KATEKESE

Gaudete et Exsultate 147-157

DALAM DOA YANG TERUS MENERUS

147. Akhirnya, meskipun tampaknya sudah jelas, kita seharusnya ingat bahwa kekudusan mencakup keterbukaan yang bersifat kebiasaan kepada yang transenden, yang diungkapkan dalam doa dan penyembahan. Para kudus terbedakan oleh semangat doa dan kebutuhan untuk bersekutu dengan Allah. Mereka menemukan keprihatian tersendiri dengan sempit dan sesaknya dunia ini, serta, di tengah-tengah keprihatinan dan tanggung jawab mereka, mereka merindukan Allah, kehilangan diri mereka dalam pujian dan kontemplasi akan Tuhan. Saya tidak mempercayai kekudusan tanpa doa, meskipun doa itu tidak perlu panjang atau melibatkan emosi yang kuat.

148. Santo Yohanes dari Salib memberitahu kita : “Berusahalah untuk tetap selalu berada di hadirat Allah, baik nyata, angan-angan, atau bersatu, sejauh diperkenankan oleh karya-karyamu”.[109] Pada akhirnya, hasrat kita untuk kehendak Allah pasti akan menemukan ungkapan dalam kehidupan kita sehari-hari : “Berusahalah untuk terus menerus berdoa, dan di tengah-tengah pengamalan jasmani janganlah meninggalkannya. Apakah kamu makan, minum, berbicara dengan orang lain, atau melakukan apa saja, pergilah selalu kepada Allah dan lekatkanlah hatimu kepada-Nya”.[110]

149. Tetapi, agar hal ini terjadi, beberapa saat yang dihabiskan sendirian dengan Tuhan juga diperlukan. Bagi Santa Teresa dari Avila, doa “tidak lebih dari hubungan yang bersahabat, dan sering kali berbicara sendirian, dengan Dia yang kita kenal mengasihi kita”.[111] Saya akan bersikeras bahwa hal ini benar tidak hanya teristimewa bagi beberapa orang, tetapi bagi kita semua, karena “kita semua membutuhkan keheningan ini, dipenuhi dengan kehadiran dari Dia yang disembah”.[112] Doa yang dipenuhi rasa percaya adalah jawaban dari hati yang terbuka untuk berjumpa Allah muka dengan muka, di mana seluruhnya dapat didengar suara Tuhan yang tenang dan penuh kedamaian di tengah-tengah keheningan.

dialog with jesus

150. Dalam keheningan itu, kita dapat membedakan, dalam terang Roh, jalan kekudusan yang sedang Tuhan panggilkan kepada kita. Jika tidak, keputusan apa pun yang kita buat hanya bisa menjadi penutup jendela, ketimbang memuliakan Injil dalam kehidupan kita, akan menutupi atau menenggelamkan-nya. Bagi setiap murid, menghabiskan waktu bersama Sang Guru, mendengarkan kata-kataNya, dan selalu belajar daripada-Nya adalah penting. Kecuali kita mendengarkan, semua kata-kata kita hanyalah obrolan yang tidak berguna.

151. Kita perlu mengingat bahwa “permenungan wajah Yesus, yang wafat dan bangkit, memulihkan kemanusiaan kita, bahkan ketika kemanusiaan tersebut telah dirusak oleh masalah-masalah kehidupan ini atau dicemari oleh dosa. Kita tidak harus melunakkan kekuatan wajah Kristus”.[113] Maka, izinkanlah saya bertanya : Apakah ada saat-saat ketika kamu menempatkan dirimu secara teduh di hadirat Tuhan, ketika kamu dengan tenang menghabiskan waktu bersama-Nya, ketika kamu tenggelam dalam tatapan-Nya? Apakah kamu membiarkan api-Nya membakar hatimu? Kecuali kamu membiarkanNya semakin menghangatkan dirimu dengan kasih dan kelembutanNya, kamu tidak akan terbakar. Kemudian bagaimana kamu akan dapat membakar hati orang lain dengan kata-kata dan kesaksianmu? Jika, menatap wajah Kristus, kamu merasa tidak sanggup membiarkan dirimu disembuhkan dan diubah, kemudian masuk ke dalam hati Tuhan, ke dalam luka-luka-Nya, karena itulah tempat tinggal kerahiman ilahi.[114]

152. Saya mohon agar kita tidak pernah menganggap keheningan sebagai bentuk pelarian dan penolakan dunia di sekitar kita. Peziarah Rusia, yang terus-menerus berdoa, mengatakan bahwa doa semacam itu tidak memisahkannya dari apa yang sedang terjadi di sekitarnya. “Semua orang baik padaku; seolah-olah semua orang mengasihiku … Tidak hanya aku merasakan [kebahagiaan dan penghiburan] dalam jiwaku sendiri, tetapi seluruh dunia luar juga tampak penuh pesona dan kegembiraan bagiku”.[115]

153. Sejarah pun tidak lenyap. Doa, karena dipelihara oleh karunia Allah yang hadir dan bekerja dalam kehidupan kita, harus selalu ditandai dengan peringatan. Kenangan akan karya Allah adalah pusat dari pengalaman perjanjian antara Allah dan umat-Nya. Allah ingin memasuki sejarah, dan maka doa kita terjalin dengan kenangan. Kita memikirkan kembali tidak hanya pada Sabda-Nya yang diwahyukan, tetapi juga pada kehidupan kita sendiri, kehidupan orang lain, dan semua yang telah dilakukan Tuhan dalam Gereja-Nya. Inilah kenangan penuh syukur yang dirujuk Santo Ignatius dari Loyola dalam bukunya Kontemplasi Untuk Mencapai Kasih,[116] ketika ia meminta kita untuk mengingat seluruh berkat yang telah kita terima dari Tuhan. Pikirkanlah sejarahmu sendiri ketika kamu berdoa, dan di sana kamu akan menemukan banyak belas kasih. Hal ini juga akan meningkatkan kesadaranmu bahwa Tuhan sungguh memperhatikanmu; Ia tidak pernah melupakanmu. Jadi memohon kepada-Nya untuk menjelaskan perkara-perkara terkecil kehidupanmu adalah masuk akal, karena Ia melihat semuanya.

154. Doa permohonan adalah ungkapan hati yang percaya pada Allah dan menyadari bahwa dari dirinya sendiri doa tidak dapat berbuat apa-apa. Kehidupan umat Allah yang setia ditandai dengan permohonan terus menerus yang berasal dari kasih yang penuh iman dan percaya diri yang besar. Janganlah kita mengecilkan doa permohonan, yang begitu sering menenangkan hati kita dan membantu kita bertekun dalam harapan. Doa pengantaraan memiliki nilai tertentu, karena doa tersebut merupakan tindakan kepercayaan kepada Allah dan, pada saat yang sama, merupakan ungkapan kasih kepada sesama kita. Ada orang-orang yang berpikir, berdasarkan spiritualitas sepihak, bahwa doa seharusnya merupakan permenungan akan Allah yang tak bercela, bebas dari semua gangguan, seolah-olah nama dan wajah orang lain entah bagaimana merupakan gangguan yang harus dihindari. Namun pada kenyataannya, doa kita akan lebih berkenan kepada Allah dan lebih ampuh bagi pertumbuhan kita dalam kekudusan jika, melalui pengantaraan, kita berusaha untuk melaksanakan perintah ganda yang diwariskan Yesus bagi kita. Doa pengantaraan merupakan ungkapan keprihatinan persaudaraan kita bagi orang lain, karena kita mampu merangkul kehidupan mereka, masalah mereka yang terdalam dan impian mereka yang paling mulia. Di antara mereka yang melaksanakan doa pengantaraan dengan penuh kasih, kita dapat mempergunakan kata-kata dari Kitab Suci : “Inilah sahabat saudara-saudaranya, yang banyak berdoa untuk rakyat” (2 Mak 15:14).

155. Jika kita menyadari akan adanya Allah, kita tidak bisa menolong tetapi menyembah-Nya, kadang-kadang dalam keheranan yang teduh, dan memuji-Nya dalam madah yang meriah. Dengan demikian kita ambil bagian dalam pengalaman Beato Charles de Foucauld, yang mengatakan : “Segera setelah aku percaya akan adanya Allah, aku memahami bahwa aku tidak dapat melakukan apa pun selain hidup untuk-Nya”.[117] Dalam kehidupan umat peziarah Allah, ada banyak gerak penyembahan yang sungguh sederhana, seperti ketika “tatapan seorang peziarah bersemayan pada gambar yang melambangkan kasih sayang dan kedekatan Allah. Kasih menghentikan sejenak, merenungkan misteri, dan menikmatinya dalam keheningan”.[118]

doa dan firman156. Membaca sabda Allah dengan penuh doa, yang “lebih manis daripada madu” (Mzm 119:103) namun “pedang bermata dua” (Ibr 4:12), memungkinkan kita untuk berhenti sejenak dan mendengarkan suara Sang Guru. Membaca sabda Allah menjadi pelita bagi langkah-langkah kita dan terang bagi jalan kita (bdk. Mzm 119:105). Sebagaimana kita telah diingatkan oleh para uskup India, “devosi terhadap sabda Allah bukan hanya salah satu dari banyak devosi, indah tetapi sedikit manasuka. Devosi terhadap sabda Allah berjalan menuju inti pokok dan jatidiri kehidupan kristiani. Sabda tersebut memiliki kekuatan untuk mengubah kehidupan”.[119]

157. Bertemu Yesus dalam Kitab Suci menuntun kita kepada Ekaristi, di mana kata-kata yang tertulis mencapai keampuhannya yang terbesar, karena di sanalah Sabda yang hidup benar-benar hadir. Dalam Ekaristi, satu-satunya Allah yang benar menerima penyembahan terbesar yang dapat diberikan dunia kepada-Nya, karena Kristus sendirilah yang ditawarkan. Ketika kita menerima-Nya dalam Komuni Kudus, kita memperbarui perjanjian kami dengan-Nya dan memungkinkan-Nya untuk lebih sepenuhnya melakukan karya-Nya mengubah hidup kita.


[109] Derajat Kesempurnaan, 2.
[110] ID., Nasihat-nasihat bagi kaum religius tentang Cara Mencapai Kesempurnaan, 9.
[111] Autobiografi, 8, 5.
[112] YOHANES PAULUS II, Surat Apostolik Orientale Lumen (2 Mei 1995), 16: AAS 87 (1995), 762.
[113] Pertemuan dengan Para Peserta dalam Konvensi V Gereja Italia, Fiorentina, (10 November 2015): AAS 107 (2015), 1284.
[114] Bdk. BERNARDUS DARI CLAIRVAUX, Kotbah-kotbah dalam Canticum Canticorum, 61, 3-5: PL 183:1071-1073.
[115] Jalan Seorang Peziarah, New York, 1965, hlm. 17, 105-106.
[116] Bdk. Latihan Rohani, 230-237.
[117] Surat kepada Henry de Castries, 14 Agustus 1901.
[118] KONFERENSI UMUM V PARA USKUP AMERIKA LATIN DAN KARIBIA, Dokumen Aparecida (29 Juni 2007), 259.
[119] KONFERENSI PARA USKUP KATOLIK INDIA, Deklarasi Akhir Sidang Umum XXI, 18
Februari 2009, 3.2.

Tinggalkan Balasan

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.