KATEKESE

Gaudete et Exsultate 63-70 (Bab Tiga)

BAB TIGA

DALAM TERANG SANG GURU

  1. Ada sejumlah teori tentang apa yang termasuk kekudusan, dengan berbagai penjelasan dan perbedaan. Permenungan semacam itu mungkin berguna, tetapi tidak ada yang lebih mencerahkan daripada berpaling ke kata-kata Yesus dan melihat cara-Nya mengajarkan kebenaran. Yesus menjelaskan dengan sangat sederhana apa artinya menjadi kudus ketika Ia memberikan kita Sabda Bahagia (bdk. Mat 5:3- 12; Luk 6:20-23). Sabda Bahagia seperti kartu jatidiri orang kristiani. Jadi, jika ada yang bertanya : “Apa yang harus kita lakukan untuk menjadi orang kristiani yang baik?”, jawabannya jelas. Kita harus melakukannya, dengan cara kita masing-masing, apa yang dikatakan Yesus kepada kita dalam Khotbah di Bukit.[66] Dalam Sabda Bahagia, kita menemukan potret Sang Guru, yang memanggil kita untuk mencerminkan potret tersebut dalam kehidupan kita sehari-hari.
  1. Kata “bahagia” atau “berbahagia” dengan demikian menjadi persamaan kata untuk “kudus”. Kata tersebut mengungkapkan fakta bahwa orang-orang yang setia kepada Allah dan sabda-Nya, dengan memberi diri mereka, memperoleh kebahagiaan sejati.
BERJALAN MELAWAN ARUS
  1. Meskipun kata-kata Yesus mungkin mencoreng kita secara puitis, kata-kata tersebut jelas bertentangan dengan hal-hal yang biasanya dilakukan di dunia kita. Bahkan jika kita menemukan pesan Yesus yang menarik, dunia mendorong kita menuju cara hidup yang lain. Sabda Bahagia sama sekali tidak usang atau tidak menuntut, justru sebaliknya. Kita hanya bisa mengamalkannya jika Roh Kudus memenuhi diri kita dengan kuasa-Nya dan membebaskan diri kita dari kelemahan kita, keegoisan kita, kepuasan diri kita dan kesombongan kita.
  1. Marilah kita sekali lagi mendengarkan Yesus, dengan seluruh cinta dan rasa hormat yang layak didapatkan Sang Guru. Marilah kita membiarkan kata-kata-Nya mengganggu kita, menantang kita dan menuntut perubahan nyata dalam cara hidup kita. Kalau tidak, kekudusan akan tetap tidak lebih dari sebuah kata kosong. Sekarang kita beralih ke masing-masing Sabda Bahagia dalam Injil Matius (bdk. Mat 5:3-12).[67]
“Berbahagialah orang yang miskin di hadapan Allah, karena merekalah yang empunya Kerajaan Sorga”

wajah orang miskin

  1. Injil mengundang kita untuk mengintip ke kedalaman hati kita, untuk melihat di mana kita menemukan keamanan kita dalam kehidupan. Biasanya orang kaya merasa aman dalam kekayaan mereka, dan berpikir bahwa, jika kekayaan itu terancam, seluruh makna kehidupan duniawi mereka dapat runtuh. Yesus sendiri memberitahu kita tentang hal ini dalam perumpamaan orang kaya yang bodoh : Ia berbicara tentang orang yang yakin akan dirinya sendiri, namun bodoh, karena tidak sadar bahwa ia akan meninggal pada hari itu juga (bdk. Luk 12:16-21).
  1. Kekayaan tidak menjamin apa-apa. Sesungguhnya, sekali kita berpikir kita kaya, kita dapat menjadi begitu puas bahwa kita tidak menyisakan ruang untuk sabda Allah, untuk mengasihi saudara-saudari kita, atau untuk menikmati hal-hal terpenting dalam kehidupan. Dengan cara ini, kita kehilangan harta terbesar. Itulah sebabnya mengapa Yesus menyebut berbahagia orang-orang yang miskin di hadapan Allah, mereka yang memiliki hati yang miskin, karena di sana Tuhan dapat masuk dengan kebaruan-Nya yang abadi.
  1. Kemiskinan rohani ini terkait erat dengan apa yang disebut Santo Ignatius dari Loyola sebagai “ketidakpedulian yang kudus”, yang membawa kita pada kebebasan batin yang berseri-seri : “Kita perlu melatih diri kita untuk acuh tak acuh dalam sikap kita terhadap seluruh benda ciptaan, dalam semua yang diperbolehkan untuk kehendak bebas kita dan tidak dilarang; sehingga pada pihak kita, kita tidak menetapkan hati kita pada kesehatan yang baik daripada kesehatan yang buruk, kekayaan daripada kemiskinan, kehormatan daripada kehinaan, sebuah kehidupan yang panjang daripada kehidupan yang singkat, dan demikian juga untuk hal-hal lainnya”.[68]
  1. Lukas tidak berbicara tentang miskin “di hadapan Allah” tetapi hanya mereka yang “miskin” (bdk. Luk 6:20). Dengan cara ini, Ia juga mengundang kita untuk menjalani kehidupan yang sederhana dan keras. Ia memanggil kita untuk ambil bagian dalam kehidupan orang-orang yang paling membutuhkan, kehidupan yang dijalani oleh para Rasul, dan pada akhirnya menyesuaikan diri kita dengan Yesus yang, meskipun kaya, “menjadikan diri-Nya miskin” (2 Kor 8:9).

  Menjadi miskin di hadapan Allah : itulah kekudusan.


[66] Bdk. Homili pada Misa di Casa Santa Marta, 9 Juni 2014: L’Osservatore Romano, 10 Juni 2014, hlm. 8.

[67] Urutan Sabda Bahagia yang kedua dan ketiga beranekaragam sesuai dengan tradisi tekstual yang berbeda.

[68] Latihan Rohani, 23d.

Tinggalkan Balasan

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Gambar Twitter

You are commenting using your Twitter account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.