Setelah kematian dari Pater Chevalier, Pater Claude Hériault MSC, yang selama bertahun-tahun menjadi pastor rekan paroki, memberikan sanjungan atas kepedulian khusus dari Chevalier kepada kaum miskin: “Orang-orang miskin mengetahui amal kasihnya dan kebaikan hatinya. Mereka biasanya tetap datang mengetuk pintunya. Mereka tahu bahwa mereka tidak akan ditolak… Betapa banyak keluarga… yang telah disokong oleh kemurahan tangannya yang terbuka dan oleh nasihatnya… Sekarang orang-orang miskin menyadari kehilangan yang diderita mereka dengan kematian dari Pater Chevalier” (Claude Hériault MSC, Notes sur le T.R.P. Chevalier, Renungan Harian Chevalier, 14 September).
Salah satu proyek pastoral dari komunitas MSC yang baru saja didirikan adalah perayaan Misa-Misa hanya untuk kaum pria. Pada waktu itu, umumnya kaum pria tidak menghadiri Misa, juga tidak pada hari-hari Minggu. Pada 1857, Chevalier, Maugenest dan Piperon mulai mengunjungi semua keluarga di Issoudun untuk mengundang para pria guna menghadiri Misa Hari Minggu “khusus untuk para pria”. Lalu, sekitar 1858, dalam khotbah-khotbah Prapaskah untuk sekitar lima puluh pria, Pater Chevalier berbicara tentang dua kejahatan utama dalam masyarakat, yakni egoisme dan indiferentisme, yang dipandangnya sebagai penyebab-penyebab utama dari kemiskinan yang tersebar luas. Kejahatan-kejahatan ini, katanya, dapat disembuhkan dengan mengikuti Yesus, yang, sebagaimana diwahyukan dalam Injil-Injil, mencintai dengan hati manusiawi.
Sekurang-kurangnya ada empat dari delapan belas khotbah Prapaskah yang dibaktikan oleh Chevalier pada praktek amal kasih untuk kaum miskin, tidak hanya kaum miskin pada umumnya, tetapi kaum miskin di Issoudun. Chevalier mengatakan kepada kaum pria di Issoudun bahwa masih ada begitu banyak orang miskin di lingkungan tetangga mereka daripada yang mereka sadari. Katanya, ada dua alasan mengapa kita harus mencintai kaum miskin. Pertama-tama, mereka adalah manusia seperti kita, yang diciptakan menurut gambar Allah. Bahkan pun dalam kondisi yang paling memprihatinkan seorang miskin masih menunjukkan kepada kita “suatu gambaran tentang Bapa kita di surga”. Kedua, kaum miskin adalah “saudara-saudari kita, karena kita semua adalah anak-anak dari Bapa yang sama.” Oleh karena itu, katanya, kita harus memperlakukan mereka sebagai saudara dan saudari, dengan mengunjungi mereka secara pribadi di rumah. (Combattre l’Égoïsme et l’Indifférence par la charité et l’amour du Sacré-Cœur de Jésus, 10. Sur le Pauvre, sa Dignité. Manuscrits sur le Sacré-Cœur de Jésus, Fontes MSC 1, 4 – memerangi egoisme dan indiferentisme melalui amal kasih dan cinta Hati Kudus Yesus, 10. Tentang orang miskin, martabatnya. Manuskrip tentang Hati Kudus Yesus, Fonts MSC 1,4).
Konstitusi MSC yang diperbarui pada 1984 menyatakan bahwa termasuk dalam “semangat Tarekat kita untuk berpihak kepada kaum miskin” (Konstitusi MSC 1985, no. 48). Hal ini sangat konsisten dengan cara Pendiri kita mempraktekkan Devosi Hati Kudus. Juga secara jelas termasuk di dalam Spiritualitas Hati sebagaimana dihayati secara praktis dan dipromosikan oleh Paus Fransiskus, “suatu keberpihakan kepada kaum miskin… Allah menunjukkan kepada kaum miskin belas kasih-Nya yang pertama… Keberpihakan ilahi itu memiliki konsekuensi bagi kehidupan iman umat kristiani, karena kita dipanggil supaya menaruh ‘pikiran dan perasaan yang terdapat juga dalam Kristus Yesus’ ” (Fil 2 :5). Inilah alasannya, lanjut Sri Paus, “mengapa saya menginginkan suatu Gereja yang miskin dan untuk orang miskin” (Evangelii Gaudium, no. 198).
Saat untuk refleksi
“Komitmen kita tidak hanya terdiri atas
aktivitas-aktivitas atau program-program…
Yang digerakkan Roh Kudus…
di atas segalanya adalah suatu sikap perhatian,
yang menempatkan orang lain sebagai salah seorang dari diri kita sendiri.
Sikap penuh perhatian kasih semacam ini merupakan
awal dari keprihatinan yang sungguh-sungguh terhadap pribadi mereka.
Perhatian semacam ini berhasil mengilhami saya
untuk mengusahakan kebaikan mereka serta menghargai kaum miskin,
dalam kebaikan hati mereka, dalam pengalaman hidup mereka,
budaya mereka dan cara mereka menghayati iman….
Hanya atas dasar kedekatan yang sungguh-sungguh dan tulus itu
kita dapat menemani kaum miskin dalam peziarahan pembebasan mereka.
Hanya itulah yang akan menjamin bahwa di setiap komunitas Kristiani,
kaum miskin merasa seperti di rumah sendiri….
Tanpa keberpihakan kepada orang-orang miskin pewartaan Injil…
berisiko disalahpahami….”
(Paus Fransiskus, Evangelii Gaudium, no. 199).
*Keterangan gambar: dari http://www.misacorindo.id
Kategori:Kursus Spiritualitas Hati Online, RENUNGAN