Pengalaman perdana: berawal dari rasa minder, berakhir dengan “wow”
Matahari belum beranjak dari peraduannya, ketika 17 Orang Muda Katolik Voltus Paroki St. Yoseph Purwokerto bergerak menyebar ke beberapa masjid untuk menjaga lancarnya sholat Ied (Minggu, 25 Juni 2017). Bersama mereka, juga ada seorang teman muda dari GKI Martadireja (anggota Gusdurian).

Suasana khidmat Sholat Ied di Masjid Muhajirin, Purwokerto Wetan (25/06/2017)
Sambil mengusir rasa kantuk, mereka membagi diri menjadi 4 kelompok sesuai jumlah Masjid yang pengurusnya sudah dikontak lebih dulu. Empat Masjid itu ialah Masjid Ampel (Jl. Penatusan), Masjid Muhajirin (di kompleks kantor Kelurahan Purwokerto Wetan), Masjid Ata’aruf (Jl. M. Yusuf), dan Lapangan Mars (di belakang RS. Hidayah Purwokerto Wetan).

Sammy (paling kiri) bersama teman OMK Voltus dan takmir Masjid (25/0629917)
Bagi Sammy (lengkapnya Samuel Muyak, 28 th), putra asli Merauke Papua, menjaga sholat Ied menjadi pengalaman yang pertama dalam hidupnya. Awalnya, Sammy merasa minder karena belum pernah mempunyai pengalaman seperti ini, namun ternyata apa yang dilihat tidak seperti yang dibayangkan sebelumnya. “Wow…..aku sebagai orang Papua mengalami sesuatu yang luar biasa. Tidak seperti yang kubayangkan, pimpinan masjidnya sangat ramah dan menerima kami dengan baik”, ungkap Sammy bersemangat.
Bagi sobat dari Papua ini, pengalaman perdana menjaga sholat Ied telah mengubah pandangan lamanya tentang umat Islam (yang sering muncul di media seperti aksi demo, ceramah di youtube yang kurang menyejukkan, dll). Kini tumbuh pandangan baru bahwa umat Islam itu ramah, mau bersaudara dan terbuka untuk menerima yang lain.
“Saya akan coba buat di Papua, khususnya tempat saya di Merauke, agar setiap lebaran nanti OMK bisa menjaga sholat ied di masjid-masjid terdekat sehingga jalinan persaudaraan antar umat beragama tetap terjaga dan selalu hidup dengan rukun”, begitulah harapan Sammy, yang kini sedang menempuh studi S2 di Purwokerto. Semoga setelah menyelesaikan pendidikan pascasarjana dan kembali ke tanah kelahirannya, Sammy dapat mewujudkan harapannya itu.
Menjaga jalinan komunikasi, persaudaraan dan toleransi
Pengalaman yang tak kalah serunya juga dimiliki Dodo (16 th), “Ada seorang bapak yang ikut sholat butuh perjuangan harus berjalan dari rumah sampe masjid. Soale kakine sakit, harus pake alat bantu sama ditungguin istrinya yang bawa kursi plastik. Biar kalo cape bapake duduk sebentar terus lanjut lagi. Jalane jauh dan lama tapi sampe tepat waktu dan bisa menjalankan ibadah” tulisnya di WA grup OMK Voltus.
Bagi Dodo, pengalaman menjaga sholat Ied tidak membuatnya canggung karena sudah biasa berada di lingkungan berbeda agama. Apalagi umat Muslimnya menerima dengan baik dan menganggap apa yang dilakukan oleh OMK sebagai bentuk toleransi gereja terhadap umat beragama lain.
Seusai Sholat Ied di Lapangan Mars, ada seorang Ibu dari Jl. Penatusan yang sempat kaget karena bertemu dengan salah seorang OMK, teman anaknya. “Lho, kamu kok ada di sini?” Pertanyaan itu dijawab oleh Pak Agus yang mendampingi OMK dengan memberi penjelasan tentang kegiatan rutin anak-anak muda Gereja Katolik untuk saling menolong menjaga lancarnya perayaan hari besar keagamaan. Setelah mendengar penjelasan itu, Ibu tersebut berkomentar, “Wagghhh kalau seperti ini, alangkah damainya Indonesia, ada toleransi dan saling menolong”.
Beberapa OMK Voltus yang sudah sering mengikuti kegiatan ini juga berbagi pengalaman mereka. Menurut Abi (19) yang sudah mengalami 3 kali berturut-turut mengikuti kegiatan ini, “Menjaga sholat Ied tidak hanya menjaga ketenangan saat mereka beribadah, namun kita juga menjaga dan menjalin komunikasi yang baik dengan umat Muslim.”. Dia juga menambahkan, “Sambutan yang mereka berikan sudah lebih dari cukup untuk menghargai niat baik dan usaha kita. Sambutan itu juga memotivasi serta memberi semangat bagi saya dan teman-teman OMK untuk terus menjaga silahturahmi dengan Saudara-saudari kita yang merayakan Idul Fitri.” Tak lupa Abi (sebagai Ketua OMK Voltus) juga mengungkapkan harapannya agar teman-teman OMK Voltus tetap semangat dalam pelayanan solidaritas, baik dengan umat Muslim maupun dengan teman-teman beragama lainnya.
Sambutan yang hangat dari umat Muslim juga diungkapkan oleh Vincent, Ogi dan Yanu (ketiganya 23 tahun) yang sudah sering membantu berjaga saat sholat Ied. “Saudara-saudari di situ terbuka mindset nya, tidak radikal, tapi welcome banget pas lihat kita tadi. Bahkan takmir-takmir Masjid langsung nyamper minta foto juga”, tutur Vincent mengapresiasi mereka. Ogi juga mengalami hal yang sama di Masjid Ampel. Dalam pidato sambutan takmir masjid sebelum ibadah dimulai, disebut “ada teman-teman non Muslim yang ikut membantu kita.”
Yanu juga memberi kesaksian, “Nama OMK disebut pas ada sambutan panitia di masjid kelurahan. Buat aku pribadi itu kehormatan, walaupun keliatannya sepele. Berarti kita dianggap ada, gitu”. Yanu menambahkan, “Bapak-bapak Linmas yang di perempatan Adi Dharma minta foto dicetak pas lagi jaga sama kita. Aku kemutan (teringat -admin) bapak itu udah minta sejak 3 tahun lalu, cuma kita kurang respon. Mungkin si Bapak merasa terhormat juga minta foto pas sama kita sejak 3 tahun kemaren hehehe”. Selain mengalami hal-hal yang menggembirakan ketika disalami oleh mereka satu persatu, sempat ngobrol-ngobrol sebentar dan foto bareng, Yanu juga mengalami sedikit pengalaman sedih: “ketika selesai sholat ada sebagian dari saudara-saudari kita yang acuh tak acuh, lewat begitu saja di depan kita.” Namun demikian, pengalaman terakhir itu tidak mengurangi indahnya persaudaraan dengan umat Muslim yang dialami oleh Yanu.
Persaudaraan di tengah keberagaman yang “indah penuh warna”
Lain lagi pengalaman Ade (20), “Aku sempat canggung bertemu dengan seorang Polisi Wanita yang ikut bertugas di situ karena belum kenal. Awalnya heran aja kenapa waktu aku ajak salaman dia gak mau. Jadi salamannya tanpa menyentuh gitu deh. Dan jawabannya, aku baru tahu setelah selesai sholat Ied. Aku ajak bersalaman lagi bu Polwan itu dan dia mau, sambil bilang ‘nah sekarang udah boleh salaman karena tadi sudah wudhu‘. Karena setelah wudhu bagi yang bukan muhrim nya itu dilarang bersentuhan.”
Pengalaman yang sama terjadi pada Meifie (19), satu-satunya cewek yang ikut dalam kegiatan ini dan baginya menjadi pengalaman perdana. “Ketika mau berjabat tangan dengan seorang bapak, ternyata si bapak itu menolak berjabat tangan dengan saya. Kemudian ia mengucapkan “maaf ya mba” sambil memberi salam dengan menempelkan kedua telapak tangan dengan posisi di depan dada tanpa bersentuhan dengan tangan saya. Saya pun membalas memberi salam dengan menempelkan kedua telapak tangan, sambil memasang ekspresi malu karena tak mengetahui hal tersebut”. Pengalaman itu memberikan pencerahan bagi Ade dan Meifie sehingga dapat mengenal dan lebih menghormati umat Muslim beserta tradisinya. Keterbukaan untuk saling mengenal dan menghormati itu ternyata sangat penting bagi terwujudnya persaudaraan antar umat beragama.

Seusai Sholat Ied di Lapangan Mars, Purwokerto Wetan, OMK Voltus foto bersama sebagian Umat Muslim dan Aparat Keamanan (25/06/2017)
Pengalaman Yossy (23) juga meneguhkan pentingnya keterbukaan untuk saling mengenal dan menghormati. “Pengalaman selama 4 tahun ikut menjaga sholat Ied ini membuat saya dapat melihat bahwa ternyata persaudaraan di dalam hidup beragama penuh dengan warna. Senyuman, sapa dan salam dari saudara kita yang merayakan hari kemenangan merupakan hal positif yang bisa dirasakan dan membuat saya senang. Hal ini menunjukan bahwa saudara kita memberi respon yang baik”. Selama bertugas, Yossy biasanya berbagi pengalaman dengan bapak-bapak anggota Linmas sehingga bisa saling mengenal sebagai saudara. “Dan dari hal ini saya belajar jika kita ingin diberlakukan baik, maka kita harus berbuat baik. Perlakukan orang lain seperti kita sendiri ingin diperlakukan oleh orang lain” Itulah pembelajaran yang diperoleh Yossy.
Senada dengan Yossy, pembelajaran juga dialami oleh Ogi ketika berbincang-bincang dengan beberapa anggota Polisi yang bertugas, “Saya menjadi tahu soal kemajuan pendidikan polisi yang sudah lebih baik. Dulu sering main pukul dan sekarang hanya hukuman tanpa kontak fisik seperti push up, lari, dsb. Sampai pembicaraan tentang pengalaman sebagai polisi dalam memberikan pelayanan masyarakat pada hari raya Idul Fitri juga diungkapkan. Mereka seharusnya beribadah bersama keluarga, namun rela bertugas dan menjaga sholat Ied.” Begitulah, terjadi perjumpaan dan saling berbagi pengalaman sehingga terjalinlah komunikasi dan persaudaraan yang baik.
Sedangkan bagi Steven (23), pembelajaran yang diperolehnya terungkap demikian, “Saya belajar bagaimana membangun toleransi antar agama. Di situ kita sebagai umat kristiani mendukung dan menjaga teman-teman kita yang muslim untuk beribadah dan merayakan hari kemenangan. Hal unik yang saya rasakan ialah dari kegiatan sekecil itu ada hal positif yang bisa kita ambil: dengan saling mendukung satu sama lain perbedaan itu bukan menjadi masalah, tapi sesuatu yang menyenangkan. Kita tidak harus memulai sesuatu dengan hal yang besar, karena dengan hal kecil yang kadang tidak terpikirkan oleh kita, bisa membuat dampak positif yang besar ke depannya”.
Program OMK Voltus yang berkelanjutan
Melihat berharganya pengalaman yang diperoleh orang muda selama ikut menjaga kelancaran sholat Ied, maka OMK Voltus Paroki St. Yoseph Purwokerto menjadikan kegiatan tersebut sebagai program kerja tahunan. Pertama kali program kerja ini dilaksanakan pada tahun 2012. Menurut penuturan Vincent, mantan ketua OMK Voltus dan sekarang menjadi pendampingnya, program itu terus dipertahankan sampai sekarang, bahkan perlu terus dilanjutkan di masa mendatang.
Pertanyaan reflektifnya, “Mengapa OMK Voltus mau melakukan kegiatan tersebut?” Karena OMK adalah bagian dari masyarakat yang tinggal di lingkungan bersama saudara-saudara yang berbeda keyakinan. Selain itu OMK juga dididik untuk mengamalkan perintah kasih dari Yesus Sang Guru, yang dijabarkan kemudian menjadi ajaran sosial Gereja Katolik.
Tim Kerja Kepemudaan dan seluruh DPP St. Yoseph (khususnya Bidang Koinonia) juga mendukung sepenuhnya serta mendampingi pelaksanaan program kerja OMK ini. Secara konkrit, ada pendamping OMK yang rela bangun pagi-pagi untuk memasak ayam rica-rica salah satu kesukaan OMK Voltus (harap maklum kesukaan mereka banyak sih, banyak macamnya dan volumenya – ini catatan admin). Mari kita rawat dan kembangkan terus semangat toleransi dan jalinan persaudaraan di tengah keberagaman yang indah ini.
Penulis:
Vincent GK. dan Ogi Hermawan,
Pendamping OMK Voltus
Kategori:KPKC, Perdamaian