Renungan Minggu

Mati Bagi Dosa, Hidup Bagi Allah

Hari Minggu Biasa XIII (30 Juni-1 Juli 2018) 

Keb. 1:13-15; 2:23-24; Mzm. 30:2,4,5-6,11,12a,13b; 2 Kor. 8:7,9,13-15; Mrk. 5:21-24,35-43

Diterbitkan oleh Tim Kerja Kitab Suci – DPP. Santo Yoseph Purwokerto 

YairusTetapi Yesus tidak menghiraukan perkataan mereka dan berkata kepada kepala rumah ibadat: “Jangan takut percaya saja!” (ay 36)

Saudara-saudari yang terkasih, saya kira khususnya pada masa ini, baik dalam situasi dunia dan negara kita saat ini, perlu  kita sadari apa yang pokok dalam kehidupan kita sebagai orang Kristen. Banyak orang yang takut dan khawatir akan apa yang akan terjadi nanti. Kerusuhankah? Atau perebutan jabatankah? Ketakutan dan kecemasan melanda banyak orang. Dari satu pihak, perlu kita menyadari apa sebenarnya arti hidup kita sebagai orang Kristen, pengikut-pengikut Kristus. Dari lain pihak, kita menyadari bahwa dalam situasi ketidakpastian itu terbuka berbagai kemungkinan peristiwa yang akan terjadi. Tetapi kalau kita sadar dan mengetahui siapa kita sesungguhnya di hadapan Tuhan, maka kita tidak usah takut akan apa pun juga yang akan terjadi, yang akan menimpa kita. Karena itu, kita perlu tahu sebetulnya kehidupan manusia itu untuk apa?

Saudara-saudari yang terkasih, kita semua besar kecil, pria-wanita, tua dan muda, apa pun pekerjaan kita, apa pun pendidikan kita, suatu saat kita semua akan menghadapi suatu realitas yang tidak bisa dihindarkan oleh siapa pun juga, yaitu realitas kematian. Tidak seorang pun bisa lepas dari realitas kematian. Kapan kematian itu akan menjemput kita ? Berapa lama lagi kita akan hidup di dunia ini? Setelah kematian, kita akan berada di mana? Dan masih banyak pertanyaan lain seputar kematian dan keadaan kita sesudahnya yang sering menimbulkan kecemasan dan ketakutan. Situasi ini sering disikapi oleh banyak orang dengan menikmati hidup sepuas-puasnya, berusaha mengumpulkan harta duniawi sebanyak-banyaknya, mencari kenikmatan, berambisi meraih jabatan dan popularitas. Pendek kata banyak orang lalu bermentalitas “aji mumpung” (mumpung ada kesempatan / masih hidup).

Kecemasan dan ketakutan juga bisa membuat orang menjadi egois, serakah dan tidak peduli pada orang lain. Kalau bisa, untung dengan merugikan orang lain. Asal aku untung dan dia buntung, asal aku kaya, dia miskin, asal aku bahagia biar dia menderita, asal aku senang, biar kamu pusing, itu bukan urusanku. Yang kuat memangsa yang lemah dan terjadi hukum rimba. Perselingkungan dan perceraian banyak terjadi. Demi kepentingan egoisme (karena malu, tidak mau repot, dll) banyak orang tega melakukan abortus.

Tetapi kalau kita tahu bahwa di dunia ini kita semua adalah peziarah-peziarah menuju rumah Bapa, maka perlulah kita ingat bahwa ketika kita mati dan segala yang di dunia ini berakhir, tidak berarti kehidupan kita berakhir pula. Bahwa sesudah itu masih ada kehidupan lagi dan bagaimana kehidupan kita di dunia sangat menentukan untuk kehidupan yang akan datang. Kehidupan yang saat ini, apa yang kita lakukan, apa yang kita kerjakan, dan apa yang kita alami itu, semua akan menentukan kehidupan yang akan datang. Kita semua harus mempertanggungjawabkan segala perbuatan kita di dunia ini di hadapan Tuhan.

Saudara-saudara yang terkasih, kita semua dipanggil untuk bertobat. Kita dipanggil untuk berbalik dan datang kepada Allah, berserah diri dan percaya kepadaNya. Kemudian kita berusaha mengikuti jalanNya atau melaksanakan kehendakNya sepanjang hidup kita. Kita dipanggil untuk menghadirkan Kerajaan Allah (situasi di mana kita dirajai/dikuasai oleh kasih, damai, keadilan, penghormatan martabat manusia dan peduli lingkungan). Dengan kata lain kita berusaha untuk “mati terhadap dosa” dan “hidup bagi Allah”. Kita tidak perlu cemas dan takut untuk melawan “budaya kematian” dan memilih “budaya kehidupan” karena Allah akan menyertai kita. Itulah yang selalu dikehendaki Allah, yakni agar kita hidup, selamat!!!

Iman kita akan Allah yang hidup dan selalu mengasihi kita membuat kita berani menaruh harapan untuk kehidupan kekal yang dijanjikannya bagi orang yang setia,  percaya dan melaksanakan kehendakNya. Kita berusaha mengikuti teladan Yesus yang memperjuangkan kehidupan, yakni datang untuk mencari yang hilang, mengampuni yang berdosa, menyembuhkan yang sakit, memberi harapan bagi yang putus asa, membela kaum lemah dan miskin, serta mengorbankan diriNya bagi keselamatan manusia. Yesus berani melawan ketidakadilan, kesombongan, kemunafikan bahkan mengalahkan maut dengan kebangkitanNya. Maka, kita berusaha untuk membangun budaya kehidupan seturut teladanNya lewat tugas pelayanan kita di dunia yang fana ini sehingga orang mengalami kehidupan yang lebih baik. Pada akhirnya usaha yang kita lakukan dengan iman, harapan dan kasih akan mendatangkan kehidupan dan kebahagiaan kekal di surga. Itulah makna dan tujuan hidup kita sesuai yang dikehendaki Allah. Berkah Dalem

Oedji

 

Kategori:Renungan Minggu

Tagged as: , , ,

Tinggalkan Balasan

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.