KEARIFAN
166. Bagaimana kita dapat mengetahui apakah sesuatu berasal dari Roh Kudus atau apakah berasal dari roh dunia atau roh iblis? Satu-satunya cara adalah melalui kearifan, yang menuntut sesuatu yang lebih dari kecerdasan atau akal sehat. Kearifan adalah karunia yang harus kita mohonkan. Jika kita memohon dengan keyakinan Roh Kudus akan memberi kita karunia ini, dan kemudian berusaha mengembangkannya melalui doa, permenungan, baca dan nasihat yang baik, maka pasti kita akan bertumbuh dalam karunia rohani ini.
Kebutuhan yang mendesak
167. Karunia kearifan menjadi lebih penting saat ini, karena kehidupan masa kini menawarkan kemungkinan-kemungkinan yang sangat besar untuk bertindak dan mengalihkan perhatian, serta dunia menyajikan semuanya sebagai hal yang sah dan baik. Kita semua, terutama yang berusia muda, tenggelam dalam budaya yang sedang bergerak cepat. Kita dapat melakukan pelayaran secara bersamaan pada dua atau lebih layar dan berinteraksi pada saat yang bersamaan dengan dua atau tiga skenario virtual. Tanpa hikmat kearifan, kita dapat dengan mudah menjadi mangsa dari setiap kecenderungan yang sepintas lalu.
168. Ini semua lebih penting ketika beberapa hal baru muncul dalam kehidupan kita. Kemudian kita harus memutuskan apakah hal baru tersebut adalah anggur baru yang dibawa oleh Allah atau khayalan yang diciptakan oleh roh dunia ini atau roh iblis. Di lain waktu, kebalikannya bisa terjadi, ketika kekuatan si jahat menyebabkan kita tidak berubah, meninggalkan hal-hal sebagaimana adanya, memilih penolakan yang kaku terhadap perubahan. Namun hal itu akan menghalangi karya Roh. Kita bebas, dengan kebebasan Kristus. Namun, Ia meminta kita untuk memeriksa apa yang ada di dalam diri kita – keinginan, kecemasan, ketakutan dan pertanyaan kita – dan apa yang terjadi di sekitar kita – “tanda-tanda zaman” – dan dengan demikian mengenali jalan yang mengarah pada kebebasan penuh. “Ujilah segala sesuatu dan peganglah yang baik” (1 Tes. 5:21).
Selalu dalam terang Tuhan
169. Kearifan diperlukan tidak hanya pada saat-saat yang luar biasa, ketika kita perlu menyelesaikan persoalan-persoalan serius dan membuat keputusan-keputusan penting. Yang membantu kita mengikuti Tuhan dengan lebih setia adalah sarana pertempuran rohani. Kita membutuhkannya setiap saat, untuk membantu kita mengenali jadwal waktu Allah, jangan sampai kita gagal mengindahkan dorongan rahmat-Nya dan mengabaikan ajakan-ajakan-Nya untuk bertumbuh. Seringkali kearifan dilaksanakan dalam hal-hal kecil dan tampaknya tidak ada sangkut pautnya, karena keagungan roh diwujudkan dalam kenyataan sehari-hari yang sederhana.[124] Kearifan melibatkan perjuangan tanpa batas untuk semua yang besar, lebih baik dan lebih indah, seraya pada saat yang sama memperhatikan hal-hal kecil, tanggung jawab dan pelaksanaan setiap hari. Karena alasan ini, saya meminta seluruh umat kristiani untuk tidak menghilangkan, dalam dialog dengan Tuhan, “pemeriksaan hati nurani” harian yang tulus. Kearifan juga memungkinkan kita mengenali sarana-sarana nyata yang disediakan Tuhan dalam rencana-Nya yang penuh misteri dan kasih, untuk membuat kita bergerak melampaui niat baik belaka.
Karunia Adikodrati
170. Tentu saja, kearifan rohani tidak mengesampingkan wawasan keberadaan, psikologis, sosiologis atau moral yang diambil dari ilmu pengetahuan manusia. Pada saat yang sama, kearifan melampauinya. Norma-norma Gereja yang masuk akal juga tidak cukup. Kita seharusnya selalu ingat bahwa kearifan adalah rahmat. Meskipun kearifan termasuk akal budi dan kehati-hatian, kearifan melampaui keduanya, karena kearifan mengusahakan sekilas rencana yang unik dan penuh misteri yang dimiliki Allah untuk diri kita masing-masing, yang terbentuk di tengah-tengah begitu beranekaragamnya situasi dan keterbatasan. Kearifan melibatkan lebih dari kesejahteraanku yang sementara, kepuasanku karena telah mencapai sesuatu yang bermanfaat, atau bahkan keinginanku untuk kedamaian pikiran. Kearifan ada hubungannya dengan makna kehidupanku di hadapan Bapa yang mengenal dan mengasihiku, dengan tujuan yang sesungguhnya dari kehidupanku, yang tidak diketahui oleh siapa pun selain diri-Nya. Pada akhirnya, kearifan mengarah ke sumber kehidupan yang tak pernah mati : mengenal Bapa, satu-satunya Allah yang benar, dan mengenal Yesus Kristus yang telah Ia utus (bdk. Yoh 17:3). Kearifan tidak memerlukan kemampuan khusus, atau juga tidak hanya untuk menjadi lebih cerdas atau lebih berpendidikan. Bapa dengan rela menyatakan diri-Nya kepada orang kecil (bdk. Mat 11:25).
171. Tuhan berbicara kepada kita dalam berbagai cara, di tempat kerja, melalui orang lain dan setiap saat. Namun kita tidak dapat melakukannya tanpa keheningan doa yang berlangsung lama, yang memungkinkan kita untuk lebih memahami bahasa Allah, menafsirkan makna yang sebenarnya dari inspirasi yang kita percayai yang telah kita terima, menenangkan kecemasan kita dan melihat seluruh keberadaan kita dengan cara baru dalam terang-Nya. Dengan cara ini, kita membiarkan kelahiran perpaduan baru yang muncul dari kehidupan yang diinspirasi oleh Roh.
[124]Makam Santo Ignatius dari Loyola memuat prasasti yang menggugah pikiran ini : Non coerceri a maximo, conteneri tamen a minimo divinum est (“Yang sungguh ilahi tidak terkungkung oleh yang terbesar, namun terkandung dalam yang terkecil”)
Kategori:KATEKESE, Seruan Apostolik