OMK Voltus adalah Orang Muda Katolik Volunteer Kristus di Paroki Santo Yoseph Purwokerto Timur. Kami berdua mengenal mereka sejak mendampingi koor OMK kira-kira dua tahun ini. Banyak pengalaman menyenangkan bersama mereka meski kadang-kadang juga muncul perasaan tidak nyaman karena masalah waktu. Kami bersama mba Caecilia Meyda, dan mba Vika sebagai pendamping OMK, saling mengisi, melengkapi, terutama dalam mendampingi koor OMK, sehingga terjalin kerjasama dan komunikasi yang baik. Inilah pengalaman yang ingin kami sharingkan.
Kesan pertama bersama OMK
Saat pertama kami bergabung dengan OMK, kami merasa seperti memiliki banyak anak dalam waktu singkat. Jadi menemukan anak lagi, meski anak-anak kami yang berada di luar kota juga sering pulang. Sungguh indah; yang semula hanya memiliki dua anak, sekarang bertambah banyak.

Koor OMK Voltus dalam tugas Misa Syukur HUT RI (17/08/2017)
Suatu anugerah Tuhan yang kami syukuri, bisa berada di antara mereka. Anak-anak sangat ‘welcome’ dengan jabat tangan mereka yang khas.
Pendampingan saat latihan koor, menguji kesabaran
Inilah hal baru yang kami alami dengan OMK pada saat latihan koor. Waktu dan tempat sudah ditentukan dengan kesepakatan bersama, mengingat kesibukan mereka, baik di kampus, di gereja, maupun di luar itu. Sudah ada kesepakatan jam 18.00 latihan, tetapi ketika kami sudah tiba di gereja…yang kami dapati malah pak satpam gereja, hehehe… Sabar, sabar.
Hampir satu jam menunggu, akhirnya satu-per satu datang. Yang sudah datang pun harus menjemput teman yang jauh karena tidak ada alat transportasi. Dan ini memerlukan waktu juga. Akhirnya waktu latihan berkurang banyak hanya untuk menunggu sampai berkumpul. Meski juga selalu ada yang absen. Rasanya sulit untuk mengumpulkan mereka walaupun sudah ada kesepakatan waktu. Karena kadang tiba-tiba ada keperluan mendadak atau acara di kampus, entah itu praktikum atau kerja kelompok. Kami maklum karena pernah mengalami hal-hal tersebut bersama anak-anak kami sendiri. Maka dengan senang hati menunggu yang belum datang sambil berbincang untuk lebih mengenal mereka. Sungguh amat sulit mengajarkan mereka untuk disiplin waktu, meski mereka juga sudah berusaha.

OMK Voltus foto bersama mempelai setelah pelayanan koor dalam misa manten
Jadi ketika akan latihan koor, pasti ada uji kesabaran terlebih dahulu. Untung saja bisa lulus, menghadapi ujian ini, he he…. Syukur, syukur…
Sikap peduli dan welcome
Selalu menyapa setiap ada anggota baru yang bergabung dengan cara berjabat tangan yang khas, berkenalan menanyakan nama, sekolah di mana, ambil jurusan apa,dan sebagainya. Sehingga mereka pun cepat akrab dan suasana hati menjadi nyaman. Karena pasti anggota yang baru bergabung merasa diperhatikan dengan sikap baik anggota yang sudah lama bergabung. Dan jika ada di antara mereka yang ingin dijemput, maka mereka dengan senang hati menawarkan dan berpamitan kepada kami untuk menjemput. Sungguh sikap yang patut diacungi jempol. Bersyukur karena OMK meski masih muda-muda, bisa bersikap ‘care’ dan selalu welcome, kepada siapapun yang bergabung tanpa membeda-bedakan.
Sukacita bersama OMK
Sungguh menyenangkan saat bersama para OMK, merasa seperti bertemu dengan anak-anak kami. Jika lama tidak ada tugas koor, ada kerinduan untuk bertemu, berbincang, dan bernyanyi bersama. Kadang-kadang beberapa anak kebetulan bertemu di gereja, menyapa, sharing seperti anak dengan orangtua. Kami pun berusaha memahami mereka dengan mendengarkan dan membantu memberikan nasihat atau solusi.
Latihan koor bukan menjadi rutinitas karena kesibukan masing-masing. Tetapi tetap terprogram, jika ada tugas, maka jauh-jauh hari, kami bertiga merencanakan waktu dan mempersiapkan lagu, pengiring, dirigen/ semua yang berkaitan dengan koor.
Tingkah laku dan sikap mereka yang kadang masih seperti anak-anak kecil itulah yang sering mengundang tawa. Suasana saat latihan koor, terasa nyaman, karena diselingi dengan gelak tawa baik dari para OMK maupun dari kami sendiri. Serius tetapi santai… itulah kebersamaan kami saat latihan.
Beberapa kelucuan mereka yang mengundang tawa yaitu saat belajar membaca notasi angka, ada yang bertanya:
“Tolong Bu, yang empat coret lima enam dua satu coret ini bagaimana?”
Kamipun tertawa mendengarnya. Meski anak tersebut hanya bengong seakan tidak tahu kenapa ditertawakan.
Secara otomatis saya lantas balik bertanya, “Apaaa? Kamu anak IPA ya?”
“Iya Bu…” jawabnya.
“Pantas…”, respon saya (sambil teringat anak sulung saya waktu belajar bernyanyi, pertanyaannya sama persis seperti itu, membaca notasi angka tidak seperti membaca solmisasi, tetapi dibaca seperti angka biasa/dalam matematika).
Saya pun menjawab, “Itu dibaca fi sol la re di” sambil melagukannya. Lalu dia menirukan dan bisa melagukan nada tersebut. Senyum dan puas terpancar, karena bisa melakukan dengan benar.
“Trimakasih Bu…” katanya. “Iya, sama-sama.” jawab saya sambil menasehati supaya membiasakan diri membaca solmisasi… Dia menjawab; “Siap Bu…” sambil nyengir karena sadar kekeliruannya.
Dan ketika sudah selesai latihan, sebelum pulang, salah satu anak memimpin doa. Biasanya jika yang memimpin anak laki-laki, sebelum berdoa dibuka dengan kalimat-kalimat dan gaya seperti seorang pendeta atau romo. Tingkahnya ini yang sering mengundang tawa, sehingga kadang sikap berdoa diulang supaya lebih khusuk.
Keakraban yang terjalin bersama OMK
Kedekatan kami dengan anak-anak OMK menimbulkan keakraban di antara kami. Sering kami pun memberikan nasihat terutama untuk lebih disiplin, terus belajar dan mau tetap belajar, tidak sombong , tetap rendah hati….seperti ungkapan Jawa: “Handuwenana rumangsa, aja rumangsa bisa” atau dalam bahasa Indonesia; “Meskipun sudah bisa, jangan merasa paling pintar/paling bisa, karena pasti ada yang lebih pintar/bisa.” “Jadi tetaplah seperti ilmu padi, makin berisi makin merunduk.”
Biasanya selesai latihan, sebelum berdoa, kami berkumpul, duduk santai membentuk lingkaran, diadakan evaluasi, minum dan kadang makan bersama. Ketika kami bertanya ingin makan apa? Mereka dengan spontan langsung menjawab, maklum kebanyakan anak kos, hehehe….
Namun keterbukaan inilah yang justru membuat hubungan kami lebih dekat seperti orangtua dengan anak.

Koor OMK Voltus sedang pemanasan sebelum tampil memeriahkan HUT Paroki Tegal (29/10/2017)
Dan saat di Tegal untuk mengikuti lomba koor antar OMK se keuskupan Purwokerto, kami merasa lebih dekat dengan anak-anak OMK. Kami berusaha melakukan yang terbaik, meski tidak membawa kemenangan, tetap bersyukur dan bersukacita karena Tuhan senantiasa menyertai sehingga berjalan dengan lancar, semua sehat, berangkat dan pulang dengan selamat.
Ada yang membuat haru, saat akan lomba, pak Yohanes memberi tanda salib di dahi anak-anak, mereka pun berkata, “Jadi ingat bapak.” (padahal hanya semalam di Tegal).
Dan setelah selesai lomba, persiapan pulang, saat saya duduk sendiri, beberapa anak menghampiri dan berkata, “Semangat Bu…” sambil memeluk dan memijit bahu saya.
Saya berkata, “Kalian kok baik sih…”
Salah satu anak menjawab; “ Iya, karena kita semua sayang ibu, dan tetap ingin ibu dan bapak mendampingi koor OMK.”
Saya pun menjawab, “Kami juga senang punya anak-anak seperti kalian…”
Setelah lomba, ada anak yang mengirimkan wa mengucapkan terimakasih karena sudah didampingi selama satu bulan untuk persiapan lomba.
Indah rasanya, meski sebenarnya juga merasa sedih karena tidak bisa membawa nama baik Paroki St. Yosep Purwokerto.
Bersyukur, karena dukungan kedua Romo Paroki kami, Romo Agustinus Dwiyantoro,Pr dan Romo A.M Kristiadji R, MSC terutama dengan berkat, doa, masukan, dan semangat khususnya dalam persiapan maupun selesai lomba.
Bersyukur pula karena dukungan dan partisipasi umat dalam memberikan masukan, doa, maupun donasi.
Terimakasih. Berkah Dalem.
Penulis,

Anik
Kategori:DINAMIKA, Dinamika Kategorial
Perjalanan menjadi pendamping omk itu merupakan pelayanan terberat
Disitu kita belajar utk menekan ego kita sebagai orang tua
Belajar memahami karakter anak yg ga sama satu dg yg lain
Ada yg nyenengin
Ada yg nyebelin
Tapi semua itu warna dlm dinamika sebuah kebersamaan sederhana
SukaSuka