Bagian 24
“SUATU SPIRITUALITAS YANG DAPAT MENGUBAH HATI”
(Evangelii Gaudium no. 262)
James Cuskelly MSC sudah kita jumpai dalam bagian-bagian sebelumnya dari program ini. Dialah MSC pertama yang memperkenalkan Keluarga Chevalier pada Spiritualitas Hati. Apabila kita sungguh-sungguh ingin menghidupi Spiritualitas Hati, ia menegaskan: “Kita harus masuk ke kedalaman jiwa kita sendiri untuk merealisasikan kebutuhan-kebutuhan pribadi kita yang terdalam akan kehidupan, cinta dan makna” (Jules Chevalier, Man with a Mission, hal. 128).
Mengapa kita harus menaruh perhatian pada kebutuhan-kebutuhan pribadi terdalam di kedalaman jiwa atau hati kita untuk menghidupi Spiritualitas Hati? Dalam bukunya yang diterbitkan pada tahun 1900 Pater Chevalier memberikan alasan yang mendalam. Ia menulis: “Allah mewahyukan kepada kita aspirasi-aspirasi Hati-Nya melalui aspirasi-aspirasi hati kita sendiri …. Entah seseorang mengetahuinya atau tidak, kebenaran adalah bahwa hati kita dijadikan bagi Hati-Nya.” Tentu saja, katanya, Allah menciptakan “kebutuhan-kebutuhan di dalam diri kita selaras dengan keinginan-keinginan-Nya (Le Sacré Coeur 1900, hal. 77). St. Agustinus, yang hidup di abad keempat, mendorong kaum beriman dengan berkata: “Kembalilah ke hatimu sendiri…. Di situ anda akan menemukan Allah, sebab anda dibentuk menyerupai Dia” (Sermons on the Gospel of St. John 18:10, dengan merujuk pada Yesaya 46:8).
Tentu saja Allah sendirilah yang menanamkan di dalam hati kita aspirasi-aspirasi lebih mendalam, kerinduan-kerinduan kita akan solidaritas dan keadilan, sebagaimana juga pencarian kita akan cinta dan makna kehidupan. Dalam “Sukacita Injil” Paus Fransiskus mempertimbangkan kerinduan-kerinduan lebih mendalam dari hati manusia, sebagaimana juga pencariannya akan makna kehidupan untuk menjadi tanda jelas tentang kehausan mereka akan Allah, walaupun mereka tidak sadar akan hal itu. Ia menunjuk pada “begitu banyak tanda kehausan di dunia dewasa ini akan Allah, yang kerap kali terungkap secara tersembunyi atau secara negatif, kehausan akan makna utama kehidupan” (Evangelii Gaudium, no. 86). Kita boleh merasa pasti, beliau menegaskan bahwa “Allah tidak menyembunyikan Diri-Nya dari orang-orang yang mencari-Nya dengan tulus hati untuk menemukan makna kehidupan mereka” (Evangelii Gaudium, no. 71). Dan bilamana mereka memupuk “solidaritas, persaudaraan dan keinginan akan kesejahteraan, kebenaran dan keadilan” (Evangelii Gaudium, no. 71), Roh Allah tentu saja bekerja di antara mereka.
Secara implisit kata-kata Sri Paus menyampaikan juga pesan bahwa pentinglah memperhatikan aspirasi-aspirasi terdalam dari hati kita masing-masing, dan “kebutuhan-kebutuhan pribadi terdalam akan hidup, cinta dan makna”, sebagaimana juga kerinduan kita sendiri untuk memupuk keadilan, kebenaran dan solidaritas. Karena, juga di dalam diri kita, “cinta Allah yang menyelamatkan … bekerja secara misterius …, melampaui kesalahan-kesalahan dan kegagalan-kegagalan kita” (Evangelii Gaudium, no. 44).
Saat untuk refleksi
Dalam “Sukacita Injil”, paus Fransiskus meminta perhatian
pada kenyataan bahwa zaman kita ini ditandai oleh
“tindakan berbalik pada yang suci dan pengolahan spiritualitas…”
Beliau melanjutkan dengan mengatakan:
“Dewasa ini, tantangan kita adalah … perlunya secara benar
menanggapi kehausan banyak orang akan Allah,
supaya mereka tidak mencoba memuaskan kehausannya itu
dengan solusi-solusi yang menjauhkannya dari kenyataan
atau dengan Yesus yang dibuatnya tak berbadan
yang tidak menuntut apa-apa dari kita
dalam hubungan kita dengan sesama”.
Mereka seharusnya menemukan dalam Gereja suatu spiritualitas,
yang bisa menawarkan kesembuhan dan pembebasan yang sesungguhnya
serta yang memenuhi mereka dengan hidup dan damai,
dan pada waktu yang sama memanggil mereka
kepada persatuan persaudaraan dan misi yang berbuah.
Jika tidak, mereka akan terjebak dalam solusi-solusi
yang tidak sungguh-sungguh
meluhurkan martabat manusia atau memuliakan Allah.”
(Evangelii Gaudium, no. 89).
Kategori:Kursus Spiritualitas Hati Online, RENUNGAN