AKTUALIA

Belajar Fotografi Untuk Komunikasikan Nilai

Merayakan Hari Komsos

Bertepatan dengan Hari Komunikasi Sosial Sedunia ke 53, yakni Minggu, 02 Juni 2019, Paroki Santo Yosep mengadakan workshop (lokakarya) fotografi di ruang Yoakim. Workshop diikuti oleh 52 orang yang hadir sebagai utusan atau mewakili umat lingkungan dan kelompok kategorial. Sebelumnya telah dilakukan penjaringan melalui google form untuk mengetahui data-data peserta yang dibutuhkan bagi workshop ini. Hieroniemus Kusumatmo Herminanto atau akrab dipanggil Ronie, salah seorang umat Paroki St, Yosep, bersedia menjadi narasumber yang membagikan ilmu dan pengalamannya berkecimpung di dunia fotografi.

 

Acara yang dimulai sekitar pukul 09:00 WIB diawali dengan sambutan Ketua Bidang Kerygma, Yulius Supriyana dan dilanjutkan oleh sambutan Koordinator Tim Kerja Komunikasi Sosial, Hendry Huang. Apa yang melatarbelakangi dan menjadi tujuan diadakannya workshop fotografi ini diungkapkan secara singkat dalam sambutan mereka.

Workshop Fotografi-horzFoto. Ya, saat ini keberadaannya menjadi semakin penting. Bagaimana tidak? Perkembangan media saat ini, terlebih media sosial dan dalam jaringan (online), menjadikan foto sebagai salah satu bahan utama untuk disajikan. Sebut saja dua media sosial yang paling digemari yakni facebook dan instagram. Suatu momen dibagikan atau diceritakan di medsos itu dengan foto menjadi unsur utamanya. Demikian juga umat paroki Santo Yosep yang saat ini banyak menggunakan media sosial untuk membagikan cerita atau momen-momen pribadi, kegiatan-kegiatan di lingkungan, kelompok kategorial dan paroki. Patut diapresiasi bahwa saat ini ada lebih dari 15 akun media sosial dan online yang dimiliki Paroki, lingkungan dan kelompok kategorial.

Konteks pemberdayaan umat

Jepretan- jepretan foto yang dihasilkan dan dibagikan umat Sanyos di medsos memiliki kualitas berbeda-beda. Ada yang memang berkualitas tinggi, namun ada banyak pula yang masih kurang berkualitas. Misalnya saja, foto yang pengambilan gambarnya miring, kurang jelas (blur) atau kurang fokus pada obyek utamanya, pencahayaan kurang tepat, waktu (timing) pengambilan foto yang kurang tepat dan lain-lain. Kualitas yang kurang optimal itu tentu berpengaruh pada pesan atau maksud yang ingin disampaikan pada sebuah foto menjadi kurang kuat, bahkan tidak tersampaikan dengan baik. Tanggapan atau kesan dari orang yang melihat foto tersebut juga menjadi kurang sesuai dengan yang diharapkan.

 

Kondisi itulah yang melatarbelakangi diadakannya workshop fotografi. Tujuan praktisnya tentu untuk meningkatkan kualitas foto yang diunggah di medsos dan media online paroki, lingkungan dan kelompok kategorial. Selain itu para peserta nantinya dapat terlibat dalam menghidupkan medsos dan media online itu. Adapun tujuan akhirnya adalah umat semakin berdaya, tumbuh rasa memiliki, bangga dan makin terlibat dalam tugas pewartaan atau kesaksian lewat media. Alhasil, umat semakin berkembang dalam kehidupan beriman, menggereja dan bermasyarakat.

Proses workshop dijalani dalam 2 sesi, yakni sesi pertama penyampaian teori dan sharing pengalaman dari narasumber; sesi kedua, praktik dan evaluasi. Pada sesi pertama, Ronie yang aktif di komunitas Kamera Lubang Jarum Indonesia (Yogyakarta- Purwokerto) menyampaikan secara ringkas sejarah, aliran fotografi dan dasar- dasar fotografi (seperti diafragma, shutter speed, ISO dan komposisi foto). Ditampilkan pula foto-foto hasil karya Ronie dan sharing pengalaman terkait proses pengambilan gambarnya.

Pada sesi kedua, peserta diberi kesempatan untuk praktik mengambil gambar (foto) menggunakan ponsel pintar dan kamera yang dibawa peserta. Berbekal materi yang disampaikan dalam sesi pertama, peserta dengan penuh semangat berburu (hunting) obyek foto di kompleks gereja.

Peserta menyerahkan hasil berburu foto

Peserta menyerahkan 1 foto terbaik hasil praktik masing-masing dalam workshop fotografi (020619)

Setelah 45 menit berburu foto, peserta kembali ke ruang Yoakim untuk menyerahkan masing-masing 1 foto terbaik. Kemudian peserta istirahat makan siang sekitar 30 menit. Hidangan soto solo dinikmati sambil bercengkerama di aula paroki.

Seusai istirahat, Ronie mengajak peserta untuk berdiskusi mengenai foto-foto yang dihasilkan oleh masing- masing peserta dan memberikan komentar atau masukan. Ronie juga memberikan apresiasi atas karya foto itu dan menjawab pertanyaan dari peserta.

Ada beberapa masukan penting yang disampaikan Ronie, antara lain terkait etika dalam fotografi. Ronie menyampaikan mengenai pentingnya berinteraksi (mulai dari berkenalan, meminta ijin,  menggali lebih dalam tentang kehidupan subyek tersebut, dan lain-lain). Foto-foto yang dihasilkan pun dapat lebih “berbicara” atau mengisahkan suatu pengalaman hidup atau peristiwa yang bermakna dan menginspirasi.

Disampaikan juga etika pengambilan foto pada kegiatan ibadah, atau kegiatan-kegiatan formal lainnya. Hal tersebut penting untuk disampaikan supaya proses pengambilan foto tidak menggangu jalannya kegiatan ibadat / misa atau pun kegiatan lainnya. Perlu juga pembagian tugas bila ada tim fotografer yang terlibat dalam peliputan suatu kegiatan. Untuk itu tim fotografer sebaiknya sudah mengetahui urutan acara atau kegiatan tersebut.

 

Sayangnya, karena keterbatasan waktu, masih banyak foto peserta yang belum sempat diulas dan banyak materi fotografi yang belum sempat disampaikan dalam workshop ini. Jarum jam sudah menunjukkan pukul 15.15 WIB. Sebelum diakhiri, peserta diminta mengisi kuesoner tentang evaluasi, usul / saran dan tindaklanjut dari workshop ini.

 

Slideshow ini membutuhkan JavaScript.

Tindak lanjut: komunitas fotografi

Selepas dari workshop ini diharapkan peserta dapat membagikan pengalaman yang diperoleh kepada umat, terutama dengan terlibat langsung menghidupkan medsos yang sudah ada atau membuat akun medsos lingkungan / kelompok kategorial bila belum ada. Selain itu akan dibuat juga grup WA peserta workshop sebagai sarana komunikasi dan pembelajaran bersama. Umat lain yang berminat di bidang fotografi pun dapat bergabung.

Lebih jauh lagi, Tim Kerja Komunikasi Sosial akan membentuk komunitas fotografi Paroki Santo Yosep sebagai wadah untuk berkomunikasi, berbagi dan belajar bersama seputar fotografi. Tentu masih terbuka peluang untuk berkembang ke hal lain sekitar komsos. Misalnya saja terkait videografi, animasi, teknik mengolah foto dan video, disain grafis, pembuatan film dan lain-lain. Workshop terkait hal itu dapat diadakan pada kesempatan mendatang.

Banyak umat Sanyos yang memiliki kemauan dan kemampuan di bidang komunikasi sosial yang dapat terus didorong untuk memberdayakan diri demi pengembangan karya pewartaan iman, nilai-nilai kekatolikan dan kemanusiaan. Foto, video dan tulisan dapat dibuat secara berkualitas sebagai konten yang membawa pesan atau nilai-nilai kebenaran yang dibagikan melalui media komunikasi sosial. Foto yang berkualitas dapat menghadirkan pesan tentang nilai keindahan, keagungan Tuhan, persaudaraan, toleransi, kepedulian sosial, kasih, dan lain-lain. Bahkan, foto dapat menggerakkan suatu tindakan atau aksi nyata untuk mewujudkan nilai-nilai tersebut dalam kehidupan.

Sesuai pesan Paus Fransiskus di hari Komunikasi Sosial ke 53, kita dapat menjadikan media komunikasi sosial dan internet “sebagai jalan untuk terjadinya dialog, perjumpaan, ‘tersenyum’ dan mengungkapkan kelemahlembutan”. Dengan demikian jejaring sosial yang terjadi oleh penggunaan media itu dapat sungguh membantu terwujudnya persekutuan insani yang membebaskan karena diwarnai kesantunan, kebahagiaan, solidaritas dan kelemahlembutan.

Baca juga: Pesan Paus Untuk Hari Komunikasi Sosial Sedunia 2019

Penulis:

Yanuarius Purba Winarsa.jpeg

Yanuarius Purba Winarsa, Tim Kerja Komsos

Tinggalkan Balasan

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.