Kursus Spiritualitas Hati Online

Bagian 21 Perubahan Hati

Laudato SiSuatu tema berulang dalam ensiklik Paus Fransiskus, Laudato Si’ (Terpujilah Engkau, Tuhanku) tentang perawatan bumi dan keutuhan ciptaan, adalah pernyataan bahwa, semuanya saling terhubung (Laudato Si’ no. 70; juga contoh lain pada no. 16; 91; 240), atau “semua makhluk terkait” (Laudato Si’ no. 42). Paus menegaskan: “Perdamaian, keadilan dan keutuhan tidak dapat dipisahkan …. Semuanya terhubung; sebagai manusia, kita semua bersatu sebagai saudara dan saudari dalam suatu ziarah yang mengagumkan, terjalin oleh kasih yang Allah tunjukkan bagi setiap makhluk-Nya dan yang dengan kasih sayang yang lembut menyatukan kita juga dengan saudara matahari, saudari bulan, saudari air dan ibu pertiwi (Laudato Si’ no. 92).

Sungguh luar biasa, sama halnya dengan Paus Fransiskus, Pater Chevalier juga menunjuk bahwa semua ciptaan terhubung satu sama lain karena cinta Sang Pencipta. Chevalier menulis: “Betapa mengagumkan dunia materiil ini! Betapa sempurna kesatuan dalam keragaman yang tak terlukiskan ini! Bukan sesuatu yang terisolasi! Sebaliknya, dunia itu merupakan suatu jaringan yang luar biasa besar, semua hubungan berpadu pada titik pusat: umat manusia. Ya, dalam umat manusialah kesatuan ini dicapai; dan dalam diri kita hidup afektif memiliki suatu organ: hati. Hati! Lihatlah titik pusat di mana segalanya berpadu”(Le Sacré-Coeur de Jésus, hal. 64-65). Selanjutnya, Chevalier menunjuk pada “tali misterius yang mengikat hati manusia dengan Hati Kristus dan Hati Kristus ke Hati Allah” (Le Sacré-Coeur de Jésus, hal. 182; Renungan Harian Pater Chevalier, 11 Juli).

Berbicara tentang “Pendidikan dan Spiritualitas Ekologis” (Bab Enam), Paus Fransiskus menyerukan untuk, apa yang disebutnya, suatu Pertobatan Ekologis (Laudato Si’ no. 216): “Kita perlu mengalami suatu pertobatan, perubahan hati (Laudato Si’ no. 218), katanya. Karena, “semakin kosong hati orang, semakin besar kebutuhannya pada barang untuk dibeli, dimiliki dan dikonsumsi”. Hati yang kosong melahirkan “obsesi gaya hidup konsumtif” yang menghasilkan hilangnya “kepekaan sejati terhadap kesejahteraan umum.” Paus mengingatkan bahwa hal ini bahkan dapat menghantar “pada kekerasan dan saling menghancurkan.” (Laudato Si’ no.  204).

‘Pertobatan ekologis’ atau ‘perubahan hati’ ini menuntut pengembangan sikap-sikap tertentu. Paus menyatakan: “Pertama, menyiratkan rasa syukur dan kemurahan hati, artinya, dunia diakui sebagai hadiah yang diterima dari kasih Bapa, yang menimbulkan sikap spontan pengingkaran diri dan sikap kemurahan hati. Pertobatan ini juga menyiratkan kesadaran yang penuh kasih bahwa kita tidak terputus dari makhluk lainnya, tetapi dengan seluruh jagat raya tergabung dalam sebuah persekutuan universal yang indah.” Lalu, “dengan mengembangkan kemampuan khusus yang Allah berikan kepadanya, pertobatan ekologis mendorong orang beriman untuk mengembangkan semangat dan kreativitasnya, untuk menghadapi masalah-masalah dunia” (Laudato Si’ no. 220). Lagi pula, pertobatan atau perubahan hati yang demikian akan menghantar kita ke “suatu cara lain untuk memahami kualitas hidup, dan mendorong sebuah gaya hidup kenabian dan kontemplatif, mampu untuk merasai kenikmatan mendalam tanpa terobsesi dengan konsumsi” (Laudato Si’ no. 222).

Kata-kata Paus Fransiskus menemukan gemanya dalam hati dan ajaran-ajaran dari Pater Chevalier sendiri. Ia terutama mengharapkan perubahan hati melalui perjumpaan dengan Hati Yesus. Ia menulis: “Dengan mengenal Hati Yesus, kita akan mengenal hati kita sendiri. Kita akan sanggup untuk berkata bersama Sang Rasul: “Semuanya kamu punya. Tetapi kamu adalah milik Kristus dan Kristus adalah milik Allah” (1Kor 3:22-23;  Le Sacré Coeur de Jésus, hal. 199).

 

Saat Untuk Refleksi

Penambahan terus peluang-peluang untuk mengonsumsi

membuyarkan hati dan menghalangi kita

untuk menghargai segala sesuatu dan tiap saat.

Spiritualitas Kristen menawarkan pertumbuhan melalui kesahajaan,

dan kemampuan untuk bergembira dengan sedikit.

Jalan kembali ke kesederhanaan memungkinkan kita

untuk berhenti dan menghargai hal-hal kecil,

berterima kasih atas kesempatan yang ditawarkan oleh kehidupan,

tanpa menjadi terikat pada apa yang kita miliki,

atau sedih atas apa yang tidak kita miliki.

(Paus Fransiskus, Laudato Si’, no. 222)

 

“Banyak orang tidak memperhatikan

keajaiban-keajaiban yang ada di sekitarnya

pada segala waktu di sini dan sekarang.”

(Richard Rohr OFM)

Tinggalkan Balasan

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Gambar Twitter

You are commenting using your Twitter account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.