Caecilia Meyda, seorang Ibu muda dari Paroki St. Yosep Purwokerto membagikan pengalamannya dalam mengenalkan panggilan Tuhan kepada 2 anaknya.
“Ketika ada info acara aksi panggilan dari frater JOKER (proJO purwoKERto) terlintas dalam benak saya para frater yang pasti cupu-cupu ( akronim dari “culun punya”, yang biasanya digunakan untuk orang atau benda yang tidak keren atau tidak gaul. Cupu juga sinonim dari kata pemula [newbie, beginner] atau masih kecil). Tapi semua itu patah….
Mereka begitu lincah riang dan gaul. Saya kagum sama anak-anak muda yang menanggapi panggilan Tuhan ini. Sementara sebagian besar orang muda lain sibuk hangout, nge game dan lain-lain.

Caecilia Meyda bersama keluarga
Dulu sebagai seorang ibu dari 2 anak tanggung – Joan (kelas I SMP) dan Justin (Kelas V SD) – saya sempat berpikir untuk apa saya menyerahkan anak-anak saya pada Tuhan. Perlukah saya menanggapi panggilan Tuhan lewat anak-anak saya ? Nanti kalau anak-anak saya terpanggil, trus saya gak bisa punya cucu.
Lalu saya teringat pengalaman di masa lalu, jauh sebelum saya memiliki anak-anak yang luar biasa. Saat itu ternyata Tuhan benar-benar mengetuk hati saya. Saya seperti diberi bisikan bahwa salah satu dari anak saya bakal jadi anak Tuhan yang terpanggil.
Dan herannya saat itu saya tidak perlu bergulat dengan hati saya untuk menyerahkan anak-anak saya kalau memang terpanggil.

“Suster” Joan dan “Romo” Justin bersama kedua orangtua
Ternyata, Justin memang tertarik dan minat untuk menjadi seorang romo. Entah anak ini bener-bener tertarik atau karena kagum melihat para romo dan frater.
Pada acara Minggu Panggilan Dekanat Tengah di Hening Griya, Baturaden (11-12 Mei 2019), kedua anak saya mengikutinya bersama teman-teman mereka dari Paroki St. Yosep.

Justin (paling kiri) bersama teman-teman dari Paroki St. Yosep Purwokerto seusai acara Minggu Panggilan di Hening Griya (120519)
Sepulang dari acara Minggu Panggilan itu, Justin semakin tertarik untuk masuk seminari. Setiap malam Justin selalu ajukan banyak pertanyaan. “Mam… kalo Justin pengen jadi romo boleh gaa ?” Dia juga tanya kalau jadi romo apa yang harus dilakukan. Ada berapa macam ordo?
Di suatu malam dia sempat meragukan dirinya, “Apa aku yang gak pinter boleh jadi romo? Apakah seorang romo harus belajar terus ? Apa aku bisa yaa Mam, jadi romo?”
Malam berikutnya dia mulai mantap lagi. Mulai terbayang dirinya jadi seorang romo. “Kalo Justin jadi romo dan harus tinggal di papua boleh gaa ? Aku kepengen jadi romo yang tinggal di papua.”
Istri dari Soendoro, Ketua Lingkungan St. Stefanus ini, menyatakan sikapnya, “Saya mendukung 100 persen anak saya buat jadi romo. Tentunya kalau memang itu panggilan Tuhan bagi dirinya.”
Penulis:

Caecilia Meyda, Lingkungan St. Stefanus
Kategori:Kisah Inspiratif, RENUNGAN