Hari Minggu Biasa XXIV (13 September 2020)
Sir. 27:30-28:9 ; Mzm. 103:1-2,3-4,9-10,11-12; Rm. 14:7-9; Mat. 18:21-35.
DITERBITKAN OLEH TIM KERJA KITAB SUCI – DPP. SANTO YOSEP PURWOKERTO
“Bukan! Aku berkata kepadamu: Bukan sampai tujuh kali, melainkan sampai tujuh puluh kali tujuh kali” (Mat 18:22)
Bapak/Ibu dan saudara/i Sahabat Yesus terkasih.

Dalam bacaan Inijil minggu ini yang diambil dari injil Matius, dikisahkan bagaimana Petrus bertanya kepada Yesus : “Tuhan sampai berapa kalikah aku harus mengampuni saudaraku jika ia berbuat dosa terhadap aku? Sampai tujuh kali?” (Mat 18:21). Apa yang dipikirkan petrus barangkali sama dengan pikiran dan pemahaman kita. Tidak jarang baru sampai dua atau tiga kali kita mengampuni sesorang yang bersalah kepada kita, kita sudah mengeluh dan berkata ”sabar ya ada batasnya. Sampai kapan harus memaafkan, dasar karakternya begitu”. Memaafkan dan mengampuni memang bukan perkara mudah, gampang-gampang susah.
Hari ini kita dididik Tuhan, mengampuni bukan rumus matematika 77 x 7 = 539 atau mengitung angka, jumlah dan laba rugi seperti pedagang. Seperti perumpamaan yang diberikan Yesus tentang hamba yang berhutang sepuluh ribu talenta. Karena tidak mampu melunasi maka raja berniat menjualnya beserta istri dan anaknya untuk melunasi hutangnya. Tetapi dengan bersujud, memohon dan menyembah raja, maka tergeraklah hati raja oleh belas kasihan. Maka rajapun menghapuskan hutang hamba itu.
Inilah belas kasih Bapa yang mengampuni tanpa batas, walaupun sering kali kitapun tanpa batas melukai hati Bapa. Bapa penuh kerahiman selalu memancarkan belas kasihNya setiap hari untuk umat kesayangannya, tidak pernah menolak, dihapuskan semua kesalahan kita dan bahkan Bapa tidak pernah mengingat apa kesalahan dan dosa kita. Namun untuk mendapatkan rahmat pengampunan yang diberikan secara cuma-cuma oleh Bapa kepada siapa saja yang berdosa dan bertobat, tetap ada syaratnya juga. Apa syaratnya? Syaratnya yaitu sampai sejauh mana kita bersedia mengampuni orang-orang/sesama yang bersalah kepada kita. “Raja itu menyuruh memanggil orang itu dan berkata kepadanya: Hai hamba yang jahat, seluruh hutangmu telah kuhapuskan karena engkau memohonkannya kepadaku. Bukankah engkaupun harus mengasihani kawanmu seperti aku telah mengasihani engkau? Maka marahlah tuannya itu dan menyerahkannya kepada algojo-algojo, sampai ia melunaskan seluruh hutangnya. Maka Bapa-Ku yang di sorga akan berbuat demikian juga terhadap kamu, apabila kamu masing-masing tidak mengampuni saudaramu dengan segenap hatimu.” (Mat 18:32-35). Maka jika kita belum dapat mengampuni sesama yang bersalah kepada kita maka kita akan kehilangan rahmat pengampunan dari Bapa. Dengan demikian tetap menyimpan dendam dan tidak bersedia mengampuni orang lain akan menghalangi datangnya rahmat pengampunan dari Bapa, sekalipun kita memohon berkali-kali.
Setiap kali kita berdoa Bapak Kami, kita selalu diingatkan akan Injil hari ini. Dimana setiap kita berdoa Bapa Kami, kita selalu mengucapkan “Ampunilah kesalahan kami, seperti kamipun mengampuni yang bersalah kepada kami”.
Bapak/Ibu, Saudara/i Sahabat Yesus terkasih.
Marilah kita refleksikan bersama. Apakah kita berani datang tanpa ragu-ragu memohon pengampunan kepada Bapa? Apakah hati kita terbuka atas rahmat pengampunan dari Bapa? Jika kita sudah berani memohon pengampunan dan terbuka untuk rahmat pengampunan, apakah kita sudah membuka hati kita untuk mau memaafkan, mengampuni orang-orang yang bersalah kepada kita, seberapapun besarnya kesalahan kepada kita?
Semoga doa Bapak Kami yang sudah kita hafal diluar kepala bukan hanya menjadi sebuah hafalan doa, tetapi benar-benar dapat kita laksanakan : “Ampunilah kesalahan kami, seperti kamipun mengampuni yang bersalah kepada kami”. Dansemoga dengan bimbingan Roh Kudus kita mampu membuka hati untuk mengampuni siapa saja yang bersalah kepada kita. Dengan demikian kita telah membuka jalan lahirnya sukacita penuh yaitu datangnya rahmat pengampunan dari Bapa. Amin.
Berkah Dalem
Laurensia Moerdaninggar S
Lingk. St.Paulus
Kategori:RENUNGAN, Renungan Minggu