Uncategorized

Akhirnya

Cerpen Bulan Kebangsaan 2019 ~ Karya Christiana Rini Astuti

Awan bergelayut manja di angkasa ditimpa warna kuning keemasan dari matahari di ufuk barat. Waktu sudah menunjukkan jam 17.30. Aku bersiap menuju kamar mandi, membersihkan diri bersiap mengikuti kegiatan stalingkat di Paroki Santo Yosep, Purwokerto (Senin, 5 Agustus 2019). Sepuluh menit cukup untuk bersih-bersih diri di kamar mandi. Kuambil bedak dasar dan bedak tabur di tempat make up. Sebenarnya tidak layak disebut tempat make up karena tempatnya yang tidak memadai. Ia hanya terbuat dari plastik yang sudah pudar warnanya dimakan usia. Di situ berjajar bedak dasar, bedak tabur, lipstik, pensil alis, eyeliner dan eyeshadow. Benda-benda itulah yang bisa membuat wajahku sumringah, setidaknya tidak terlihat kucel dan kumel di mata teman-temanku.

“Kemana?” tanya suamiku, “rapat lagi, ya?”

“Ke Paroki, ada sosialisasi Bulan Kebangsaan, Pak Ketua Lingkungan tidak bisa hadir karena sedang sakit perut,” jawabku sambil meneruskan usapan bedak di wajah tanpa menoleh sedikit pun.

Jam menunjukkan 17.45, aku pamit lalu mengeluarkan motor ke depan rumah. Suasana sekitar lengang karena menjelang magrib. Akhir-akhir ini adzan magrib agak petang sehingga membuat orang yang puasa terasa lebih lama menunggu waktu berbuka puasanya.

Tepat  jam 18.00, sesuai undangan, aku sudah memarkir motor di teras gereja.

“Kok masih sepi,” kataku dalam hati sambil tengok kanan kiri.

Perlahan berjalan menuju ke ruang aula Santo Yosep, dan terlihat panitia sedang menyiapkan perlengkapan pertemuan. Sound dan keyboard sedang diangkut ke ruang Santo Yoakim.

“Mari, silakan makan dulu, ada soto panas“, salah seorang anggota WKRI Santo Yosep menawarkan kepadaku.

“Ya, terima kasih. Siap” jawabku.

Setelah menandatangani presensi, tanda kehadiran, aku, peserta pertama yang hadir dalam pertemuan stalingkat menuju meja konsumsi. Aroma soto yang mengundang selera segera menyusup ke hidungku perlahan menelusuri rongga laringku kemudian mendesak keras ke otakku. Air liur perlahan keluar dari kelenjar kelenjar mulutku. Kutelan sangat pelan agar tak terlihat dari luar bahwa aku sangat menginginkannya. Air cabe yang merah menarik hatiku, seolah–olah dia memberi tawaran yang sangat indah untuk kuhampiri dan kusentuh.

Dalam beberapa menit ruangan aula sudah dipenuhi para peserta rapat salingkat. Jam 19.00 rapat dimulai dan hadirin dengan sangat antusias mendengarkan beberapa informasi dari Romo Stefanus. Kabid Kerygma seolah-olah tidak mau kalah juga memberikan paparan rencana seminar dan Sekolah Dasar Kitab Suci. Tibalah di penghujung acara disampaikan informasi tentang lomba dalam rangka bulan kebangsaan, membuat gapura. Pak Jerry, pengurus blok di lingkunganku mewakili wilayah mengambil nomer undian tempat didirikannya gapura. Kami dapat tempat membangun gapura di bagian belakang, di depan pintu Klinik Pengobatan Adidharma.

Malam itu juga aku melirik, memberi kode kepada kedua ketua lingkungan yang masih ada di ruangan Yoakim untuk koordinasi, tetapi mereka berdua tidak menghiraukan ajakanku. Memang, aku bukan ketua lingkungan, tetapi setidak-tidaknya kan bisa diadakan pembicaraan awal persiapan pembuatan gapura, karena waktu yang tersedia hanya sepuluh hari. Itu jalan pikiranku.

Dengan hati yang agak dongkol kutinggalkan ruang Yoakim, melangkah pulang.

Sampai di rumah saya berusaha menginformasikan tentang kegiatan bulan kebangsaan kepada suami, dan rencana saya mengajak berdiskusi dengan dua ketua lingkungan yang ada dan tidak mendapat tanggapan. Lega hati saya setelah uneg-uneg saya keluarkan. Kasihan ya suamiku hanya jadi tumpahan hati.

“Ya, biarkan saja, para ketua lingkungan yang berkoordinasi” kata suami saya.

Malam itu saya bisa tidur dengan nyenyak karena urusan pembuatan gapura saya putuskan agar ketua Lingkungan yang memikirkannya.

Esok harinya, secara iseng saya menyampaikan hasil pertemuan stalingkat ke Ketua Lingkungan, dengan maksud agar beliau menindaklanjuti hal-hal yang berkaitan dengan pembuatan gapura. Lusa saya iseng kembali untuk menanyakan tindak lanjut. Dan ternyata…. Belum ada gerakan sedikit pun. Ketua wilayah posisi ada di Kalimantan. Enam hari menjelang penilaian gapura, saya mengirim pesan lagi ke Ketua Lingkungan untuk menanyakan, sudah sejauh mana perkembangannya. Ketua Lingkungan baru mau membuat grup baru yang berisi para ketua lingkungan di wilayah 5, tetapi mengalami kesulitan karena tidak mempunyai nomer HP ketua lingkungan Santo Petrus. Aku dengan secepat kilat mencari info nomer HP ketua Lingkungan St Petrus. Maka terbentuklah grup baru, untuk koordinasi guna pembuatan gapura.

“Saya sudah melontarkan ide ke grup, tetapi tidak ada yang respon,“ kata Pak Kodrat, Ketua Lingkunganku.

“Oh, ya, di tunggu sebentar, sampai malam , mbok sedang pada sibuk,” jawabku.

Tepat jam 19.00, Pak Kodrat, Ketua Lingkunganku bersama dengan Pak Untung bertandang ke rumahku, menemui suamiku. Mereka merencanakan, nama kerennya mendesain gapura yang akan dibuat, beserta rencana materialnya. Tiga puluh menit mereka bertiga berbincang bincang. Gapura sudah digambar di kertas bekas. Mereka berbincang serius diselingi canda tawa, hanya satu jam mereka berbincang. Dengan raut muka yang antusias dan penuh semangat, pak Untung dan pak Kodrat pulang ke rumah masing-masing.

Rencana pembuatan gapura dishare di grup whatsapp ketua lingkungan wilayah V, lengkap dengan material yang dibutuhkan dan jam berkumpulnya. Dengan hati was-was menunggu respon dari para ketua Lingkungan. Sejam, dua jam, tiga jam…. Sepuluh jam berlalu grup masih sepi.

bunga dari tas plastikSaya memantau melalui Pak Kodrat, perkembangan diskusi dalam grup tetapi “not responding”, itu jawaban yang kuperoleh. Dengan hati yang mantap saya mulai browsing cara membuat bunga dari plasik bekas. Nah … dapat. Ternyata sangat mudah membuat bunga dari tas plastik. Aku ambil plastik bekas dan mulailah aku praktikan cara membuat bunganya. Betapa girang hatiku, seumur tua begini, baru kali ini saya membuat bunga, berhasil. Saking gembiranya, hasil bunga aku posting di grup lingkungan. Tidak disangka-sangka responnya bagus. Banyak yang memuji bunganya bagus dan layak untuk hiasan. Pada saat bersamaan ternyata Bu Untung di rumah sudah membuat bunga yang sama, hanya dengan teknik yang berbeda, yang lebih rumit. Bu Untung ke rumah sambil membawa hasil bunga yang dibuatnya, untuk menunjukkan betapa ia juga sangat peduli dan memikirkan pembuatan gapura. Akhirnya kami berdua berdiskusi untuk memutuskan bunga mana yang akan digunakan, serta bunga itu akan diletakkan di sebelah mana.

Browsing saja,” kata Bu Untung.

“Oke, siap,” jawabku.

Akhirnya aku ambil HP lalu browsing untuk melihat posisi bunga di gapura, tetapi tidak menemukan yang cocok. Akhirnya kami sepakat bahwa jika gapura sudah dipasang maka pasti akan kelihatan posisi bunga yang cocok di sebelah mana. Yang penting buat bunga yang banyak. Berhubung nuansanya 17 Agustusan, maka bunga yang dibuat hanya merah dan putih.

Minggu siang (11 Agustus) pukul 09.00 kami rombongan menuju gereja untuk mengerjakan gapura. Ibu-ibu membuat bunga dan mengisi botol bekas mineral dengan plastik bekas warna merah dan putih, bapak-bapak membuat kerangka gapura.

Masih terjadi perdebatan berapa bunga yang dibutuhkan. Saya yang ditanya gelagapan menjawabnya, karena saya sendiri tidak tahu akan dipasang di mana bunga-bunga ini. Setelah gapura berdiri dan botol bekas air mineral dipasang, mulailah saya bereksperimen memasang bunga. Mula-mula satu deretan bunga berwarna merah semua, lalu di atasnya bunga warna putih semua. Dipandangi dari kejauhan, bagus….. Tetapi ada yang usul, jangan seperti itu. Selang-seling saja, merah putih bunganya.  Saya copoti bunganya, diganti selang-seling bunga merah dan bunga putih. Hasilnya sangat fantastis…. meriah… bagus…

Namun bunga yang tersedia hanya sedikit, maka mulailah saya menghitung per lingkaran membutuhkan berapa banyak bunga, dikalikan ada berapa lingkaran yang belum terpasang bunga. Muncullah angka yang fantastis, kami membutuhkan 150 bunga putih dan 100 bunga merah. Malam itu saya langsung mengirim pesan kepada dua lingkungan untuk bagi tugas membuat bunga di rumah dengan jumlah tertentu. Ada satu lingkungan yang tidak saya beri tugas membuat bunga karena tak seorang pun wanita dari anggota lingkungannya hadir pada saat membuat bunga bersama-sama tadi siang.

Senin malam pembuatan gapura dilanjutkan dengan memasang bunga yang sudah disiapkan dan melengkapi gapura dengan tulisan yang menimbulkan semangat nasionalisme tinggi. Bunga-bunga terpasang dengan sempurna, dan tanpa ada sisa, semua bunga terpakai.

Sambil minum kopi hangat kami berbincang-bincang dan menemani Pak Antoro menulis tulisan yang terpasang di gapura. Tak lupa cemilan gorengan sudah disediakan oleh lingkungan St. Andreas, dengan iringan kata “Maaf, ya, kami kemarin tidak ada yang bisa datang.”

Pukul 23.30 tulisan di atas gapura sudah terpasang. Dan perlengkapan lain yang menghiasi gapura sudah final terpasang. Terima kasih Tuhan, akhirnya dua hari kerja keras kami terbayar dengan berdirinya gapura yang indah. Terima kasih atas kerja sama semua anggota lingkungan di wilayah lima yang ikut andil dalam penyelesaian gapura.

Tuhan, berkat kasih karuniaMu, akhirnya kami wilayah lima bisa mendirikan Gapura Cinta Negeri ini.♥

Sumber foto: IG @astutichristiana dan grup WA Info Staling&Kategorial,

Tinggalkan Balasan

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Gambar Twitter

You are commenting using your Twitter account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.