RENUNGAN

Hidup Dalam Kebenaran Firman Tuhan

Hari Minggu Prapaskah I (1 Maret 2020)

Kej. 2:7-9; 3:1-7; Mzm. 51:3-4,5-6a,12-13,14,17; Rm. 5:12-19 atau Rm. 5:12,17-19 atau Mat. 4:1-11.

DITERBITKAN OLEH TIM KERJA KITAB SUCI – DPP. SANTO YOSEP PURWOKERTO

“Manusia hidup bukan dari roti saja, tetapi dari setiap firman yang keluar dari mulut Allah” ( Mat 4:4)

Bapak/Ibu, Saudara/i Sahabat Yesus terkasih.

Minggu ini kita memasuki masa prapaskah. Masa pertobatan, penyangkalan diri dan berkorban. Di masa prapaskah ini kita diajak untuk melakukan mati raga dan olah batin menuju jalan pertobatan pribadi. Kita juga diajak membuka diri untuk memberikan pengampunan bagi sesama yang berbuat jahat. Pada masa prapasakah ini setiap Jumat Gereja mengadakan jalan salib, yang bertujuan supaya kita bisa lebih menghayati setiap tahap sengsara dan pengorbanan Yesus untuk kita. Diharapkan dengan ini kita dapat lebih mendekatkan diri pada Tuhan lewat doa dan lebih peduli pada sesama, memperhatikan kaum yang lemah dan tertindas.

Bapak/Ibu, Saudara/i Sahabat Yesus terkasih.

Bacaan Injil hari ini meneguhkan kita dalam menjalani masa prapaskah dengan pantang dan puasa. Injil hari ini menceritakan Yesus yang sedang menjalani mati raga selama 40 hari lamanya. Dan iblis datang mencobai Dia, meminta Yesus untuk mengubah batu menjadi roti. Dan Yesus menjawab, “Ada tertulis: Manusia hidup bukan dari roti saja, tetapi dari setiap firman yang keluar dari mulut Allah” ( Mat 4:4). Yesus menegaskan bahwa hidup harus berpijak pada kebenaran firman Allah bukan kepuasan jasmani. Pada Mat 4:7, Yesus berkata “Ada pula tertulis: Janganlah engkau mencobai Tuhan, Allahmu!

Mari kita renungkan firman Tuhan itu. Seberapa sering kita mencobai Allah? Apa yang menyebabkan kita sering mencobai Allah? Tanpa sadar sering kita mencobai Allah. Kita tahu bahwa apa yang kita lakukan salah tapi kita tetap melakukan. Karena apa? Karena kita dibelenggu oleh hawa nafsu. Kita juga sering tanpa sadar melakukan apa yang iblis lakukan pada Tuhan Yesus yaitu meminta tanda. Meminta bukti dengan memaksa Tuhan mengabulkan doa kita? Kita itu siapa sehingga memaksa Tuhan untuk mengabulkan. Tuhan lebih tahu apa yang terbaik untuk hidup kita karena Tuhan yang memiliki kita. Maka lebih baik kita pasrah dan menyerahkan diri.

Ketika iblis sudah kelewat batas dengan menyuruh Yesus menyembah dia dengan iming-iming kepuasan dunia, Yesus marah dan berkata “Enyahlah iblis! Sebab ada tertulis: Engkau harus menyembah Tuhan, Allahmu, dan hanya kepada Dia sajalah engkau berbakti!” ( Mat 4:10).

Betapa sering iblis datang untuk menawarkan kepuasan dunia kepada kita, entah lewat hp, tv, hobi, jabatan, seks, kekayaan, dan sebagainya. Seberapa berani kita menyangkal diri dan tegas. Apakah kita berani untuk mengatakan “tidak” bahkan menyampaikan kebenaran firman Tuhan atas semua godaan iblis?

Bapak/Ibu, Saudara/i Sahabat Yesus terkasih.

Prapaskah 1aRabu Abu yang mengawali masa prapaskah tahun ini, membawa saya untuk hidup dalam kebenaran firman Tuhan.

Anak saya yang pertama tidak bisa menyelesaikan kuliah di Unsoed dan saya pindahkan ke Unika. Sambil dia bekerja. Saya dan suami menuntut dia harus selesai kuliah karena itu untuk bekal di kemudian hari,  Itu sudah 1 tahun berlalu. Sepuluh hari menjelang Rabu Abu, tiba-tiba dia mengaku bahwa semester 2 kemarin dia tidak kuliah. Dia tidak mau kuliah lagi tetapi mau fokus bekerja dan usaha. Hancur hati saya. Rasa kecewa dan malu campur aduk saya alami. Bagaimana nanti kalau ditanya adiknya, tante dan pakdhenya, jua ditanya temanku? Aku ini mantan guru, seorang sarjana. Suami juga sarjana. Keluarga besarku semua selesai kuliah. Masa anaku hanya lulus SMA. Semalaman saya menangis di kamar, tetapi di hadapan orang saya berusaha tetap ceria. Saat itu saya merasa tak berguna tak becus sebagai ibu. Saya ingin pergi. Saat saya di tempat tidur saya melihat rosario. Lalu hati saya tergerak dan mulailah saya berdoa rosario pembebasan.

Perasaan saya belum sepenuhnya pasrah. Saya masih terbebani sampai pada saat Rabu Abu, di mana saya datang ke Gereja sendiri dan saya kebetulan berbarengan dengan anak-anak SD. Saat mendengar lagu “Hanya debulah aku”, tiba-tiba saya merasa itu sapaan Tuhan. Manusia itu bagai debu. Jabatan,  pangkat dan kekayaan tak ada artinya di hadapan Tuhan. Kenapa saya harus meratap? Tangan Tuhan terentang untuk mendekap dan menggandeng. Tuhan tidak akan membiarkan saya sendiri. Seolah Tuhan berkata “Menangislah saat kamu tidak lagi mengenalKu, menangislah saat kamu jauh dariKu, menangislah saat kamu tidak mengenalkan firman Allah pada anakmu. Anakmu berterus terang itu butuh keberanian. Siapa yang akan menolong anakmu kalau bukan engkau, lihatlah anak-anak SD itu ada di antara mereka yang butuh uluran tanganmu”. Hatiku dipenuhi suara Tuhan. Maka ketika berjalan menerima abu, air mataku bercucuran. Air mata penyesalan karena aku melupakan Allah yang memiliki hidup ini.

Sepulang dari Gereja tidak ada lagi rasa malu,  Yang ada rasa suka cita karena saya yakin Tuhan punya rencana indah untuk hidupku. Peristiwa ini menjadikan saya lebih dekat dengan Tuhan. Saya tidak risau lagi menghadapi saudara dan teman. Untuk itulah saya berani bersaksi di sini.

Saya hanyalah debu di hadapan Tuhan.

Selamat menjalani matiraga. Semoga masa pertobatan ini membawa kita semua menuju manusia-manusia baru yang hidup dalam kebenaran firman Tuhan.

Tuhan memberkati.

Melania Moertrini

Lingk. St. Paulus

Tinggalkan Balasan

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Gambar Twitter

You are commenting using your Twitter account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.