HARI MINGGU PRAPASKAH IV (31 MARET 2019)
Yos. 5:9a,10-12; Mzm. 34:2-3,4-5,6-7; 2Kor. 5:17-21; Luk. 15:1-3,11-32
DITERBITKAN OLEH TIM KERJA KITAB SUCI – DPP. SANTO YOSEP PURWOKERTO
“Aku akan bangkit dan pergi kepada bapaku dan berkata kepadanya: Bapa, aku telah berdosa terhadap sorga dan terhadap bapa, aku tidak layak lagi disebutkan anak bapa; jadikanlah aku sebagai salah seorang upahan bapa.” (Luk 15:18-19)
Bapak/Ibu, saudara/i terkasih.
Perumpamaan yang Tuhan Yesus sampaikan kepada ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi dalam Injil yang kita dengar hari ini, secara harafiah sering kita jumpai dalam kehidupan kita sehari-hari. Dalam keluarga yang banyak harta, orangtua tanpa dimintapun sudah memikirkan bagaimana hartanya nanti dibagi untuk anak-anaknya. Banyak orang kaya membuat surat wasiat untuk anak-anaknya dalam hal pembagian harta. Lalu anak-anak yang mendapatkan harta dari orangtuanya tidak sedikit yang tidak dapat menggunakan dengan baik. Karena tidak dapat menggunakan dengan baik akhirnya jatuh dalam kemiskinan. Lalu jika orangtuanya masih hidup merengek lagi minta bantuan. Kalau orangtuanya sudah tidak ada, kepada saudara-saudaranya lah minta bantuan. Akhirnya banyak yang menyebabkan hubungan antar saudara tidak harmonis.
Bapak/Ibu, saudara/i terkasih.
Injil hari ini tidak berbicara tentang pembagian harta antara anak bungsu dengan anak sulung. Tetapi Tuhan Yesus berbicara tentang kasih dan belas kasih Allah yang begitu besar kepada umatNya. Jika berbicara tentang harta benda, maka begitu anak bungsu habis harta bendanya, dia sudah tidak dapat bagiannya lagi. Tetapi karena berbicara tentang kasih Allah, maka anak bungsupun begitu kembali mendapatkan lagi kasih yang sama besarnya. Bahkan melebihi apa yang diharapkannya.
Ada dua hal yang dapat kita garis bawahi dari Injil hari ini, yaitu :
Pertama, Kasih Allah sungguh sangat besar. Allah tidak membiarkan anak-anakNya hilang. Allah tetap setia dan sabar menanti kembalinya anak-anak yang hilang itu, menantikan kembalinya anak-anak yang meninggalkanNya. Bahkan Allah tidak memperhitungkan lagi berapa besar kasihNya yang sudah diberikan kepada anak-anakNya itu, yang oleh anak-anakNya itu tidak ditanggapi dan tidak dimanfaatkan dengan baik.
Kedua, Allah sungguh berbelas kasihan. Setiap anak-anakNya yang meninggalkanNya kembali, Allah pasti akan menerimanya dengan penuh suka cita. Karena Allah ingin supaya semua anak-anakNya selamat. Ketika orang berdosa berbalik 180 derajat dengan tulus hati kembali kepada Allah, maka Allah pun dengan tangan terbuka siap sedia menerima mereka dengan pengampunan, dengan kasih, dengan belas kasihan.
Bapak/Ibu, Saudara/i terkasih.
Saat ini adalah saat yang tepat untuk berbalik dari dosa kembali kepada Kasih Allah. Marilah kita refleksikan kehidupan kita masing-masing. Apakah kita masih seperti anak bungsu, yang tidak mampu menangkap akan kasih Allah Bapa yang begitu besar? Atau juga seperti anak sulung yang masih saja bersungut-sungut ketika ada saudara-saudara kita yang berbalik kepada Allah? Begitu banyak kasih Allah yang kita terima, maka marilah kita gunakan kasih dari Allah itu untuk juga berbuat kasih, yaitu amal kasih jasmani dan rohani. Jika kita ingin dikasihi oleh sesama, marilah kita mengasihi terlebih dahulu sesama kita. Jika kita ingin diampuni, marilah kita mengampuni terlebih dahulu orang yang bersalah kepada kita, sehingga nyatalah doa Bapa Kami yang setiap saat kita panjatkan : “….ampunilah kami, seperti kamipun mengampuni yang bersalah kepada kami….”. Mulai sekarang, marilah kita turut bersuka cita menyambut kembalinya anak yang hilang ke pangkuan Bapa. Dan seperti halnya anak bungsu kita berani berkata : “Aku akan bangkit dan pergi kepada bapaku dan berkata kepadanya….”.
Semoga demikian. Amin
Berkah Dalem.
Yulius Supriyana
Lingk. St. Paulus
Kategori:RENUNGAN, Renungan Minggu