Kristus naik ke Sorga
Setelah Kristus menyelesaikan tugas-Nya di dunia ini dengan penderitaan, kematian dan kebangkitan-Nya, maka hal terakhir yang dilakukan-Nya adalah Ia naik ke Sorga (lih. Luk 24:51; Mrk 16:19; Kis 1:9). Sebelum naik ke Sorga, Kristus memberkati para rasul-Nya, setelah Dia memberikan perintah kepada para rasul tersebut untuk menjadikan seluruh bangsa murid-Nya, dan mengajar serta membaptis mereka semua (lih. Mat 28:19-20; Mrk 16:15-16). Kenaikan Kristus ke Sorga merupakan suatu peralihan di mana kodrat manusiawi-Nya masuk secara definitif ke dalam kemuliaan ilahi. Katekismus Gereja Katolik menuliskannya sebagai berikut:
KGK 659 “Sesudah Tuhan Yesus berbicara demikian kepada mereka, terangkatlah Ia ke surga, lalu duduk di sebelah kanan Allah” (Mrk 16:19). Tubuh Kristus telah dimuliakan pada saat kebangkitan, seperti dibuktikan oleh sifat-sifat baru dan adikodrati, yang dimiliki tubuh-Nya mulai sekarang dan seterusnya (bdk. Luk 24:31; Yoh 20:19.26). Tetapi selama empat puluh hari, di mana Ia dengan ramah makan dan minum bersama murid-murid-Nya (bdk. Kis 10:41) dan mengajarkan (bdk. Kis 1:3) mereka mengenai Kerajaan Allah, kemuliaan-Nya masih terselubung dalam sosok tubuh seorang manusia biasa (bdk. Mrk 16:12; Luk 24:15; Yoh 20:14-15; 21:4). Penampakan Kristus lantas berakhir dengan masuknya kodrat manusiawi-Nya secara definitif ke dalam kemuliaan ilahi, yang dilambangkan oleh awan (bdk. Kis 1:9; bdk. juga Luk 9:34-35; Kel 13:22) dan langit (bdk. Luk 24:51). Di sana Yesus duduk di sebelah kanan Allah. Sebagai kekecualian – dan hanya satu kali – Ia menunjukkan Diri dalam suatu penampakan terakhir kepada Paulus – seperti kepada anak yang “lahir cacat” (1 Kor 15:8) – dan menjadikan dia rasul (bdk. 1 Kor 9:1; Gal 1:16).
KGK 660 Bahwa kemuliaan dari Dia Yang Telah Bangkit dalam waktu antara ini terselubung, dapat didengar dari perkataan-Nya yang penuh rahasia kepada Maria dari Magdala: “Saya belum pergi kepada Bapa, tetapi pergilah kepada suadara-saudara-Ku dan katakanlah kepada mereka, bahwa sekarang Aku akan pergi kepada Bapa-Ku dan Bapamu, kepada Allah-Ku dan Allahmu” (Yoh 20:17). Ini menunjukkan bahwa kemuliaan Kristus yang bangkit, belum bersinar dengan jelas seperti kemuliaan Kristus yang ditinggikan di sebelah kanan Bapa. Peristiwa kenaikan ke surga yang sekaligus historis dan transenden merupakan peralihan.
Perlu ditegaskan di sini bahwa Kristus naik ke Sorga dalam kemanusiaan-Nya, yaitu tubuh dan jiwa, karena ke-Allahan-Nya senantiasa berada bersama dengan Allah Bapa dan Allah Roh Kudus. Dengan kenaikan-Nya ke Sorga – dengan tubuh dan jiwa – maka Kristus untuk selamanya membawa persatuan kodrat kemanusiaan-Nya yang telah mulia bersama dengan ke-Allahan-Nya.
Kenaikan Kristus ke Sorga berbeda dengan pengangkatan Bunda Maria ke Sorga. Bunda Maria diangkat ke Sorga karena kekuatan Allah, sedangkan Kristus naik ke Sorga karena kekuatan-Nya sendiri – karena Dia adalah sungguh Allah. Rasul Paulus menegaskan: “Ia yang telah turun, Ia juga yang telah naik jauh lebih tinggi dari pada semua langit, untuk memenuhkan segala sesuatu.” (Ef 4:10). Dengan demikian, Yesus naik ke Sorga dan ditinggikan lebih tinggi dari segala sesuatu baik di bumi maupun di Sorga, bahkan segala sesuatu diletakkan di bawah kaki Kristus (lih. Ef 1:20-22).
Barangsiapa direndahkan, ia akan ditinggikan
St. Thomas dalam bukunya the Aquinas Catechism, menuliskan beberapa alasan mengapa Kristus naik ke Sorga. Pertama, karena Sorga adalah sesuai dengan kodrat Kristus. Kristus yang adalah Putera Allah, datang dari Allah Bapa (lih. Yoh 1:1), masuk ke dalam dunia, dan pada akhirnya Dia meninggalkan dunia ini dan pergi kepada Bapa (lih. Yoh 16:28). Rasul Yohanes juga menegaskan bahwa tidak ada seorangpun yang telah naik ke Sorga, selain dari Dia yang telah turun dari Sorga, yaitu Kristus sendiri (lih. Yoh 3:13). Para Santo-santa juga berada di Sorga, namun mereka berkumpul di Sorga bukan karena kekuatan dan kesucian mereka, namun karena mereka tergabung bersama Kristus dalam persatuan dengan tubuh mistik Kristus. Kemenangan para Santo-santa dari dunia ini dengan cara bertumbuh dalam kekudusan dan dengan kerendahan hati, menyebabkan mereka dapat berkumpul bersama-sama dengan Kristus (lih. Why 3:21). Sikap kerendahan hati ini merupakan sikap yang meniru teladan Kristus, yang terlebih dahulu merendahkan diri dan taat sampai mati, bahkan sampai mati di kayu salib (lih. Fil 2:8).
Kedua, Sorga menjadi hak Kristus karena kemenangan-Nya. Kristus telah menyelesaikan tugas-Nya di dunia – yaitu mengalahkan iblis dan segala belenggu dosa – dengan sempurna dan penuh kemenangan, sehingga Dia ditinggikan di Sorga dan duduk bersama dengan Allah Bapa di atas tahta-Nya (lih. Why 3:21).
Ketiga, Sorga menjadi hak Kristus karena kerendahan hati-Nya. Dalam kidung Magnificat, Bunda Maria menuliskan bahwa Tuhan memperhatikan kerendahan hamba-Nya (lih. Luk 1:48) dan Kristus menegaskan dalam satu kotbah-Nya bahwa barangsiapa meninggikan diri, ia akan direndahkan dan barangsiapa merendahkan diri, ia akan ditinggikan (Mat 23:12). Tidak ada seorangpun yang merendahkan diri dengan sehabis-habisnya dan tak terhingga selain dari Kristus sendiri, yang tidak mempertahankan ke-Allahan-Nya namun rela menjadi manusia, bahkan menderita dan taat sampai wafat di kayu salib (lih. Fil 2:8), sampai akhirnya Ia juga turun ke tempat penantian. Oleh karena itu, sudah seharusnya, Kristus yang telah merendahkan diri dengan serendah-rendahnya akan ditinggikan dengan setinggi-tingginya (lih. Luk 14:11).
Segala kekuasaan telah diserahkan kepada Kristus
Kristus yang ditinggikan dengan setinggi-tingginya diungkapkan dengan perkataan “Duduk di sebelah kanan Allah Bapa.” Perkataan dalam syahadat ini mempunyai beberapa arti yaitu: (1) kesetaraan dengan Allah Bapa, (2) Yesus tetap membawa kodrat kemanusiaan-Nya setelah naik ke Sorga, (3) menyatakan kekuasaan Mesias, dimana kekuasaan-Nya tidak akan berakhir. Katekismus Gereja Katolik menuliskan:
KGK 663. Sekarang Kristus duduk di sisi kanan Bapa: “Dengan ungkapan di sisi kanan Bapa kita mengerti kemuliaan dan kehormatan Allah di mana Putera Allah yang sehakikat dengan Bapa, hidup sejak kekal dan di mana Ia sekarang, setelah dalam waktu terakhir Ia menjadi daging, juga duduk secara badani, karena daging-Nya turut dimuliakan” (Yohanes dari Damaskus, f.o.4,2).
KGK 664. Duduk di sebelah kanan Bapa berarti awal kekuasaan Mesias. Penglihatan nabi Daniel dipenuhi: “Kepada-Nya diberikan kekuasaan, kemuliaan, dan kekuasaan sebagai raja. Segala bangsa, suku bangsa, dan bahasa mengabdi kepada-Nya. Kekuasaan-Nya kekal dan tidak akan lenyap. Kerajaan-Nya tidak akan musnah” (Dan 7:14). Sejak saat ini para Rasul menjadi saksi-saksi “kekuasaan-Nya”, yang “tidak akan berakhir” (Syahadat Nisea-Konstantinopel).
Akibat kenaikan Yesus ke Sorga bagi kita
Setiap pengajaran iman mempunyai akibat kepada kehidupan umat beriman. Demikian juga dengan pengajaran iman tentang kenaikan Kristus ke Sorga. Pertama, Kristus adalah Sang Pemimpin kita yang akan membawa serta kita semua yang digabungkan dengan Dia. Kristus adalah Kepala Gereja dan kita adalah Tubuh-Nya (lih. Ef 5:23; bdk. Mik 2:13), maka kalau Kristus naik ke Sorga dengan kodrat-Nya sebagai manusia dan Allah, maka kita sebagai anggota-anggota-Nya juga akan diangkat ke Sorga dengan tubuh dan jiwa kita. Apalagi kalau Kristus juga menjanjikan bahwa Dia akan pergi ke Sorga untuk menyediakan tempat bagi kita (lih. Yoh 14:2).
Kedua, kita dapat bersandar kepada Kristus. Dengan kenaikan Kristus ke Sorga, maka kita dapat sepenuhnya mempercayai Kristus. Dia yang telah menjanjikan tempat di Sorga telah menunjukkan kepada para murid, bagaimana Dia terlebih dahulu naik ke Sorga. Dengan kenaikan-Nya ke Sorga, maka Dia dapat menjadi Pengantara kita kepada Allah Bapa (lih. Ibr 7:25), sehingga kita yang berdosa dapat mempunyai kepercayaan yang besar akan belas kasih Allah karena kita mempunyai Pengantara yang adil, yaitu Kristus (lih. 1Yoh 2:1).
Ketiga, kita dapat berfokus pada Kristus. Setelah kebangkitan-Nya dan sebelum kenaikan-Nya ke Sorga, para rasul bertanya, “Tuhan, maukah Engkau pada masa ini memulihkan kerajaan bagi Israel?” (Kis 1:6). Para rasul yang pada waktu itu masih belum mengerti secara penuh akan Kerajaan Allah, masih berharap bahwa setelah kebangkitan-Nya, Kristus akan memulihkan kejayaan Kerajaan Israel. Namun, dengan kenaikan Kristus ke Sorga, maka Kristus sekali lagi menegaskan bahwa kerajaan-Nya bukan dari dunia ini namun dari Sorga (lih. Yoh 18:36). Oleh karena itu, sebagai umat beriman, yang telah dibangkitkan bersama dengan Kristus – dengan Sakramen Baptis – senantiasa mencari perkara-perkara di atas, di mana Kristus ada yaitu di Sorga (lih. Kol 3:1). Dengan demikian kita tidak boleh berfokus pada perkara-perkara di bumi, melainkan pada perkara-perkara yang di atas atau hal-hal sorgawi (lih. Kol 3:2).
Kategori:KATEKESE, SYAHADAT (AKU PERCAYA)