Kisah Inspiratif

Berbagi Kabar Gembira Keluargaku*)

Keluargaku

Keluarga saya terdiri dari 4 anggota keluarga, saya Anik, YA Nunung Winarta, suami, dan 2 anak anugerah terindah dari Tuhan yaitu Rafael dan Timotius (Tius).

Sejak tahun 1996 saya dan keluarga mengikuti suami yang kerjanya nomaden. Ini kami nikmati dan syukuri karena bisa mengenal adat, budaya, bahasa dari beberapa daerah. Selain menambah banyak teman.

Keluarga Pak Nunung saat di Sulawesi Palu.JPG

Keluarga Nunung-Anik saat di Palu, Sulawesi Tengah

Bersama keluarga, saya jalani hidup dalam kasih, sukacita dan kesederhanaan. Banyak pengalaman iman yang saya alami bersama keluarga. Saya akan berbagi sukacita saat Tuhan menjamah, dan mujizat menjadi nyata dalam hidup saya. Dan saat saya dimampukan Tuhan untuk membagikan sukacita kepada sesama.

Sakit yang saya derita

Tahun 2008, suami ditugaskan di kota Tegal. Saya hanya tinggal berdua dengan Tius di Semarang ( belum ikut pindah ke Tegal karena Tius harus menyelesaikan ujian klas III SMP). Sedangkan Rafael tinggal di asrama Van Lith muntilan.

Pada bulan April, tiba-tiba saya merasakan nyeri hebat di perut. Karena Tius belum pulang sekolah, saya menghubungi teman untuk menemani periksa. Dia mau menjemput ke rumah, tetapi saya menolak. Dan berusaha naik motor ke rumahnya dengan gemetaran menahan rasa sakit dan hanya mengandalkan pertolongan Tuhan.

Syukur pada Tuhan, saya bisa sampai dengan selamat. Saat itu, teman saya dan tetangga-tetangganya ( yang saya kenal juga, karena pernah tinggal selingkungan) sudah berada di depan rumah seakan menyambut kedatangan saya, kedatangan seorang pasien, hehehe….

Saya langsung dipapah masuk ke dalam mobil yang sudah disiapkan dengan ditemani teman dan tetangga. Sementara ada yang mengamankan motor. Sampai di rumah sakit Elisabet, dokter mengatakan harus opname. Dan sayapun pindah tempat tidur…

Saat suami saya dihubungi teman, dia langsung datang dan menunggui di rumah sakit. Sayapun menjalani general check up dan USG. Dan hasilnya saya menderita sakit batu ginjal sekaligus batu empedu. Batu ginjal, masih bisa diatasi dengan obat, tetapi batu empedu yang sudah memenuhi kandung empedu, harus diambil (dioperasi).  Dalam kondisi yang makin melemah, bahkan sampai tidak bisa bangun, keluarga saya berkumpul dan berdoa bersama. Waktu itu saya benar-benar merasa takut, karena terus terang belum siap jika Tuhan memanggil. “ Inilah saatku”, itu yang ada dalam pikiran. Dengan doa, akhirnya saya bisa berserah. Syukur pada Tuhan, keesokan harinya, saya bisa bangun dan seperti biasa…bercanda. Tiada hari tanpa senyum dan tawa.

Bahkan ketika teman-teman dan tetangga menjenguk, saya sempat melontarkan candaan. Ini salah satu candaan yang masih teringat.

Teman: “Mbak,  tumben sakit.”

Saya: “ Ya…kan nabung.”

Teman: “ Nabung apa?”

Sayapun menjawab: “Nabung batu…ini sudah banyak, cukup untuk mbangun” Hahaha….

Mereka tertawa, dan saya merasa senang bisa berbagi tawa meski dalam keadaan sakit. Hal ini membuat saya dan keluarga makin optimis  sembuh dengan keyakinan Tuhan pasti memberi yang terbaik.

4 hari berada di rumah sakit dan karena saya tidak mau dioperasi, akhirnya pulang dan diberi obat. Obat dari dokter hanya saya konsumsi beberapa. Saya tidak suka minum obat kimia, kalau tidak terpaksa. Suamipun membelikan obat herbal. Kondisi yang makin membaik membuat saya makin semangat untuk beraktifitas.

Tahun 2010 akhir ( bulan Desember ) suami dipindah tugas ke Purwokerto, dan saya sendiri masih berada di Tegal karena alasan tertentu. Sementara anak-anak saya, Rafael kuliah di ATMI Solo dan Tius di SMA Van Lith mengikuti jejak kakaknya.

Di kota inilah saya masuk rumah sakit untuk ke dua kalinya.  Lagi-lagi dokter menyarankan untuk menjalani operasi. Saya sekeluarga sempat menyetujui, bahkan sudah ada kesepakatan menentukan hari operasi. Malam hari sebelum operasi, saya berdoa pada Tuhan. Inilah doa saya waktu itu; “ Ya Tuhan, aku bersyukur masih bisa bertahan sampai saat ini.” “ Tubuhku adalah ciptaan Mu, dan jika itu diambil, sebenarnya aku hanya ingin Engkau yang mengambilnya.

Dan ketika tidur malam itu, saya bermimpi ada seorang kakek yang memberi bungkusan berisi obat. Sayapun terbangun dan bertanya-tanya dalam hati, inikah petunjuk dari Tuhan?

Pagi harinya, dokter anestesi kunjungan dan saya dipastikan operasi. Saat itu pula saya meminta maaf , membatalkan operasi, dan meminta dokter internist mengijinkan pulang.

Hari-hari saya jalani di rumah seperti biasa, tetap beraktifitas meski pelan-pelan. Dan tetap berdoa, berserah pada Tuhan.

Mukjizat itu terjadi

Tahun 2011 ( bulan Juli ), saya menyusul suami di Purwokerto. Di kota inilah Tuhan menjawab doa saya dan keluarga, menjamah dan memberikan mukjizat. Saat saya melakukan general check up tahunan, hasil lab menunjukkan semua bagus. Hampir tidak percaya, sayapun bertanya kepada dokter, kondisi ginjal dan kandung empedu saya. Di luar dugaan, dokter mengatakan bahwa ginjal dan kandung empedu, bersih 100%, tidak ada batunya. Unbelievable…sungguh ajaib. Syukur pada Tuhan, itulah kalimat yang terucap pertama kali saat mendengar penjelasan dokter.

Sebab bagi Allah tidak ada yang mustahil( Lukas 1:37)

Saya sekeluarga bersyukur dan bersukacita karena rahmat kasih Tuhan ini. Sungguh mukjizat itu nyata.

Tuhan memampukan dan menjadikan hidupku berarti.

Sebelum sakit, saya memberi private English course ‘door to door’. Ketika saya berada di rumah sakit, kegiatan berhenti. Dan setelah pulang, hanya beberapa hari di rumah, anak-anak datang dan meminta saya untuk mendampingi belajar.  Saya sempat menolak dengan menyarankan mereka mencari guru pengganti, tetapi mereka tidak mau dan bersikukuh untuk didampingi. Akhirnya masih dalam kondisi sakit, saya mendampingi mereka belajar di rumah saya. Meski kadang sambil berbaring di kursi, mereka bisa memaklumi dan tetap enjoy belajar, bahkan lebih serius.

Tuhan sungguh menguatkan, saya bersyukur masih diberi kesempatan bisa berbagi ilmu meski dalam kondisi sakit.

Mukjizat yang saya alami semakin menguatkan iman keluarga untuk semakin bersemangat pula dalam tugas dan pelayanan demi kemuliaan Tuhan. Kamipun selalu bersyukur atas apapun yang terjadi baik suka , duka, sehat, sakit. Dan berusaha membagikan kasih Tuhan kepada sesama sesuai kemampuan kami.

Kelg Pak Nunung-berbagi kabar gembira.JPGKasih Tuhan membuat sukacita dalam keluarga saya dan orang-orang yang saya jumpai.

Mari kita berbagi kabar gembira.

Berkah Dalem Gusti.

Penulis: A.Anik Is (Lingkungan Ignatius)

*) Salah satu pemenang Lomba Menulis dalam rangka BKSN Paroki St Yosep 2017

2 replies »

Tinggalkan komentar

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.