Gara-gara Corona
Kalau bukan karena virus corona mungkin tidak akan pernah ada perayaan ekaristi di halaman belakang gereja Stasi St. Lukas Sokaraja. Biasanya tempat yang cukup sejuk dengan pepohonan yang rindang ini sekedar dipakai untuk parkir kendaraan pada saat ada misa. Namun di pagi ini terlihat kursi yang tertata dengan rapi dan diberi jarak sekitar 1,2 meter mengarah ke tempat di mana diletakkan meja altar.

Umat Stasi St. Lukas Sokaraja mengikuti misa di halaman belakang gereja (Minggu, 19/7)
Meja altar sendiri diletakkan di atas panggung dari kayu, di sebelahnya ada mimbar tempat lektor dan pemazmur bertugas. Di sekitar meja altar ditata tanaman hias beraneka macam. Di bagian belakang dipasangi backdrop bergambar salib untuk menutupi tembok yang catnya sudah kusam, Di sisi sebelahnya lagi diletakkan gong dan lonceng. Nampak juga keyboard untuk mengiringi nyanyian dalam ibadat nanti. Halaman belakang gereja atau biasa umat mengatakan “kebon” atau kebun ini sudah diubah menjadi tempat yang layak untuk merayakan ekaristi.
Munculnya Ide
Semua bermula pada hari Minggu pagi 12 Juli 2020, usai perayaan misa perdana era new normal di gereja Stasi Sokaraja. MoMan bersama beberapa pengurus stasi mengobrol santai sambil menikmati sarapan pagi. Kemudian tercetuslah ide dari MoMan kenapa misa tidak diadakan di halaman belakang gereja saja. Tempatnya cukup luas, bersih dan sudah dipasang paving block. Diperkirakan akan bisa menampung sekitar 150 umat dengan penataan tempat duduk berjarak sesuai protokol kesehatan di masa pandemi covid-19 ini. Selain itu sirkulasi udara juga lebih bagus diluar dari pada di dalam gereja. Ini juga menjadi nilai lebih karena menurut WHO penyebaran virus corona bisa melalui udara atau aerosol, di mana dengan melakukan aktivitas di luar ruangan bisa meminimalisir penyebaran virus ini.
Gayung bersambut, pengurus inti stasi yang notabene sebagai panitia gugus covid stasi dan ketua lingkungan bersepakat untuk mengadakan misa di kebun gereja.
Umat Kerja Bakti
Pada hari Sabtu sore (18/07) diadakan kerja bakti di kebun gereja untuk mempersiapkan pelaksanaan misa esok hari. Ada 20-an orang ikut dalam kerja bakti ini. Meskipun harus memakai masker dan tetap menjaga jarak tidak mengurangi semangat dan kegembiraan umat mempersiapkan tempat untuk merayakan perjamuan kudus.
Ada yang menata kursi, memasang banner, menghias altar, menyiapkan sound-system dan masih banyak lagi yang dilakukan dalam kerja-bakti ini. Bakso hangat yang disediakan ci Meme semakin menambah kehangatan suasana sore itu. “Senang rasanya melihat semua ini, umat bergotong-royong dengan penuh semangat dan kegembiraan. Puji Tuhan, gerejane urip meneh mas,” kata pak Pomo ketua DPS Sokaraja. Tidak heran kalau pak Pomo mengungkapkan kegembiraan hatinya, karena hampir 4 bulan gereja ini sepi tanpa ada kegiatan sama sekali karena harus di-lockdown mengikuti himbauan dari keuskupan Purwokerto dan pemerintah kabupaten Banyumas.
Sejarah Baru
“Hari ini kita bersama-sama telah membuat sejarah bagi stasi ini. Karena untuk pertama kalinya misa di gereja ini diadakan di kebun. Pandemi virus corona membawa kita untuk lebih kreatif, sehingga muncul ide-ide bagus yang bermanfaat bagi umat,” kata MoMan dalam pembukaan ekaristi minggu biasa ke XVI, 19 Juli 2020 di kebun gereja Stasi St. Lukas Sokaraja.

Romo V. SUmanto Winata memimpin misa kebun di stasi Sokaraja (Minggu, 19/7/2020. foto: Engelberta CK)
“Kalau misa di dalam gereja di masa covid ini hanya bisa menampung 60 umat, tetapi dengan misa di kebun ini bisa diikuti 150 umat sekaligus. Artinya seluruh umat stasi Sokaraja yang memenuhi persyaratan mengikuti misa dalam masa pandemi covid ini, yakni yang berusia 10-65 tahun dan dalam kondisi yang sehat serta tidak memiliki riwayat penyakit tertentu, bisa mengikuti misa setiap Minggu tanpa harus menunggu tiba giliran seperti kalau misa diadakan di dalam gereja, yang mungkin bisa 2 atau 3 Minggu sekali,” tambah MoMan.
Misa Minggu pagi ini pun diikuti 90 umat dari 102 umat yang telah mendaftar. Protokol kesehatan dilaksanakan dengan disiplin oleh seluruh umat. Mulai dari datang di gereja paling lambat 15 menit sebelum misa dimulai, memakai masker, cuci tangan dengan sabun dan air mengalir, cek suhu tubuh dan jaga jarak. Durasi misa juga kurang dari 1 jam dan setelah misa selesai umat langsung pulang dan tidak bergerombol.
Tanggapan yang baik disampaikan oleh umat setelah mengikuti misa ini. Rata-rata mereka senang dengan misa yang menyatu dengan alam ini. Mereka bisa mendapatkan udara segar dan hangatnya sinar matahari pagi. Namun yang terutama diharapkan adalah medapatkan berkat Tuhan untuk menyertai perjalanan kehidupan mereka.
“Mari dengan selalu bersandar pada belaskasih-Nya kita membangun hidup ini untuk menjadi gandum yang menghasilkan buah-buah kebenaran dan cinta kasih Tuhan,” imbuh Romo Manto menutup homilinya.
Penulis,

Marcelinus Beny Santoso
Sumber foto: Engelberta CK, Martha dan WA grup Dewan Stasi
Kategori:DINAMIKA, Dinamika Staling, Uncategorized