Salah satu persoalan yang dihadapi kaum muda Katolik dalam masyarakat majemuk adalah mendapatkan teman hidup yang tidak seiman. Di negara kita yang mayoritas masyarakatnya bukan Katolik, kita harus menjaga hakekat perkawinan sebagai sakramen dan keutuhan keluarga dengan tidak mengabaikan masalah iman, sosial dan pendidikan iman anak. Untuk itu Seksi Kerasulan Keluarga Paroki St. Yosep menggelar seminar keluarga dengan tema seputar kawin campur.
Seminar dilaksanakan pada hari Minggu, 17 Nopember 2019, di ruang Yoakim dan diikuti sekitar 50 peserta. Hadir sebagai pembicara tunggal, Romo Alexander Erwin Santoso, MSF, ketua Komisi Kerasulan Keluarga Keuskupan Agung Jakarta.
Sebelum acara dimulai Bpk. Santoso sebagai pemandu acara mengajak peserta untuk bermain “tepuk es campur” yang membuat suasana menjadi segar dan peserta siap menerima paparan materi dari Romo Erwin.
Acara dimulai pkl. 10.30, diawali doa pembukaan oleh Bapak Yoyok, koordinator tim kerja Kerasulan Keluarga. Selanjutnya acara dibuka oleh Romo Kristiadji, MSC mewakili Romo Paroki. Dalam sambutannya seperti biasa Romo melontarkan gurauannya, “Es campur enak, kawin campur kepriwe? Pasti tetap enak kan? Daripada kawin sejenis…” Gurauan itu langsung disambut tawa peserta.
Romo Kris juga mengapresiasi Romo Erwin yang di tengah kesibukan tugas pelayanannya di Keuskupan Agung Jakarta berkenan membantu memberi pencerahan kepada umat SanYos terkait kawin campur. Disampaikan pula harapan kepada para peserta seminar agar bisa menjadi penyambung lidah untuk menyampaikan apa yang diperoleh dalam seminar ini kepada umat di lingkungannya masing-masing. Selesai sambutan pembukaan, tim pujian mengajak peserta menyanyikan beberapa lagu rohani agar peserta siap membuka hati untuk menerima pemaparan dari Romo Erwin.

Rm. Alexander Erwin Santoso MSF dalam seminar keluarga tentang kawin campur di paroki St. Yosep Purwokerto (171119)
Mengawali pemaparannya Romo Erwin mengingatkan bahwa hanya gereja Katolik yang mengakui adanya perkawinan campur (entah beda agama, maupun beda gereja). Alasannya, gereja Katolik tetap menghargai iman dari calon non katolik dan tidak memaksa pindah ke agama Katolik. Perkawinan campur dalam Gereja Katolik efeknya sama, yakni tidak terceraikan. Entah perkawinan campur itu menjadi Sakramen (syaratnya kedua calon mempelai sudah dibaptis di gereja Katolik atau di gereja Kristen anggota PGI), maupun perkawinan tidak sakramental (karena salah satunya tidak dibaptis), tetaplah tidak dapat diceraikan sesudah ada perkawinan yang sah dalam gereja Katolik. Hal ini perlu disadari oleh para calon nikah campur agar keduanya mengakui dan menghargai sifat tak terceraikan dari perkawinan dalam gereja Katolik.
Kemudian Romo mengingatkan indahnya perkawinan seiman. Suami istri dapat berdoa bersama, mendidik anak bersama, membangun habitus (kebiasaan) bersama dan cara memandang hidup bersama. Berbeda kalau perkawinannya tidak seiman, dibutuhkan perjuangan khusus untuk mengembangkannya. Keluarga dari pasangan campur mempunyai beban istimewa untuk menjaga agar semua berjalan harmonis dan memenuhi harapan semua pihak. Maka pertimbangkanlah, apakah akan memilih kehidupan perkawinan campur atau perkawinan seiman.
Hal tersebut dikuatkan oleh sharing spontan dari peserta yang berjuang dalam perkawinannya yang tidak seiman. Juga ada sharing dari orang tua yang kewalahan menghadapi anak mereka yang sudah dan akan menikah campur.
Pkl. 12.30 peserta dipersilahkan untuk makan siang. Kesempatan tersebut dimanfaatkan beberapa peserta untuk konsultasi kilat dengan Romo Erwin.
Pkl. 13.00 peserta masuk lagi ke ruangan untuk melanjutkan acara seminar. Romo Erwin masih melanjutkan pemaparan seputar kawin campur. Kemudian, acara dilanjutkan dengan sesi tanya jawab. Banyak yang bertanya seputar bagaimana menghadapi permasalahan yang muncul dalam perkawinan mereka yang tidak seiman. Ditanyakan pula cara menghadapi anak-anak mereka yang akan menikah campur atau perkawinannya tidak seiman. Misalnya, pada saat anak-anak mereka pacaran, orang tua perlu menghindari sikap keras, melarang atau memberi banyak nasehat tentang ajaran gereja. Sebaiknya orang tua mengajak dialog, bertanya dan mengondisikan agar anak mereka jernih melihat dan mengenal pacarnya. Kemudian diajak mempertimbangkan dan memahami konsekuensi dari keputusan yang akan diambil.
Pada pkl. 14.30 seminar berakhir dan pemandu acara mengajak peserta untuk merenungkan niat-niat mereka menghadapi perkawinan campur. Lagu pujian dan doa penutup yang diteguhkan dengan berkat Tuhan melalui Romo Erwin mengakhiri kegiatan seminar keluarga ini.
Sebagai catatan, banyaknya pertanyaan yang diajukan peserta serta adanya beberapa peserta yang berusaha konsultasi dengan romo mengenai permasalahan mereka menunjukkan bahwa seminar tentang perkawinan campur dibutuhkan oleh umat. Semoga pada kesempatan mendatang, lebih banyak umat terlibat dan lebih banyak permasalahan yang dibahas tuntas. Harapannya, keluarga-keluarga di Paroki St. Yosep tetap menjaga keutuhan, bertumbuh dalam iman, bahagia dan sejahtera.
St. Yosep pelindung keluarga kristiani, doakanlah kami.
Penulis,

Mikael Yoyok & Rufinus Setiadi,
Tim kerja Kerasulan Keluarga Paroki SanYos
Kategori:AKTUALIA, Seputar Paroki