Baik Paus Fransiskus maupun Pater Chevalier sadar akan kenyataan bahwa pesan inti dari Injil tentang cinta Allah yang tak bersyarat tidak hanya diterima untuk penghiburan pribadi, tetapi juga untuk penyembuhan masyarakat yang terluka. Dalam “Evangelii Gaudium” Paus menunjukkan dirinya sangat sadar akan penyakit-penyakit masyarakat modern. Ia secara luas berbicara tentang penderitaan umat manusia dan tantangan-tantangan besar yang dihadapi oleh dunia dewasa ini: kemiskinan, ketidaksetaraan, kekerasan dan perang. Ia mengritik ekonomi dunia yang merugikan kaum miskin.
Namun, Paus melihat penyebab-penyebab dasar dari ketidaksetaraan sosial yang sangat mencolok tidak hanya terdapat dalam sistem-sistem ekonomi yang gagal, tetapi juga dalam penyakit-penyakit hati manusia. Terutama, ia menunjuk dua penyakit: sikap acuh tak acuh dan egoisme. Lebih jauh lagi beliau berbicara tentang “globalisasi sikap acuh tak acuh” dan menyatakan: “Hampir tak menyadarinya, kita akhirnya tidak mampu mengembangkan keprihatinan terhadap teriakan kaum miskin dan tidak mampu menangis melihat derita orang lain. Kita pun kehilangan keinginan untuk menolong mereka, seakan-akan semua itu menjadi tanggungjawab orang lain, bukan kita” (Evangelii Gaudium, n. 54). Tentang egoisme, ia mendesak kita semua untuk mengatakan secara tegas “tidak pada egoisme” (Evangelii Gaudium, n. 81).
Pada zamannya, Pater Chevalier sendiri merasa terkesima dengan kejahatan-kejahatan yang persis sama, yang berakar dalam hati manusia Dua kejahatan, katanya, “sedang menghancurkan dunia kita yang tidak bahagia: sikap acuh tak acuh dan egoisme” (Personal Notes, Appendix hal. 107). Namun, ia menemukan “obat mujarab” (Daily Readings, 4 Januari) bagi kejahatan-kejahatan hati ini dalam devosi kepada “Hati Kudus Yesus, yang adalah cinta dan amal kasih.” Mengapa? Karena devosi ini, katanya, akan “menyalakan dalam semua hati api cinta Allah yang ditemukan di dalam Hati Yesus.”
Paus Fransiskus tidak secara khusus menyebutkan tentang devosi kepada Hati Kudus, tetapi ia juga mempertimbangkan cinta dan amal kasih sebagai obat kejahatan-kejahatan sosial dewasa ini. Di sini ia melihat peran para politisi dan setiap orang. Para politisi, katanya, harus terlibat dalam “dialog yang tulus dan efektif yang terarah kepada penyembuhan akar-akar terdalam dari kejahatan di dunia kita,” sedangkan kita semua harus yakin bahwa “amal kasih bukan hanya prinsip relasi yang dekat dengan teman, anggota keluarga atau dalam kelompok kecil, melainkan juga prinsip relasi yang lebih luas dalam wujud relasi sosial, ekonomi dan politik” (Evangelii Gaudium, n. 205). Beberapa kali Paus merujuk pada “dimensi sosial warta injil yang tak terelakkan” (Evangelii Gaudium, n. 258), yang “terutama mengajak kita supaya menanggapi Allah penuh kasih yang menyelamatkan kita …. dan pergi keluar dari diri kita sendiri untuk mengusahakan kebaikan untuk sesama” (Evangelii Gaudium, n. 39).
Saat untuk refleksi
Masyarakat macam apa yang kita inginkan?
“Suatu masyarakat, yang mendorong kita untuk menyingkapkan
tempurung egoisme dan mementingkan diri sendiri,
memiliki benih-benih dari suatu masyarakat
di mana orang-orang bersikap jujur, tulus dan saling mencintai.
Suatu masyarakat hanya dapat berfungsi dengan baik
apabila para warganya peduli
tidak hanya pada kebutuhan-kebutuhan mereka sendiri
atau kebutuhan-kebutuhan dari mereka yang berada langsung di sekitarnya,
tetapi pada kebutuhan-kebutuhan semua orang,
yakni pada kebaikan umum dan keluarga bangsa-bangsa.”
(Jean Vanier)
Paus Fransiskus menulis:
“Sukacita Injil yang dimaksudkan adalah
yang tidak akan pernah direnggut dari diri kita
oleh siapa pun atau oleh apa pun juga (lih. Yoh 16:22).
Hal-hal yang jahat dari dunia kita, juga yang dari Gereja,
tidak boleh menjadi dalih untuk mengurangi komitmen dan semangat kita.
Pandanglah itu semua sebagai tantangan-tantangan
yang dapat mendorong kita untuk berkembang.
Dengan mata iman, kita bisa melihat cahaya
yang dipancarkan oleh Roh Kudus di tengah kegelapan …
Iman kita ditantang untuk bisa melihat
bahwa anggur dapat berasal dari air,
dan gandum tetap sanggup tumbuh di tengah ilalang.
(Evangelii Gaudium, no. 84)
Kategori:Kursus Spiritualitas Hati Online, RENUNGAN