Penganut Pelagian Baru
- Beberapa umat kristiani masih bersikeras untuk mengambil jalan lain, yaitu pembenaran oleh upaya mereka sendiri, penyembahan kehendak manusia dan kemampuan mereka sendiri. Hasilnya adalah rasa puas diri yang berpusat pada diri sendiri dan elit, kehilangan kasih sejati. Hal ini menemukan ungkapannya dalam berbagai cara berpikir dan bertindak yang tampaknya tidak berhubungan : terobsesi dengan hukum, asyik dengan keuntungan sosial dan politik, kekhawatiran yang berlebihan terhadap liturgi, ajaran dan wibawa Gereja, kesombongan berkenaan dengan kemampuan untuk mengelola hal-hal praktis, dan kekhawatiran yang berlebihan atas program bantuan mandiri dan pemenuhan pribadi. Beberapa umat kristiani menghabiskan waktu dan energi mereka untuk hal-hal ini, ketimbang membiarkan diri mereka dipimpin oleh Roh di jalan kasih, ketimbang bergairah menyampaikan keindahan dan sukacita Injil serta mencari yang hilang di antara kerumunan besar orang yang haus akan Kristus.[63]
- Tidak jarang, bertentangan dengan bisikan Roh, kehidupan Gereja dapat menjadi bagian dari koleksi sebuah museum atau milik beberapa orang terpilih. Hal ini dapat terjadi ketika beberapa kelompok umat kristiani memberikan kepentingan yang berlebihan terhadap aturan, kebiasaan, atau cara bertindak tertentu. Injil kemudian cenderung dikurangi dan dibatasi, dirampas kesederhanaan, daya pikat dan cita rasanya. Hal ini mungkin merupakan bentuk tak kentara dari pelagianisme, karena tampaknya menaklukkan kehidupan rahmat pada tatanan manusiawi tertentu. Pelagianisme tersebut dapat mempengaruhi kelompok, gerakan dan jemaat, serta pelagianisme tersebut menjelaskan mengapa begitu sering mereka memulai dengan kehidupan yang intens di dalam Roh, akhirnya hanya menjadi fosil … atau rusak.
- Begitu kita percaya bahwa semuanya tergantung pada usaha manusia sebagaimana disalurkan oleh aturan dan tatanan gerejani, kita secara tidak sadar memperumit Injil dan menjadi diperbudak oleh cetak biru (rancangan) yang meninggalkan sedikit bukaan untuk karya rahmat. Santo Thomas Aquino mengingatkan kita bahwa pasal-pasal yang ditambahkan pada Injil oleh Gereja hendaknya dikenakan secara tidak berlebihan “supaya perilaku umat beriman tidak terbebani”, karena kemudian agama kita akan menjadi bentuk perbudakan.[64]
Cakupan Hukum
- Untuk menghindari hal ini, kita harus selalu mengingatkan diri kita bahwa ada hierarki kebajikan yang meminta kita mengusahakan apa yang penting. Keutamaan termasuk kebajikan-kebajikan teologis, yang memiliki Allah sebagai alasan dan tujuannya. Pusatnya adalah amal kasih. Santo Paulus mengatakan bahwa apa yang benar-benar diperhitungkan adalah “iman yang bekerja oleh kasih” (Gal 5:6). Kita dipanggil untuk melakukan segala upaya untuk mempertahankan amal kasih : “Barangsiapa mengasihi sesamanya manusia, ia sudah memenuhi hukum Taurat … karena itu kasih adalah kegenapan hukum Taurat” (Rm 13:8,10). “Sebab seluruh hukum Taurat tercakup dalam satu firman ini, yaitu: ‘Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri!’” (Gal 5:14).
Dengan kata lain, di tengah hamparan perintah dan aturan, Yesus merintis jalan untuk melihat dua wajah, wajah Bapa dan wajah saudara kita. Ia tidak memberi kita dua rumusan lagi atau dua perintah lagi. Ia memberi kita dua wajah, atau lebih baik lagi, wajah-Nya sendiri : wajah Allah yang tercermin dalam begitu banyak wajah lainnya. Karena di setiap wajah saudara-saudari kita, terutama wajah orang-orang kecil, orang-orang terlantar, orang-orang yang tidak berdaya dan orang-orang yang membutuhkan, wajah Allah yang sesungguhnya ditemukan. Memang, dengan kepingan-kepingan kemanusiaan yang lemah ini, Tuhan akan membentuk karya seni-Nya yang terakhir. Karena “apa yang bertahan, apa yang memiliki nilai dalam kehidupan, kekayaan apakah yang tidak lenyap? Tentunya dua hal ini : Allah dan sesama kita. Kedua kekayaan ini tidak lenyap!”[65]
- Semoga Tuhan membebaskan Gereja dari bentuk-bentuk baru gnostisisme dan pelagianisme ini yang membebani dirinya dan menghalangi kemajuannya di sepanjang jalan menuju kekudusan! Penyimpangan-penyimpangan ini mengambil berbagai bentuk, sesuai dengan perangai dan watak masing-masing orang. Jadi saya mendorong semua orang untuk merenungkan dan mencamkan di hadapan Allah apakah bentuk-bentuk baru itu dapat hadir dalam kehidupan mereka.
[63] Bdk. Seruan Apostolik Evangelii Gaudium (24 November 2013), 95: AAS 105 (2013), 1060.
[64] Summa Theologiae I-II, q. 107, art. 4.
[65] FRANSISKUS, Homili pada Misa Yubileum Orang-orang yang Terlantar secara Sosial (13 November 2016): L’Osservatore Romano, 14-15 November 2016, hlm. 8.
Kategori:KATEKESE, Seruan Apostolik