Pendampingan Persiapan Hidup Berkeluarga (PPHB) pada bulan September 2017 ini digelar di Ruang St. Anna. Jumlah peserta 4 pasang calon Pasutri (Pasangan suami istri). Ada calon Pasutri yang beragama Katolik-Katolik, Katolik-Kristen (beda gereja) dan Katolik-Islam (beda agama). Kegiatan pendampingan dimulai pada Jumat, 22 Sept 2017 jam 17.00 wib sampai dengan hari Minggu, 24 Sept 2017 jam 15.00 wib.
Kawin dan Nikah
Sesi Moral Perkawinan & Hukum Perkawinan Katolik yang berlangsung pada Sabtu, 23 Sept 2017 pagi, dibawakan/diampu oleh Romo Bonifasius Abbas, Pr. (Rm Boni). Sebuah pertanyaan dari Rm Boni membuka sesi, “Apa itu Kawin dan apa itu Nikah?”. Dalam dialog dengan semua peserta Rm Boni menjelaskan sebagai berikut : “Ada air dan ada gula, bila kita mencampurkannya maka gula akan larut di dalam air. Itulah proses reaksi kimia atau persenyawaaan. Kawin adalah proses bersenyawa, ada ikatan batin dan prosesnya dimulai sejak masa perkenalan. Persenyawaan ini (dengan dilandasi cinta) yang mengantarkan ke Sakramen Perkawinan. Dalam Sakramen Perkawinan yang menyatukan adalah Allah dan tidak bisa dipisahkan.” Setelah penjelasan arti kawin, Rm Boni menjelaskan arti nikah, “Nikah adalah ijab, pengesahan secara hukum.” Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia arti nikah adalah perjanjian antara laki-laki dan perempuan untuk bersuami istri (dengan resmi) dan arti kawin adalah membentuk keluarga dengan lawan jenis.
Perceraian dalam Kitab Suci
Mengapa kawin? Karena kamu saling mencintai. Untuk apa kawin? Supaya bahagia. Kalimat itu dilontarkan di tengah-tengah sesi. Semua peserta PPHB diminta membuka Kitab Suci (disediakan Panitia) dan membaca ayat-ayat secara bergantian. Perikop yang dibaca adalah dari Injil.
Matius 5 : 31 – 32. Bunyi ayat 31Telah difirmankan juga : Siapa yang menceraikan istrinya harus memberi surat cerai kepadanya. 32Tetapi aku berkata kepadamu : Setiap orang yang menceraikan istrinya kecuali karena zinah, ia menjadikan istrinya berzinah: dan siapa yang kawin dengan perempuan yang diceraikan, ia berbuat zinah.
Matius 19 : 7 – 9. Bunyi ayat 7Kata mereka kepada-Nya : “Jika demikian, apakah sebabnya Musa memerintahkan untuk memberikan surat cerai jika orang menceraikan istrinya ?” 8Kata Yesus kepada mereka : “Karena ketegaran hatimu Musa mengizinkan kamu menceraikan istrimu, tetapi sejak semula tidaklah demikian. 9Tetapi Aku berkata kepadamu : “Barangsiapa menceraikan istrinya, kecuali karena zinah, lalu kawin dengan perempuan lain, ia berbuat zinah.”
“Dari bacaan diatas telah ditunjukkan bahwa tidak boleh ada perceraian. Perceraian itu terjadi karena ada unsur ‘pemaksaan’ dari pemintanya” kata Rm Boni. Gereja Katolik mengajak umatnya untuk selalu mengedepankan ajaran cinta kasih. Gereja Katolik juga mempunyai kebijakan yang disebut dengan pembatalan perkawinan. Hal-hal apa saja yang bisa menyebabkan adanya pembatalan perkawinan juga sempat dijelaskan oleh Rm Boni secara singkat dengan mengajak peserta membaca dari buku Kursus Persiapan Hidup Berkeluarga (edisi revisi) halaman 21, yang mana buku tersebut sudah didapat oleh calon Pasutri sebelum awal sesi I hari Jumat sore. “Apa yang sudah disatukan Allah tidak bisa diceraikan manusia,” Rm Boni menegaskan kembali sambil mengeraskan suaranya.
Komunikasi pasangan
Pada kesempatan itu Rm Boni memberikan waktu sekitar 10 menit dan meminta tiap peserta secara individu menulis 10 kebaikan dan 10 kejelekan pasangannya pada selembar kertas dengan memanfaatkan buku tulis yang didapat dari panitia. Romo juga meminta peserta untuk melingkari nomor (boleh lebih dari satu) kebaikan mana dari pasangannya yang membuat ‘damai’ di kemudian hari, dan melingkari kejelekkan mana dari pasangannya yang ‘mengancam’ di kemudian hari. Setelah itu para peserta diminta untuk bertukar kertas dengan pasangannya masing-masing dan mendiskusikannya secara singkat.
“Tujuan dari kegiatan tadi adalah adanya komunikasi di antara pasangan. Dan itu harus dibangun terus menerus. Terus membangun persenyawaan. Dan keutuhan perkawinan perlu terus diperjuangkan. Ada dua cara membangun komunikasi, komunikasi verbal dan non verbal. Komunikasi verbal adalah dengan berkata-kata atau bersurat, komunikasi non verbal dilakukan dengan bahasa tubuh dan tindakan. Biasanya komunikasi non verbal lebih banyak dilakukan sewaktu setelah menikah.”
Pada akhir sesi Romo Boni sekali lagi mengajak calon Pasutri membaca Efesus 5 : 22 – 33. Ayat itu menjelaskan dimana Kasih Kristus adalah dasar hidup suami istri. Bacaan ini sangat berguna juga bagi para Pasutri yang sudah sekian tahun mengarungi hidup berkeluarga sebagai bahan penyegaran untuk selalu berjuang mempertahankan perkawinannya sampai maut memisahkan. AMIN.
Penulis:

Candra P
Kategori:AKTUALIA, Seputar Paroki