Hari Minggu Biasa XIII (28 Juni 2020)
2Raj. 4:8-11,14-16a; Mzm. 89:2-3,16-17,18-19; Rm. 6:3-4,8-11; Mat. 10:37-42.
DITERBITKAN OLEH TIM KERJA KITAB SUCI – DPP. SANTO YOSEP PURWOKERTO
“Barangsiapa tidak memikul salibnya dan mengikut Aku, ia tidak layak bagi-Ku.” (Mat 10:38)
Bapak/Ibu, Saudara/i Sahabat Yesus terkasih.
Di awal pandemi Covid-19 merebah di negera kita, beredarlah berita tentang Antonio Vieira Monteiro, president dewan direktur Santander bank Portugal, meninggal dunia setelah dinyatakan positif terpapar Covid-19, sepulangnya dari Italia. Berita ini sangat cepat merebah dimasyarakat melalui media komunikasi WhatsApp. Konon penulisnya adalah putrinya sendiri, dimana di salah satu bagian tulisannya berbunyi demikian : “Kami keluarga kaya raya berlimpah harta. Tetapi ayahku meninggal dunia seorang diri, sulit bernafas bagai tercekik, sambil mencari sesuatu yang gratis tanpa biaya, yaitu udara segar, sedang hartanya ditinggal di rumah”. Dibalik kalimat tersebut sebenarnya apa yang ingin disampaikan? Putri ini ingin menyampaikan bahwa “Apa arti harta yang berlimpah, status milyarder, terkenal di dunia, jabatan dan kekuasaan, yang pada akhirnya di saat kematian menjemput itu semua tidak dapat membantu menyelamatkannya. Bahkan hanya sekedar untuk bisa menghirup udara yang tidak perlu dibeli dengan hartanya pun tidak bisa”.
Itulah gambaran bahwa ikatan kita dengan harta, jabatan, kekuasaan tidak dapat menyelematkan kita dari kematian.
Bapak/Ibu, Saudara/i Sahabat Yesus terkasih.
Merenungkan bacaan Injil hari ini, kiranya Tuhan Yesus mengajak kita semua untuk dapat melepaskan ikatan kita dengan semua yang kita miliki. Harta kekayaan duniawi, bahkan ikatan ibu/bapak dan keluarga dan mengikatkan diri kita dengan kasih yang mampu menyelamatkan hidup kita. Bukan hanya hidup di dunia tetapi hidup abadi. Melepaskan ikatan dengan harta bukan berarti membuang harta yang kita miliki, tetapi bagaimana menggunakan harta yang kita miliki untuk mengikatkan hidup kita dengan kasih Allah. Bacaan pertama mencontohkan kepada kita bagaimana seorang perempuan Surem yang kaya yang suaminya sudah tua menyambut dan memperlakukan Nabi Elisa. Ia menggunakan hartanya dengan menempatkan Nabi Elisa sebagaimana seorang nabi dengan benar. Maka upahnya tidak hilang. “Barangsiapa menyambut seorang nabi sebagai nabi, ia akan menerima upah nabi, dan barangsiapa menyambut seorang benar sebagai orang benar, ia akan menerima upah orang benar. Dan barangsiapa memberi air sejuk secangkir sajapun kepada salah seorang yang kecil ini, karena ia murid-Ku, Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya ia tidak akan kehilangan upahnya dari padanya.” (Mat 10:41-42). Dan memang benar, perempuan Surem yang kaya tersebut mendapatkan upahnya (anugerah) seperti yang dikatakan Nabi Elisa kepadanya yaitu ia mendapatkan seorang anak. Dan hidupnya semakin ia ikatkan pada Kasih Tuhan.
Jika kita ingin menanggapi Kasih Tuhan dan mengikatkan diri pada Kasih Tuhan hendaklah tidak setengah-setengah, harus total. Karena Kasih Tuhan yang diberikan kepada kita adalah total, kasih yang tanpa batas. Memang tidak mudah untuk menuju totalitas pada Kasih Tuhan. Banyak rintangan dan hambatan yang kita hadapi dalam kehidupan dunia saat ini. Budaya materialisme, budaya konsumeristik, individualisme, dan hedonisme membentang di depan kita. Bahkan perbuatan baik, perbuatan kasih pun sering mendapat penolakan hanya karena nama Yesus, nama Kristus. Inilah salib yang mesti kita pikul. Jika kita ingin layak bagi Yesus maka kita tidak boleh lari dari hal ini. “Barangsiapa tidak memikul salibnya dan mengikut Aku, ia tidak layak bagi-Ku.” (Mat 10:38).
Bapak/Ibu, Saudara/i Sahabat Yesus terkasih.
Semoga melalui Injil hari ini kita dimampukan mengikatkan hidup kita kepada Kasih Tuhan yang tiada batas. Dan seperti halnya perempuan Surem dengan kepercayaan penuh kepada Tuhan, bahwa segala yang kita lakukan kita kerjakan untuk totalitas kasih kita kepada sesama akan selalu mendapatkan kemudahan. Amin.
Berkah Dalem
Yulius Supriyana
Ling. St. Paulus
Kategori:RENUNGAN, Renungan Minggu