/i Sahabat Yesus terkasih.

Tanpa kita sadari dalam kehidupan harian, kita sangatlah sering dan begitu mudahnya “menggampangkan” sesuatu hal. Gampanglah, gampanglah dan gampanglah. Adakah yang salah? Barangkali “menggampangkan” sesuatu, membuat kita terlena untuk menjadikan sesuatu tersebut begitu kurang berharga dan menjadi tidak penting. Betapa mudah dan gampangnya kita mengatakan : “bersyukurlah” atas apa yang kita alami, terlebih apa yang dialami dan dirasakan orang lain. Bukannya saya mau mengeliminir arti “bersyukur” tersebut, tetapi lebih kepada : apakah arti “bersyukur” bagi sesama : keluarga, komunitas dan bagi saya sendiri?
Dalam bacaan ke-2 hari Minggu ini, Rasul Paulus harapkan dari jemaat di Filipi dan dari kita: “Janganlah kamu kuatir tentang apapun juga, tetapi dalam segala hal nyatakanlah keinginanmu kepada Allah dalam doa dan permohonan dengan ucapan syukur” (Flp 4: 6)
Bapak/Ibu, Saudara/i yang terkasih dalam Yesus Kristus,
Dalam berdoa sering kita awali dengan ucapan syukur. Bersyukur atas napas dan hari yang baru, bersyukur atas rejeki, bersyukur atas keberhasilan anak-anak, dsb. Sadar atau tidak sadar dalam menjalani kehidupan sehari-hari, kita “mereduksi” arti syukur tsb. Pada bagian-bagian tertentu dalam hidup, kadang kita merasa hampa dan merasa jauh dari perlindungan dan jamaan Sang Juru Selamat, yakni Yesus Kristus. Tuhan dan Allah kita. Apalagi bila tiba pada tahap membanding-bandingkan kehidupan dengan orang lain. Yang pada akhirnya kita memaknai rasa syukur itu dengan rasa duniawi. Artinya : “Koq hidup saya tidak sebaik dia: rejekinya lancar, anak-anaknya sukses, dsb. Pada tahap inilah kadang kita merasa gamang….”Apa iya, Tuhan itu pilih kasih?”
Menghidupi dan menjalani kehidupan laksana: menanam, memelihara dan menuai di kebun anggur Tuhan. Kita seperti bangsa Israel, yang adalah kebun anggur Tuhan. Seperti dalam bacaan 1 dari Kitab Yesaya 5:1-7: Bangsa Israel adalah kebun anggur Tuhan. Dalam kisah-kisah dalam Perjanjian Lama, tak jarang bangsa Israel tak taat dan bahkan berani memberontak kepada Allah. “….lalu di nantikannya supaya kebun itu menghasilkan buah anggur yang baik, tetapi yang dihasilkannya buah anggur yang masam.” (Yes 5:2b)
Bapak/Ibu, Saudara/i yang terkasih,
Di masa pandemi Covid-19 ini, gereja khususnya Paroki Sanyos semaksimal mungkin berupaya mentaati aturan-aturan protokol kesehatan dalam segala aktivitas pelayanan bagi umatnya. Termasuk pelayanan penerimaan Komuni bagi lansia dan orang sakit dan yang terdampak akibat protokol gugus Covid-19. Sebagai Prodiakon, yang masih diperbolehkan bertugas baik dari segi usia dan kesehatan, saya menemui dan mendapatkan banyak pengalaman kerohanian. Dan juga pengalaman berinteraksi dengan berbagai macam karakter dan sifat orang lain. Bagaimana saya harus membawa diri, bersikap, merespon dan membuat jadwal yang dapat mendukung segenap pelayanan saya. Agar tujuan pelayanan saya dapat menjadi berkat bagi mereka dan keluarganya. Dalam beberapa perjumpaan tersebut, yang paling utama saya dapatkan adalah rasa syukur atas anugerah hidup yang sampai saat ini saya dapatkan, alami dan coba saya bagikan. Secara rohani saya semakin dimampukan untuk bersyukur dan berdoa. Dan secara pribadi saya mendapat ilmu: bagaimana merespon berbagai macam karakter/pribadi seseorang. Tentu untuk tujuan pelayanan dan seturut ajaran kristiani.
Akhirnya refleksi saya adalah saya bersyukur menjadi seorang Prodiakon, yang diharapkan menjadi kebun anggur Tuhan, yang menghasilkan buah yang baik. Bukan menyisipkan semak berduri (keegoisan, ‘sa karepe dewe’ ataupun mengesampingkan kepentingan keluarga), yang menghasilkan buah yang masam.
Semoga kitapun dapat menjadi ladang anggur Tuhan dalam keluarga, komunitas dan masyarakat. Bersyukur bukan hanya kata-kata rutinitas dan penghiburan belaka, tetapi benar-benar kita usahakan sesuai karakter dan kemampuan kita dalam menghidupi segala peristiwa kehidupan kita (lihat Flp 4:8-9a) …”Maka Allah, sumber damai sejahtera, akan menyertai kamu”(Flp 4: 9b). Karena bersyukur adalah doa dan permohonan kita kepada Allah. Semoga demikian.
Salam sehat dan Berkah Dalem
Yulius Yerry Wenur
Lingk. St Agustinus
Kategori:RENUNGAN, Renungan Minggu, Uncategorized