Subbagian 1: Keluarga, Tempat Allah Bersemayam
Kitab Suci penuh dengan ceritera-ceritera tentang keluarga-keluarga, kelahiran-kelahiran dan kisah-kisah cinta, serta juga ceritera-ceritera tentang krisis-krisis keluarga (Amoris Laetitia, 8). Semua ceritera ini, sebagaimana ditegaskan oleh Paus dalam bab pertama suratnya ‘Amoris Laetitia’ (AL), disampaikan lebih sebagai “sumber penghiburan dan teman seperjalanan untuk setiap keluarga yang mengalami berbagai kesulitan atau penderitaan” (AL, 22). Namun, di samping “kenyataan pahit … yaitu hadirnya penderitaan, setan dan kekerasan yang menghancurkan keluarga” (AL, 19), Kitab Suci juga menampilkan gambaran ideal tentang keluarga. Dalam bagian 32 ini, kita akan berfokus pada dimensi positif hidup keluarga, sebagaimana ditampilkan oleh Kitab Suci dan disampaikan oleh Paus Fransiskus; bagian berikut akan meninjau aspek-aspek lain.
Kitab Kejadian menceritakan kepada kita bahwa Allah menciptakan pria dan wanita “menurut gambar-Nya”. Dan Allah memberkati mereka dan menyuruh mereka “untuk beranak-cucu dan bertambah banyak” (Kejadian 1:26-28). Inilah cara Kitab Suci menunjukkan bahwa cinta suami isteri yang berbuah, termasuk di dalamnya cinta seksual, jasmani dan yang memberi diri, mewahyukan hidup batiniah Allah. Paus Fransiskus mengingatkan kita bahwa dalam visi Kristiani Allah dikontemplasikan sebagai persekutuan cinta antara Bapa, Putera dan Roh. Oleh karena itu, ia menegaskan bahwa suatu keluarga, yang saling mencintai dan menjadi gambar Allah, menampakkan secara luar biasa kehadiran Allah yang mencintai di dunia (AL, 11). Paus menegaskan, “Trinitas bersemayam di dalam bait persekutuan perkawinan” dan “tinggal secara intim di dalam cinta perkawinan” (AL, 314).
Baiklah mengingat bahwa dengan mengatakan demikian Paus menunjuk pada kehidupan sehari-hari dari keluarga-keluarga normal. Ia menyatakan: “Kehadiran Tuhan bersemayam di dalam keluarga yang nyata dan konkrit, dengan semua penderitaan, perjuangan, kegembiraan dan daya upaya sehari-hari.” Ditambahkannya: “Spiritualitas cinta kasih keluarga terbentuk dari ribuan sikap dan tindakan konkrit dan riil. Di dalam aneka karunia dan perjumpaan yang mematangkan persekutuan, Allah memiliki tempat kediaman-Nya” (AL 315).
Pria dan wanita saling mengungkapkan cinta mereka sebagai suami isteri melalui begitu banyak cara sehari-hari. Kenyataannya, cinta Allah menjadi hidup “melalui perkataan, tatapan mata, bantuan, belaian, pelukan” (AL, 321). Atas cara itu, Paus menegaskan, “spiritualitas diejawantahkan di dalam persekutuan keluarga” (AL, 316).
Selain menunjukkan aspek-aspek positif hidup keluarga Paus Fransiskus juga menunjukkan bahwa Kitab Suci memberi kesaksian tentang kenyataan bahwa perkawinan dan hidup keluarga dapat menjadi sumber penderitaan dan kepedihan. Kita akan mengikuti refleksi-refleksi dari Sri Paus tentang hal ini dalam bagian-bagian berikut.
Saat Untuk Refleksi
Doa keluarga merupakan suatu cara istimewa untuk mengungkapkan dan
menguatkan iman akan kehadiran penuh cinta kasih dari Allah dalam keluarga.
“Beberapa menit dapat ditemukan setiap hari
untuk bersama-sama hadir di hadapan Allah yang hidup,
menceriterakan kepada-Nya berbagai kekhawatiran kita,
berdoa untuk berbagai kebutuhan keluarga kita,
mendoakan seseorang yang sedang mengalami kesulitan,
memohon bantuan untuk mengasihi,
bersyukur atas kehidupan dan berkat-berkat di dalamnya,
dan memohon Bunda Maria melindungi kita
dengan mantel keibuannya.
Dengan kalimat sederhana,
saat doa ini dapat mendatangkan
begitu banyak kebaikan bagi keluarga kita.
Aneka ungkapan kesalehan umum
merupakan khazanah spiritualitas bagi banyak keluarga.
(Paus Fransiskus, Amoris Laetitia, 318).
Kategori:Kursus Spiritualitas Hati Online, RENUNGAN