Niat mengundurkan diri
Bukan suatu kebetulan, saya dipilih untuk menjadi pemeran rasul di misa Kamis Putih. Saya sudah 2 kali ini menjadi pemeran rasul.
Ketika saya ditunjuk oleh ketua lingkungan, saya katakan, “berikan kepada yang belum pernah ikut dan kalau memang sudah tidak ada, ya saya siap”. Saya pikir sudah ada yang mau ikut karena sudah beberapa hari tidak ada beritanya. Sampai ada kepastian ketika nama saya muncul di grup WA Pemeran Rasul.
Tahun ini syaratnya berbeda dengan tahun sebelumnya. Selain rekoleksi, ada juga kuesioner yang hanya bisa dibuka lewat gmail atau apa saya tidak tahu (maklum lansia). Dan hanya diberi waktu 1 hari.
Saya coba berulang kali tapi tetap tidak bisa membukanya. Siang hari saya kirim pesan di grup WA Pemeran Rasul, menyampaikan niat untuk mengundurkan diri saja dan memberikan kesempatan indah itu bagi orang yang bisa laptop. Ternyata pak Nunung dan Romo Kris memberi semangat untuk terus berusaha. Bahkan Romo menyarankan supaya saya belajar pada anak saya. Saat itu hari Rabu (10/4), saya ada di rumah sendiri dan sedang mempersiapkan renungan untuk pendalaman iman APP. Jadi saya tidak bisa ke rumah anak saya.
Petang hari, saat saya hendak ke pertemuan lingkungan, ada pesan di grup WA dari Romo Kris menanggapi pengunduran diri saya. Romo mengatakan bahwa pemeran rasul itu tidak harus 12 orang (bila memang tidak bisa mendapatkannya). Selanjutnya beliau katakan, jika mau melayani itu harus dengan kerelaan hati bukan terpaksa. Kalau mundur harus bertanggung jawab dengan Tuhan. Perasaan saya mulai gelisah, takut, kecewa karena saya merasa Romo Kris marah dan tidak memberi solusi untuk saya (maaf ya Romo Kris). Padahal saya ingin sekali tugas peran rasul itu. Dan pesan Romo selanjutnya, saya diminta untuk mencari penggantinya. Ya…sudah, memang benar saya harus mundur pikir saya.
Keajaiban Tuhan
Dengan perasaan galau saya berdoa untuk menyelesaikan tugas renungan di pendalaman iman APP dahulu dengan sebaik-baiknya.
Setelah selesai pertemuan, saya bercerita pada ketua lingkungan dan saya kembalikan tugas itu. Tetapi dia tidak mau dan menyarankan agar saya minta tolong kepada beberapa orang. Padahal waktu itu sudah pkl. 21.30, sedang jawaban kuesioner ditutup pkl. 24.00 WIB.
Sesampainya di rumah saya berdoa lagi, pasrah kepada Tuhan. Ajaib saat itu juga Tuhan mengingatkan saya kalau saya punya gmail. Malam itu juga saya minta menantu saya untuk cari alamat email itu dan puji Tuhan ketemu. Lalu saya kirimkan foto screenshoot data email saya ke pak Nunung (Kabid Liturgi DPP) karena saya tidak dapat menggunakannya.
Dengan sabar beliau memberikan pertanyaan yang harus saya jawab dan membantu mengisikannya. Saya memberikan jawaban sambil saya menangis karena saya merasa untuk berbuat baik kok ya sulit sekali. Namun setelah mengikuti rekoleksi, baru saya mendapat jawabannya bahwa gereja memiliki rekomendasi dan penjelasan tentang pemeran rasul di misa Kamis Putih. Akhirnya saya lolos untuk tugas itu.
Inilah aku. Utuslah aku
Tiba saatnya Misa Kamis Putih di gereja paroki, pkl. 17.00 WIB. Saya merasa bahagia, bersyukur dan bangga saat memasuki gedung gereja dalam perarakan bersama teman-teman dan Romo.
Tetapi saat pembasuhan kaki itu dimulai, saya merasa sayalah orang yang paling hina, paling jahat. Sombong. Egois dan bermacam-macam kejelekan lain yang ada dalam diri saya. Saya ini seperti Petrus yang suka menyangkal Yesus. Bahkan saya juga adalah Yudas sang pengkhianat. Suka dan duka tertumpah melalui airmata yang tidak dapat saya tahan.

Para pemeran rasul dalam misa Kamis Putih I di Gereja Sanyos (180419/ foto: yoh. purwanto)
Setelah selesai pembasuhan kaki, ada doa berkat dan perutusan yang harus saya kerjakan, karena Tuhan Yesus sudah terlebih dahulu mengasihi saya. Teristimewa melalui Romo Kris sebagai wakil Tuhan Yesus yang mau membasuh kaki saya.
Akhirnya, dalam hati dan dengan penuh keyakinan saya menjawab: “lnilah aku. Utuslah aku, Tuhan.”
Semoga pengalaman ini boleh menjadikan diri saya selalu taat dan setia kepada Tuhan Yesus. Itu sebagai jawaban saya atas bisikan lembut Yesus : “AKU MENGASIHI KAMU”.
Amin. Syukur dan terimakasih bagiMu, ya Tuhan.🙏🙏
Penulis:

Monika Agustini, Lingkungan St. Thomas
Kategori:Kisah Inspiratif, Uncategorized