Bab Keempat:
Menghayati Spiritualitas Hati dalam Hidup Sehari-Hari
Bagian 30 : Spiritualitas Hati dan Sukacita Kasih
Kita telah memulaikan Program On-Line ini dengan menyodorkan beberapa catatan singkat mengenai kebutuhan luas akan Spiritualitas di dunia dewasa ini dan mengenai adanya pelbagai jenis spiritualitas, termasuk spiritualitas-spiritualitas hati (No. 1 – 3). Bab kedua program ini (bagian 4 – 16) secara singkat memperkenalkan aspek-aspek utama dari Karisma Pater Jules Chevalier. Bab ketiga (bagian 17 – 29) merujuk pada tulisan-tulisan Paus Fransiskus, terutama Seruan Apostoliknya “Evangelii Gaudium” (Sukacita Injil), sambil menggarisbawahi kenyataan bahwa menghayati suatu Spiritualitas Hati sama relevan untuk tugas perutusan Gereja dewasa ini sebagaimana halnya di zaman Pater Chevalier.
Dalam bagian-bagian berikut, kita akan merefleksikan Spiritualitas Hati sebagai sumber inspirasi untuk menghayati kehidupan sehari-hari sebagai orang-orang yang menikah atau lajang dalam hidup keluarga, atau sebagai religius dan imam yang hidup di dalam komunitas-komunitas. Pertama-tama, kita akan memusatkan perhatian pada Seruan Apostolik Paus Fransiskus “Amoris Laetitia” (Sukacita Kasih) dan menemukan bagaimana beliau menunjukkan kepada kita cara hidup menurut hati di dalam kehidupan keluarga dan relasi-relasi personal. Atas salah satu cara, kita semua hidup di dalam keluarga-keluarga atau komunitas-komunitas, entah sebagai orang tua atau anak-anak, sebagai pasangan atau lajang, atau sebagai anggota komunitas religius dan Gereja. Surat Sri Paus pada dasarnya adalah suatu dokumen yang memperlihatkan kepada kita jalan bergelombang menuju hidup bersama penuh sukacita dalam keluarga atau komunitas, sambil berupaya untuk terus bertumbuh dalam kasih.
Dalam refleksi-refleksinya tentang perkawinan dan hidup keluarga, Sri Paus berangkat dari tantangan-tantangan sehari-hari, yang dihadapi oleh keluarga-keluarga dalam masyarakat dewasa ini. Ia menunjukkan diri sebagai seorang penasihat yang baik, yang, sebelum mengusulkan suatu cara untuk beranjak maju, pertama-tama mendengarkan kegembiraan dan pergumulan-pergumulan dari hati orang-orang. Begitu juga, ia memperlihatkan rasa hormat mendalam pada suara kecil dari hati seseorang. Ia ingin mendampingi setiap orang, tidak hanya mereka yang menjalani hidup keluarga yang serasi, tetapi juga mereka yang sedang menghadapi tantangan-tantangan besar dalam relasi-relasi mereka, atau yang perkawinannya berakhir gagal. Kepada setiap orang ia menunjukkan cara hidup menurut hati.
Saat Untuk Refleksi
“Tidak ada keluarga yang jatuh dari surga yang terbentuk sempurna;
keluarga-keluarga membutuhkan perkembangan tahap demi tahap dalam kemampuannya untuk mencintai.
Ini merupakan panggilan yang terus menerus….
Kontemplasi kita akan kepenuhan, yang belum kita capai,
juga memungkinkan kita untuk berhenti menuntut
suatu kesempurnaan dalam relasi interpersonal kita,
yang hanya dapat kita temukan di dalam Kerajaan akhir.
Hal ini juga menghindarkan kita dari sikap menghakimi dengan kasar
mereka yang hidup dalam situasi kelemahan besar.
Kita semua dipanggil untuk terus berjuang menuju sesuatu
yang melampaui diri kita sendiri dan keluarga-keluarga kita….
Marilah kita terus berjalan bersama-sama.
Apa yang telah dijanjikan kepada kita senantiasa
lebih dari yang kita bayangkan.
Jangan kehilangan harapan karena keterbatasan kita
atau berhenti mencari kepenuhan kasih
dan persekutuan yang telah dijanjikan Allah kepada kita.”
(Paus Fransiskus, Amoris Laetitia *), n. 325).
___
*) Lihat “Amoris Laetitia (Sukacita Kasih)”, Seruan Apostolik PascaSinode Paus Fransiskus, 19 Maret 2016, Departemen Dokumentasi dan Penerangan KWI, Jakarta, Juli 2017.
Kategori:Kursus Spiritualitas Hati Online, RENUNGAN