HARI MINGGU PRAPASKAH V (7 APRIL 2019)
Yes. 43:16-21; Mzm. 126:1-2ab,2cd-3,4-5,6; Flp. 3:8-14; Yoh. 8:1-11
DITERBITKAN OLEH TIM KERJA KITAB SUCI – DPP. SANTO YOSEP PURWOKERTO
“Akupun tidak menghukum engkau. Pergilah, dan jangan berbuat dosa lagi mulai dari sekarang.” (Yoh 8:11)
Bapak/Ibu dan saudara/i terkasih.
Dalam kehidupan ini peristiwa atau permasalahan yang kita alami tentu datang silih berganti. Baik peristiwa yang menyenangkan ataupun sebaliknya. Tidak ada seorangpun yang tidak pernah punya masalah. Sehingga menjadi tidak asing bagi kita ketika harus menyaksikan berbagai permasalahan antar personal di dalam keseharian kita. Mungkin kita sendiri yang mengalami atau bahkan menjadi pelakunya. Permasalahan yang tidak menyenangkan ataupun konflik bisa terjadi di mana saja. Bisa terjadi dalam kehidupan bermasyarakat, bertetangga, di dalam pelayanan, di dalam hidup menggereja, bahkan di dalam kehidupan rumah tangga sekalipun.
Saat mengalami konflik dan kita lupa bahwa kita memiliki kasih, maka konflik itu bisa menjadi semakin berlarut-larut.
Menghilang dari pelayanan karena ada teman sepelayanan yang dianggap membuat masalah kepada kita. Atau tidak mau bergabung dalam kegiatan lingkungan karena ada anggota lingkungan yang tidak kita sukai. Mendiamkan tetangga karena tetangga kita pernah melakukan kesalahan kepada kita. Konflik dalam rumah tangga yang berkelanjutan karena saling mengungkit kesalahan masa lalu masing masing. Itu adalah secuil gambaran peristiwa yang mungkin saja terjadi dalam kehidupan kita.
Bapa/Ibu dan Saudara/i yang dikasihi Tuhan.
Menjadi refleksi bagi kita semua, bagaimanakah sikap kita terhadap orang-orang di sekitar kita yang pernah melakukan kesalahan kepada kita. Apakah kita mau memberikan maaf / pengampunan, kemudian memperbaiki relasi? Dan bagaimana pula kita bertindak ketika berada di posisi yang sama dengan perempuan dalam bacaan Injil minggu ini, yaitu sebagai pendosa ? Apakah kita mau dan tanpa ragu mendekat kepada Yesus dengan mengakui kesalahan dan melanjutkan hidup dalam pertobatan?
Seringkali kita lupa dengan apa yang telah Tuhan Yesus ajarkan kepada kita, bagaimana dengan kasih kita harus mengampuni dan melupakan kesalahan. Bagaimana dengan merendahkan diri kita melakukan pertobatan ketika hidup kita masih diliputi kedosaan.
Banyak dari kita masih memosisikan diri seperti ahli-ahli taurat atau orang-orang Farisi, yang sulit melupakan kesalahan orang lain apalagi mengampuni. Merasa sebagai orang yang hidupnya sudah paling benar.
Dalam bacaan Injil minggu ini khususnya dari kutipan Yoh 8: 10-11 Tuhan Yesus berkata kepada perempuan yang dicap “berdosa”: Lalu Yesus bangkit berdiri dan berkata kepadanya: “Hai perempuan, di manakah mereka? Tidak adakah seorang yang menghukum engkau?” Jawabnya: “Tidak ada, Tuhan.” Lalu kata Yesus: “Akupun tidak menghukum engkau. Pergilah, dan jangan berbuat dosa lagi mulai sekarang.”
Yesus tidak menghukum wanita itu, meskipun Dia layak memberikan hukuman karena Ia tidak berdosa dan tidak pernah melakukan dosa. Itu menunjukkan betapa besar kasih Tuhan terhadap wanita itu dan pastilah terhadap kita juga. Dia mau mengampuni tanpa memandang latar belakang dan keberadaan wanita yang dianggap berdosa dan najis oleh para pemuka agama. Kasih Yesus adalah kasih yang tidak memandang rupa. Kasih seperti inilah yang harus kita teladani dan realisasikan dalam hidup kita sebagai orang yang percaya. Dengan kasih kita akan lebih mudah memberikan pengampunan kepada siapapun.
Demikian juga dengan surat Rasul Paulus kepada jemaat di Filipi sebagai salah satu bacaan minggu ini. Kita semua tahu bagaimana kisah Saulus yang sangat membenci orang-orang yang percaya kepada Kristus. Setelah mengalami jamahan Tuhan, Saulus bisa berubah menjadi Paulus yang selanjutnya menyerahkan seluruh hidupnya untuk mewartakan kabar gembira tentang Yesus Kristus. Mengapa itu bisa terjadi? Karena Paulus mengalami sentuhan kasih Tuhan, meninggalkan masa lalunya (cara hidup lama) dan berbalik 180 derajat menjadi pribadi yang baru. Paulus kemudian memulai hidup baru dan percaya bahwa di depan ada janji Tuhan yang pasti ditepati. Surat Rasul Paulus kepada Jemaat di Filipi menceritakan hal itu: Saudara-saudara, aku sendiri tidak menganggap, bahwa aku telah menangkapnya, tetapi ini yang kulakukan: aku melupakan apa yang telah di belakangku dan mengarahkan diri kepada apa yang di hadapanku, dan berlari-lari kepada tujuan untuk memperoleh hadiah, yaitu panggilan surgawi dari Allah dalam Kristus Yesus (Flp 3: 13-14).
Bapak/Ibu dan Saudara/i yang terkasih.
Mari kita renungkan bacaan-bacaan minggu ini, bagaimana kita mau menempatkan diri ? Apakah kita mau menjadi pribadi yang mudah mengampuni, melanjutkan karya Kristus dengan memberikan kasih dan pengampunan kepada orang lain tanpa memandang rupa? Sementara sebagai pribadi yang berdosa, maukah kita menempatkan diri seperti perempuan yang bertobat dengan meninggalkan dosa dan berbalik ke arah yang Tuhan Yesus kehendaki, sebagaimana Paulus juga lakukan? Ataukah kita akan tetap berperan sebagai orang-orang Farisi dan ahli-ahli Taurat?
Semoga kita semua diberi kemauan dan kemampuan untuk meneladan kasih yang sudah Yesus ajarkan dan kita terima, berani merendahkan diri mengakui kesalahan dan dosa kita, lalu bertobat untuk memulai hidup baru dalam kasih.
Berkah Dalem
Benedictus Widiyanto
Lingkungan St. Stefanus
Kategori:RENUNGAN, Renungan Minggu