Hari Minggu Biasa XIV (7-8 Juli 2018)
Yeh 2: 2-5; Mzm 123: 1-2a.2bcd, 3-4; 2 Kor 12: 7-10; Mrk. 6: 1-6
Diterbitkan oleh Tim Kerja Kitab Suci – DPP. Santo Yoseph Purwokerto
Bapak / Ibu dan Saudara Terkasih,
Membaca Injil hari ini saya jadi teringat berita yang mengejutkan dan menghiasi banyak media cetak dan elektronik pada tahun 2009 lalu. Berita apakah gerangan? Saya yakin Bapak / Ibu dan saudara-saudari terkasih ingat tentang seorang anak laki-laki kelas 3 SD asal Dusun Kedungsari, Desa Balungsari, Kecamatan Megaluh, Jombang, Jawa Timur yang bernama Ponari. Orangtua, sanak-saudara, tetangga dan masyarakat dimana Ponari tinggal tentu sangat mengenal Ponari dari kecil. Ponari tumbuh dan berkembang seperti anak-anak biasa lainnya. Setelah mendapat ‘batu ajaib’ yang hanya dengan dicelupkan ke dalam air, maka ketika airnya diminum sembuhlah berbagai macam penyakit. Ponari pun mendadak terkenal dan kaya raya. Dicari banyak orang, dan dipuji-puji oleh keluarga, sanak-saudara, tetangga dan banyak orang. Keluarga, sanak-saudaranya pun menikmati hal ini.
Gambaran yang terjadi pada diri Ponari, keluarga dan sanak-saudara serta tetangga-tetangga di mana Ponari tinggal jika saya membandingkan dengan orang-orang di mana Yesus tinggal (seperti dalam Injil hari ini) kiranya berbanding terbalik. Yesus yang dengan kuasa Allah membuat berbagai mujizat, menyembuhkan banyak orang dari penyakitnya dan mengajar banyak orang dengan kata-kata bijak dan penuh hikmat, benar-benar tidak ingin menjadi terkenal dan dipuji-puji banyak orang. Namun demikian Yesus justru ditolak dan ditinggalkan oleh banyak orang di daerah asalnya. Mereka tidak percaya akan kuasa yang dilakukan oleh Yesus. Karena mereka tahu kehidupan Yesus sejak kecil yang hanya diasuh oleh seorang tukang kayu dan ibuNya Maria. Mereka juga mengenal sanak saudara Yesus.
Atas sikap orang banyak tersebut, Yesus sendiri merasa heran. Mengapa mereka tidak percaya? Atas mereka yang banyak, Yesus hanya mengatakan kepada mereka: “Seorang Nabi dihormati di mana-mana, kecuali ditempat asalnya sendiri, di antara kaum keluarga dan dirumahnya.” Dalam kondisi seperti itu, Yesus memberi teladan yang luar biasa kepada kita. Yesus tidak marah terhadap mereka, Yesus tidak memusuhi mereka, Yesus tidak menyakiti mereka, Yesus tidak membalas dengan menolak mereka. Tetapi Yesus selalu pergi dengan penuh kasih berkeliling dari desa ke desa. Menyembuhkan orang sakit hanya dengan menumpangkan tanganNya di atas mereka sambil mengajar.
Bapak / Ibu dan saudara terkasih.
Apa yang dapat kita refleksikan dari Injil hari ini? Kita semua sudah mengenal Yesus. Mungkin kita telah dikenalkan pada Yesus ketika kita dibaptis bayi. Atau mungkin kita baru mengenal Yesus setelah remaja, dewasa bahkan sudah tua. Sudahkah kita benar-benar mengenal Yesus? Bagaimana sikap kita jika kita ditolak oleh orang lain? Bagaimana sikap kita jika orang tidak mau berhubungan dengan kita karena menjadi pengikut Kristus? Jika kita balik menolak mereka berarti kita belum mengenal Yesus dengan baik. Mengenal Yesus tidak hanya dengan mengenal namaNya, tetapi juga mengenal dan memahami ajaran-kasihNya, dan juga melaksanakannya.
Mengikuti Yesus, berarti siap memanggul salib. Dalam hal ini Santo Paulus memberikan bantuan kepada kita melalui suratnya kepada umat di Korintus (2Kor 12:10). Santo Paulus menyatakan “Karena itu aku senang dan rela di dalam kelemahan, di dalam siksaan, kesukaran, penganiayaan dan kesesakan oleh karena Kristus. Sebab jika aku lemah, maka aku kuat.“. Tuhan sendiri mengatakan “Cukuplah kasih karunia-Ku bagimu, sebab justru dalam kelemahanlah kuasa-Ku menjadi sempurna”.
Semoga kita semua siap untuk ditolak karena kita setia mengikuti Kristus dan melaksanakan kehendakNya. Seperti teladan Yesus kita tetap selalu siap melayani dan berbagi kasih kepada sesama.
Berkah Dalem
Yulius SP
Kategori:RENUNGAN, Renungan Minggu