RENUNGAN

Menjadi Pribadi Rendah Hati

Hari Minggu Biasa XXII Kitab Suci Nasional (1 September 2019)

Yes. 66 : 18-21 ; Ibrani. 12:5-7.11-13; Luk 13:22-30

DITERBITKAN OLEH TIM KERJA KITAB SUCI – DPP. SANTO YOSEP PURWOKERTO

Sebab barang siapa meninggikan diri, ia akan direndahkan dan barangsiapa merendahkan diri, ia akan ditinggikan. (Luk 14:11)

Bapak/Ibu dan Saudara/i yang dikasihi Tuhan.

Dalam suatu seri dunia lomba triathlon tahun 2016 di Mexico ada peristiwa menarik yang terjadi di sana. Dua bersaudara Alistair Brownlee dan adiknya Jonny Brownlee mewakili Inggris menjadi peserta lomba triathlon tersebut. Triathlon adalah lomba relay perorangan yang terdiri dari tiga rangkaian cabang olah raga, yaitu berenang sejauh 1500 m dilanjutkan dengan bersepeda 40 km dan diakhiri dengan lari 10 km. Jadi triathlon adalah salah satu olah raga yang sangat membutuhkan ketahanan dan kekuatan fisik yang luar biasa.

Ketika itu Jonny Brownlee sedang memimpin perlombaan di akhir rangkaian relay yaitu lari. Sementara itu kakaknya, Alistair berada di urutan ketiga di belakang pelari lain. Jarak untuk sampai garis finish yang harus ditempuh Jonny masih kurang beberapa ratus meter. Namun tampaknya Jonny sudah kehabisan tenaga sehingga dia berlari sempoyongan dan melambat seperti akan pingsan. Ketika Alistair semakin mendekati Jonny dia melihat Jonny menepi dan tampak akan jatuh. Sehingga ketika sudah berada di samping Jonny, dengan spontan Alistair merangkul Jonny dan membimbing dia menuju garis finish. Saat akan melewati garis finish Alistair mendorong Jonny lebih dulu sehingga Jonny menjadi runner-up di dalam event tersebut sementara Alistair berada di peringkat ke tiga.

Di dalam sesi wawancara, saat reporter menanyakan tentang apa yang telah dilakukannya, Alistair menjawab bahwa itu adalah gerakan spontan yang dia lakukan supaya adiknya bisa melewati garis finish. Bukan karena dia adalah adik saya, bahkan jika siapapun atlet mengalami hal tersebut dan saya bisa membantu, saya akan bantu untuk melewati garis finish. Karena hal itu menjadi keinginan setiap atlet untuk menyelesaikan perlombaan tanpa melihat posisi di akhir perlombaan.

Bapak/Ibu dan Saudara/i yang dikasihi Tuhan.

Mencermati cerita tersebut di atas tampaknya menjadi tantangan bagi kita semua dalam menghadapi situasi kehidupan saat ini. Dunia seolah menuntut kita untuk menjadi yang “ter” di segala bidang. Saat ini semua ada peringkat. Terpandai, terkaya, tercantik, tercepat, juara ini, juara itu dan lain sebagainya, untuk mengejar kebanggaan. Bahkan dunia pendidikan pun sangat kental dengan istilah peringkat. Ada sekolah favorit dan ada sekolah yang tidak favorit. Dan tampaknya banyak dari kita terbawa dalam situasi tersebut, sehingga kita terdorong untuk menjadi lebih dari orang lain dalam segala hal. Hidup ini jadi penuh dengan persaingan. Rasa peduli menjadi sangat berkurang. Mulai dari anak usia dini persaingan sudah mulai diajarkan. Ada banyak orang tua yang menginginkan anaknya menjadi juara di bidang apapun yang orang tua inginkan sehingga memaksa anaknya ikut bermacam jenis les atau berbagai jenis pelatihan. Alasannya kalau tidak juara kamu tidak bisa bersaing saat dewasa nanti. Kalau tidak pintar kamu nanti ketinggalan dan masih banyak alasan yang dibentuk supaya anak kita menjadi yang “ter”.

Secara pribadi saya tidak antipati dengan kata juara ataupun awalan “ter” itu. Namun yang menjadi perhatian khusus adalah bagaimana cara meraih semua itu serta dampak yang ditimbulkan. Ketika terlalu fokus dengan tujuan untuk menjadi yang “ter” seringkali menjadi lupa dengan kehidupan sosial kita. Ego menjadi semakin tinggi dan tenggang rasa menjadi sesuatu yang langka. Bahkan ketika sudah meraih tujuan menjadi yang terbaikpun atau terkaya atau terpintar, hal itu mampu membuat seseorang menjadi sombong, ingin menjadi pusat perhatian atau keinginan untuk dihargai. Sangat mudah dijumpai saat ini, tetangga tidak saling kenal, rekan sepekerjaan dijadikan pesaing, sikap tidak peduli ketika berada di lingkungan umum, anak muda tidak menghormati orang yang lebih tua, meremehkan orang yang tidak berpunya, tidak mudah tersenyum ketika berjumpa dengan orang lain dan masih banyak lagi hal-hal yang memprihatinkan ketika ego dan kesombongan manusia semakin menjulang.

Bapak/Ibu dan Saudara/i yang yang terkasih.

Hati-1Membaca firman Tuhan minggu ini kembali kita diingatkan untuk menjadi pribadi yang arif. Menjadi pribadi yang tidak mengedepankan ego dan tidak sombong. Menjadi yang terbaik di dunia namun membuat seseorang menjadi pribadi yang sombong dan egois apalah artinya di mata Tuhan. Sebab barang siapa meninggikan diri, ia akan direndahkan dan barangsiapa merendahkan diri, ia akan ditinggikan.” (Luk 14:11)

Sebagaimana cerita di atas ketika Alistair membantu Jonny untuk menyelesaikan pertandingan dan menyilahkan Jonny mendahuluinya, itu tidak akan terjadi kalau ego yang dikedepankan. Mungkin dalam beberapa situasi Alistair akan dianggap bodoh. Tetapi bagi Alistair sendiri, dia merasa ada kepuasan batin yang tak terhingga, ada kasih yang mengalir dalam dirinya bahkan dunia tersentuh dan menghargai apa yang telah dia lakukan.

Dalam terang firman Tuhan minggu ini marilah kita refleksikan, sudahkah kita menjadi pribadi yang rendah hati? Sebagai orang tua, sudahkah saya memberikan teladan dan dasar pendidikan yang benar kepada anak-anak kita agar menjadi pribadi yang tidak egois, menjadi pribadi yang tidak sombong, menjadi pribadi yang peduli terhadap sesama?

Semoga kita semua sudah melakukan apa yang Tuhan kehendaki di dalam kehidupan kita, sehingga di masa depan anak-anak kita boleh menjadi pribadi yang ditinggikan di mata Tuhan. Amin.

Berkah Dalem.

Benedictus Widiyanto

Lingkungan St. Stefanus

Kategori:RENUNGAN, Renungan Minggu

Tagged as: ,

Tinggalkan Balasan

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.