Hari Minggu Biasa XXI (25-26 Agustus 2018)
Yos. 24:1-2a,15-17,18b; Mzm. 34:2-3,16-17,18-19,20-21,22-23; Ef. 5:21-32; Yoh. 6:60-69
Diterbitkan oleh Tim Kerja Kitab Suci – DPP. Santo Yoseph Purwokerto
“dan kami telah percaya dan tahu, bahwa Engkau adalah Yang Kudus dari Allah” (ay 69)
Bapak/Ibu dan Saudara/i terkasih
Merenungkan Injil hari ini, saya teringat saat kecil dulu. Bagaimana orangtua saya mendidik saya begitu keras. Di dalam keluarga saya, setiap anggota keluarga mempunyai tugas masing-masing. Saya misalnya mempunyai tugas cari rambut (kulit gabah) untuk membuat tungku, menanak nasi, mencuci piring, membersihkan lampu-lampu minyak (dulu rumah saya belum ada listriknya). Jika saya lalai melaksanakan tugas tersebut maka ibu saya pasti marah besar, kadang sampai memukuli saya (yang saya ingat kalau pun memukul ibu saya tidak pernah memukul kepala saya). Saat marah kata-kata yang dikeluarkan juga sangat keras baik dalam hal bahasa maupun volumenya. Pernah juga karena saking asyiknya main, saya pulang sore. Tugas saya ada yang belum saya laksanakan, maka ibu saya kembali marah dan saya diikat di salah satu tiang. Sambil menangis saya terus mohon maaf pada ibu saya. Menjelang malam akhirnya ikatan dilepas, saya disuruh mandi, makan dan tidur. Esok harinya ibu saya sudah seperti biasa. Melakukan aktivitas sebagai ibu rumah tangga. Menyuruh anak-anaknya bersiap ke sekolah, menyiapkan sarapan, dll. Masih banyak lagi kenangan bagaimana orangtua saya mendidik begitu keras terhadap saya dan kakak-kakak serta adik-adik saya.
Saat itu saya hanya merasakan bahwa ibu saya galak, bahkan sangat galak dibandingkan dengan ibu-ibu tetangga saya. Tetapi setelah dewasa, saya baru menyadari kalau apa yang dilakukan oleh ibu saya adalah cara ibu saya mendidik saya, cara ibu saya mempersiapkan saya supaya kelak menjadi orang yang kehidupannya lebih baik dari orangtuanya. Apa yang dilakukan oleh ibu saya ternyata adalah bentuk kasih sayangnya kepada saya.
Bapak/Ibu dan Saudara/i terkasih
Kita sudah dengar dan baca bacaan Injil di minggu-minggu sebelumnya bagaimana Tuhan Yesus menyakinkan para pengikutNya tentang siapa Dia. Tetapi mereka juga belum percaya. Dan karena begitu kerasNya perkataan Yesus maka banyak dari pengikutNya yang meninggalkan Yesus. Yesus pun tahu kalau para muridNya bersungut-sungut. Maka kepada keduabelas muridNya Yesus pun bertanya : “Adakah perkataan itu menggoncangkan imanmu? (ay 61). Karena banyak pengikutNya yang pergi meninggalkanNya, Yesus pun bertanya kepada para murid : “Apakah kamu tidak mau pergi juga?” (ay 67). Simon Petrus tampil mewakili murid-murid yang lain menyatakan iman kepercayaannya dengan menjawab : “Tuhan, kepada siapakah kami akan pergi? Perkataan-Mu adalah perkataan hidup yang kekal; dan kami telah percaya dan tahu, bahwa Engkau adalah Yang Kudus dari Allah. ” (ay 68-69).
Hal yang sama kita dengar di bacaan pertama di mana Nabi Yosua memberi ultimatum kepada semua bangsa dari suku Israel, para tua-tua, para kepala, hakim dan para pengatur pasukan Israel. Kepada siapakah mereka akan beribadat. Apakah kembali kepada dewa-dewa nenek moyang mereka, atau kepada dewa orang Amori atau kepada Allah? Namun Nabi Yosua menegaskan bahwa dia beserta seisi rumahnya beribadah kepada Tuhan. Keyakinan, kepercayaan dan kesetiaan Nabi Yosua akhirnya diikuti oleh seluruh bangsa yang hadir saat itu.
Dari bacaan Injil hari ini saya merefleksikan bahwa Tuhan Yesus tahu bahwa sepeninggal Dia, tantangan yang akan dihadapi oleh para muridNya dalam mewartakan ajaran-ajaran kasihNya sungguh sangat berat. Maka dari itu Tuhan Yesus ingin memberikan bekal, mendidik dan mempersiapkan mereka dengan keras supaya para murid menjadi pewarta-pewartaNya yang tangguh dan berkualitas. Namun dibalik itu semua, Tuhan Yesus sebenarnya menunjukkan bahwa Dia sangat mengasihi para murid. Apa yang dilakukan Tuhan Yesus kepada para pengikut dan muridNya supaya para pengikut dan muridNya memperoleh keselamatan dan kehidupan kekal.
Bapak/Ibu dan Saudara/i terkasih
Cara Tuhan menyapa kita, cara Tuhan mempersiapkan kita untuk menuju keselamatan berbeda-beda. Tuhan membentuk kita dengan caraNya bukan dengan cara kita. Tetapi yang pasti apapun caranya, apapun jalannya, apakah lurus-lurus saja atau berliku-liku, apakah jalan yang bergelombang atau jalan yang penuh lubang, percayalah bahwa rencana Tuhan baik. Tinggal bagaimana dari kita masing-masing menanggapinya. Dalam perjalanan hidup kita sering kita mendapatkan kesulitan-kesulitan. Dan kesulitan yang dihadapi oleh masing-masing dari kita tentu juga berbeda-beda. Pertanyaannya adalah apakah dengan kesulitan yang kita hadapi, kita mengambil sikap seperti para pengikutNya yang meninggalkan Dia atau seperti Simon Petrus dan Nabi Yosua? Simon Petrus yang tetap percaya dan setia kepada Tuhan Yesus sebagai sumber hidup kekal dan jalan keselamatan. Nabi Yosua yang tetap percaya dan setia beribadah kepada Allah.
Semoga dengan liku-liku, aneka kesulitan dalam perjalanan hidup kita masing-masing, semakin mendewasakan iman kita, semakin memantapkan kepercayaan dan kesetiaan kita kepada Tuhan Yesus sebagai sebagai sumber kehidupan, sumber keselamatan dan sumber hidup kekal. Akhirnya Yesus menghantar kita kepada keselamatan kekal. Amin.
Berkah Dalem.
Yulius SP.
Kategori:RENUNGAN, Renungan Minggu