Hari Minggu Biasa XVI (21 Juli 2019)
Kej. 18:1-10a; Mzm. 15:2-3ab,3cd-4ab,5; Kol. 1:24-28; Luk. 10:38-42
DITERBITKAN OLEH TIM KERJA KITAB SUCI – DPP. SANTO YOSEP PURWOKERTO
“Tetapi Tuhan menjawabnya,”Marta, Marta, engkau kuatir dan menyusahkan diri dengan banyak perkara,” (Luk. 10:41)
Bapak/Ibu, Saudara/i Sahabat Yesus yang terkasih.
Ayat tersebut di atas mengingatkan saya akan suatu peristiwa yang saya alami beberapa bulan yang lalu. Pada waktu itu akan diadakan Kursus Evangelisasi Pribadi (KEP) angkatan keempat. Sudah menjadi tradisi bahwa yang melayani KEP yang sedang berjalan adalah alumni KEP dari angkatan sebelumnya. Maka sebagian dari alumni KEP angkatan ketiga ambil bagian dalam kepanitiaan KEP angkatan keempat. Sebagai alumni KEP angkatan ketiga dan terlibat dalam kepanitiaan KEP angkatan IV awalnya saya ragu untuk ikut serta di dalamnya. Masih ada perasaan bahwa saya tidak layak dan tidak pantas, mengingat selama proses pembentukan panitia saya belum pernah hadir.
Singkat cerita kegiatan KEP IV sudah mulai berlangsung. Pertemuan demi pertemuan dilaksanakan dan di situ saya mengalami pergulatan hati yang tidak mengenakkan / tidak nyaman. Sesama teman panitia yang harusnya menjadi bagian lain kadang tidak datang atau datang hanya duduk di dalam. Hal inilah yang menjadikan hati saya berontak dan protes. Karena menjadi panitia sudah menjadi komitmen bersama untuk melayani, bekerjasama dan bersama-sama bekerja.
Bapak/Ibu, Saudara/i Sahabat Yesus yang terkasih.
Refleksi saya akan bacaan Injil hari ini khususnya di Luk 10:41 “Tetapi Tuhan menjawabnya,”Marta, Marta, engkau kuatir dan menyusahkan diri dengan banyak perkara,” membuat saya akhirnya mengerti bahwa saya memang harus mengerjakan semuanya itu dengan suka rela, dengan kerendahan hati untuk membuahkan sukacita. Dalam permenungan saya, kalau saya terus bersikap seperti di atas, maka saya akan capek sendiri, karena selalu bergumul dengan emosi saya. Dengan sikap emosi tersebut, membuat hati ini ‘mendongkol’. Ini akhirnya menyusahkan diri saya sendiri. Dalam kesadaran ini akhirnya saya memahami bagaimana mesti bersikap.
Kita semua menyadari dan meng-‘amin’-i kalau Tuhan selalu hadir dalam setiap kehidupan kita. Pertanyaannya adalah bagaimana sikap kita terhadap kehadiran Tuhan dalam kehidupan kita? Apakah kita akan seperti Marta yang masih saja kuatir akan berbagai hal dan menyusahkan diri sendiri dengan berbagai permasalahan. Atau kita bersikap seperti Maria yang mendengarkan Tuhan. Melayani Tuhan adalah perbuatan yang mulia. Mendengarkan Tuhan pun juga tindakan yang mulia. Kiranya yang perlu kita lakukan adalah menempatkan diri dengan tepat. Di saat kita harus mendengar ya mendengarkan terlebih dahulu dengan baik. Dan di saat kita harus melayani, maka kita lakukan pelayanan kita dengan baik pula. Dengan meninggalkan semua kekuatiran kita. “Tetapi hanya satu saja yang perlu, Maria telah memilih bagian yang terbaik, yang tidak akan diambil dari padanya.” Luk 10:42.
Bapak/Ibu, Saudara/i Sahabat Yesus yang terkasih.
Puji Tuhan, akhirnya saya sadari bahwa menjadi panitia KEP adalah bagian yang harus saya ambil sebagai pelayan Tuhan. Yang harus saya jalani dengan penuh suka cita, walau kadang juga perlu keberanian dalam memberikan pengorbanan dari yang saya punyai. Dalam hal ini Abraham memberikan spirit kepada saya. Dalam bacaan pertama diceritakan bahwa Abraham dengan tekun, setia dan penuh sukacita melayani para tamunya dan bahkan mengorbankan waktu dan harta bendanya untuk memberikan yang terbaik bagi para tamunya.
Marilah kita ambil bagian menjadi pendengar dan pelayan Tuhan yang baik. Yang mampu menempatkannya pada waktu yang tepat. Semoga Tuhan memampukan kita untuk dapat mendengarkanNya dan melayaniNya. Amin
Berkah Dalem
Yohanes Suwasno
Lingk. St. Paulus
Kategori:RENUNGAN, Renungan Minggu